Tidak Beri Bawaslu Data Coklit, KPU Terancam Penjara 1 Tahun?

Hendra J Kede
Ketua Dewan Pengawas YLBH Catur Bhakti / Partner pada Kantor Hukum E.S.H.A and Partners / Wakil Ketua Komisi Informasi Pusat RI 2017-2022 / Ketua Pengurus Nasional Mapilu-PWI 2003-2013 / Wakil Ketua Dept. Kerjasama dan Komunikasi Umat ICMI Pusat
Konten dari Pengguna
18 Februari 2023 11:38 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Hendra J Kede tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi KPU Foto: Fitra Andrianto/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi KPU Foto: Fitra Andrianto/kumparan
ADVERTISEMENT
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) berencana melaporkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) kepada Presiden. Alasannya, KPU tidak mau memberikan data kepada Bawaslu yang menjadi pegangan Panitia Pendaftaran Pemilih (Pantarlih) saat melakukan Pencocokan dan Penelitian (Coklit) di lapangan, yaitu Daftar Calon Pemilih.
ADVERTISEMENT
Akibatnya Bawaslu kesulitan melakukan Pengawasan tahapan Coklit. Padahal tahapan ini sangat krusial untuk memastikan hak masyarakat pemilih untuk terdaftar dalam Daftar Pemilih.
Bawaslu hanya punya akses terhadap data kependudukan dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri, sementara Data Penduduk Potensial Pemilih (DP4) tidak diberi akses oleh KPU.
Padahal Bawaslu sangat memerlukan data tersebut untuk optimalisasi pelaksanaan fungsi pengawasan tahapan Coklit sesuai amanah Undang Undang.
Guna optimalisasi pengawasan saat Coklit, Bawaslu harus membekali pengawas lapangan dengan Data Penduduk Potensial Pemilih (DP4) sebagaimana yang digunakan petugas Coklit lapangan.
Kan petugas pengawas lapangan itu mengawasi petugas Coklit lapangan, sudah seyogyanya datanya harusnya sama dan datanya itu dalam penguasaan KPU. Begitulah kira-kira jalan pikiran Bawaslu.
ADVERTISEMENT
Itulah kira-kira inti berita di beberapa media besar nasional hari Rabu (15/2) yang mengutip pernyataan Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja, dan Komisioner Bawaslu RI yang penulis pantau beberapa hari belakangan ini.
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Hasyim Asy'ari (tengah) menyampaikan keterangan kepada wartawan pada konferensi pers di KPU RI, Jakarta, Rabu (21/12/2022). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
KPU mengakui itu. Koordinator Divisi Data dan Informasi KPU RI, Betty Epsilon Idroos, mengakui bahwa daftar pemilih yang menjadi rujukan pantarlih melakukan coklit tidak dibagikan ke siapa pun di luar KPU, termasuk kepada Bawaslu. Betty berdalih, data tersebut tergolong sebagai data bergerak atau belum final.
"Jadi itu data masih diproses kami. Itu dikecualikan (dari data yang bisa dibagikan)," alasan yang disampaikan Betty kepada awak media.
Apa yang dimaksud Betty dengan kalimat "...Itu Dikecualikan..."? Apakah merujuk kepada UU No 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik beserta peraturan turunannya, atau merujuk kepada UU lain? Betty tidak menjelaskannya, setidaknya tidak dikutip oleh beberapa media yang penulis coba tracking.
ADVERTISEMENT
Tulisan ini dibuat dengan asumsi kata "dikecualikan" tersebut merujuk kepada UU No 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik beserta peraturan turunannya, khususnya Peraturan Komisi Informasi Pusat No 1 Tahun 2021 tentang Standar Layanan Informasi Publik (SLIP), di mana penulis adalah Koordinator Tim Perumus Perki tersebut.

Kenapa tulisan ini dengan asumsi tersebut?

Ilustrasi KPU. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Karena baik KPU maupun Bawaslu hampir selalu berada di posisi atas sebagai Badan Publik Informatif dalam klasifikasi Lembaga Non Struktural saat Monitoring dan Evaluasi (Monev) yang diselenggarakan oleh Komisi Informasi Pusat.
Sehingga penulis berasumsi seluruh Komisioner KPU dan Bawaslu memahami seluk beluk kewajiban hukum KPU dan Bawaslu sebagai Badan Publik Negara dalam mengelola informasi sebagaimana diamanahkan UU 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik beserta peraturan turunannya, termasuk dan tidak terbatas Perki 1/2021 tentang SLIP.
ADVERTISEMENT
Salah satu norma baru dalam Perki 1/2021 tentang SLIP yang tidak ada pada Perki 1/2010 tentang SLIP dan Perki 1/2017 tentang Pengklasifikasian Informasi, keduanya sudah dinyatakan tidak berlaku, adalah terkait dengan Bantuan Kedinasan.
Pasal 1 angka 17 mendifinisikan Bantuan Kedinasan sebagai kerjasama antar Badan Publik guna kelancaran penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik.
Artinya, jika suatu Badan Publik Negara (semisal Bawaslu) memerlukan informasi yang tersimpan dalam dokumen Badan Publik Negara lain (misal KPU) dalam rangka melaksanakan Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi) yang diberikan oleh peraturan perundang undangan maka Badan Publik Negara yang membutuhkan dapat menggunakan mekanisme UU Ni 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik beserta peraturan turunannya untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan tersebut, khususnya menggunakan Perki No 1/2021 tentang SLIP, dengan mengajukan permohonan kepada Badan Publik Negara yang menguasai informasi dimaksud.
ADVERTISEMENT
Merujuk Perki 1/2021 tentang SLIP tersebut, Badan Publik yang memerlukan suatu informasi dari Badan Publik Negara lain hanya perlu mengirim permohonan informasi kepada Badan Publik Negara lain sebagai Bantuan Kedinasan dengan mendalilkan 2 (dua) hal:
Pertama, bahwa Badan Publik termohon dan misal (KPU) dan Badan Publik Pemohon (misal Bawaslu) merupakan Badan Publik Negara menurut UU 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Kedua, bahwa informasi yang dimintakan berkaitan erat dengan pelaksanaan Tupoksi Badan Publik Pemohon yang diberikan Peraturan Perundang Undangan dan  pelaksanaan Tupoksi dimaksud akan terhambat, setidak-tidaknya tidak akan optimal,  jika Badan Publik Pemohon tidak mendapat Bantuan Kedinasan berupa informasi yang dimohonkan kepada Badan Publik Termohon.
Ilustrasi KPU. Foto: Embong Salampessy/ANTARA
Jika kedua hal tersebut terpenuhi maka Badan Publik Termohon sebagai Badan Publik Negara memiliki kewajiban hukum untuk memenuhi permintaan Bantuan Kedinasan yang dimohonkan oleh Badan Publik Pemohon yang juga Badan Publik Negara.
ADVERTISEMENT
Bagaimana jika Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Badan Publik Negara Termohon telah melakukan Uji Konsekuensi dan mengeluarkan Surat Keputusan penetapan informasi yang diminta merupakan Informasi Yang Dikecualikan?
Perlu dipahami bahwa pengecualian sebuah Informasi adalah terhadap dan dari publik, bukan terhadap dan dari Badan Publik Negara. Bantuan Kedinasan sesama Badan Publik Negara, status Dikecualikan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Artinya, status sebagai Informasi Yang Dikecualikan tidak dapat dijadikan dasar untuk tidak memberikan informasi yang dimohonkan Badan Publik Negara lain untuk menunjang pelaksanaan Tupoksinya dalam kerangka Bantuan Kedinasan.
Terkait permohonan Bawaslu kepada KPU sebagaimana penulis jelaskan di awal tulisan ini, maka perlu dipertegas beberapa hal sebagai berikut.
Pertama, apakah KPU dan Bawaslu merupakan Badan Publik Negara menurut UU 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan peraturan turunannya yaitu tidak terbatas pada Perki 1/2008 tentang SLIP? Terhadap hal ini, sudah menjadi pengetahuan umum, bahwa keduanya merupakan Badan Publik Negara.
ADVERTISEMENT
Kedua, apakah informasi yang dimohonkan Bawaslu kepada KPU guna melaksanakan Tupoksi yang diberikan oleh hukum kepada Bawaslu.
Ilustrasi Bawaslu DKI Jakarta. Foto: Fachrul Irwinsyah/kumparan
Terkait hal ini, sudah menjadi pengetahuan umum juga bahwa Bawaslu memiliki kewenangan dan tugas utama untuk melakukan pengawasan terhadap seluruh tahapan Pemilu yang dijalankan oleh KPU.
Bagaimana jika KPU, dengan segala alasannya, tetap tidak bersedia memenuhi permohonan informasi yang dimohonkan Bawaslu berupa data yang menjadi rujukan dan dipegang Panitia Pendaftaran Pemilih (Pantarlih) saat melakukan Pencocokan dan Penelitian (Coklit) di lapangan?
Setelah Bawaslu menempuh seluruh mekanisme permohonan informasi Bantuan Kedinasan yang disyaratkan UU 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan peraturan turunannya, khususnya dan tidak terbatas Perki 1/2021 tentang SLIP, maka Bawaslu dapat mengambil langkah-langkah hukum atas dilanggarnya norma-norma hukum positif yang mengatur Bantuan Kedinasan dalam kerangka menegakan hukum Keterbukaan Informasi Publik.
ADVERTISEMENT
Termasuk dan tidak terbatas langkah-langkah yang akan membuka peluang dijeratnya KPU RI dengan ancaman hukum pidana maupun ancaman hukum yang lainnya, semisal etik.
Sebagai penutup tulisan ini, penulis kutip Pasal 52 UU 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik:
"Badan Publik yang dengan sengaja tidak menyediakan, tidak memberikan, dan/atau tidak menerbitkan Informasi Publik berupa Informasi Publik secara berkala, Informasi Publik yang wajib diumumkan secara serta-merta, Informasi Publik yang wajib tersedia setiap saat, dan/atau Informasi Publik yang harus diberikan atas dasar permintaan sesuai dengan Undang-Undang ini, dan mengakibatkan kerugian bagi orang lain dikenakan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah)."
Terima kasih.