Patriarki Sialan

Konten dari Pengguna
6 Juni 2018 14:38 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Hesti Widianingtyas tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Patriarki Sialan
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
foto dari etsy
Baru-baru ini ramai kabar soal pedangdut Via Vallen menyebarkan screenshot percakapan yang berisi pelecehan seksual terhadapnya. Pelakunya diduga seorang WNA yang kini jadi pemain bola di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Awal baca berita itu, saya kagum dengan keberanian Via Vallen mengungkap pelecehan yang dialaminya ke publik. Karena saya tau, di negeri patriarki ini, tak mudah bagi seorang perempuan untuk buka suara soal kasus pelecehan, terlebih bila dia korbannya.
Sesaat saya pikir kasus ini tak akan merembet ke mana-mana. Bahkan saya sampai berpikir si terdakwa akan mengaku dan minta maaf lantas urusan selesai.
Tentu saya salah. Ketika pagi ini saya buka Twitter dan lihat respons netizen soal kasus tersebut, saya tertegun. Bagaimana tidak, mayoritas dari mereka menyalahkan Via Vallen, menilainya bersikap terlalu berlebihan, hingga yang parahnya lagi membela pelaku hanya karena dia seorang WNA.
Tak hanya netizen, sejumah selebriti dalam keterangannya kepada media turut menyebut Via Vallen tak seharusnya menyebarluaskan pelecehan yang dialaminya. Terlebih, seorang selebriti melumrahkan pelecehan seksual secara verbal terhadap perempuan.
ADVERTISEMENT
Ini memang bukan kasus baru, tapi tanggapan-tanggapan tersebut selalu membuat saya tak habis pikir. Sebegini kejamnya, kah, patriarki?
Let me get this clear.
Patriarki berarti suatu perilaku yang mengutamakan laki-laki daripada perempuan dalam masyarakat atau kelompok sosial tertentu.
Sementara, menurut tulisan bertajuk Akar Kekerasan Seksual Terhadap Perempuan yang diunggah Witriyatul Jauhariyah di Jurnal Perempuan, laki-laki dengan maskulinitasnya menganggap kekuasaan sebagai bentuk kemampuan untuk mendominasi dan mengendalikan orang lain. Seorang aktivis Kanada, Michael Kaufman, menyebutkan tiga amunisi laki-laki dalam memperlihatkan otoritasnya, yaitu kekuasaan patriarki, hak-hak istimewa, dan sikap permisif.
Dalam budaya patriarki, terjadi subordinasi dan kesenjangan kekuasaan antara laki-laki dan perempuan serta dominasi. Budaya patriarki diperkuat melalui institusi baik sosial maupun politik. Negara juga ikut andil dalam pelegalan budaya ini.
ADVERTISEMENT
Dari sini nampak jelas bahwa kekuasaan patriarki menjadi pemicu utama dibalik diskriminasi atau kekerasan terhadap perempuan yang berada di posisi sekunder. Mengakarnya paham patriarki seakan telah mencuci otak sebagian orang bahwa pelecehan terhadap perempuan menjadi hal yang biasa saja.
Sedihnya lagi, tak jarang saya temui antarperempuan saling menjatuhkan satu sama lain dalam menanggapi kasus pelecehan seksual. Tanpa disadari, mereka telah menjadi korban dari jahatnya patriarki.
Bagi saya tak ada cara lain untuk menghentikan racun patriarki ini, selain ditingkatkannya kesadaran masyarakat untuk melawan ketidakadilan gender serta pelecehan seksual yang subur terjadi.
Mari #LawanPatriarki.