2 Terdakwa Kasus Mafia Tanah di Kalbar Divonis Bebas, Eddy: Jangan Ada 'Backing'

Konten Media Partner
16 Mei 2022 10:40 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi pengadilan. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pengadilan. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Hi!Pontianak - Ketua Barisan Pemuda Melayu Kalimantan Barat (BPM Kalbar), Gusti Eddy menyoroti peristiwa bebasnya IS (56 tahun) dan AB (50 tahun) dalam kasus dugaan mafia tanah.
ADVERTISEMENT
Eddy mengatakan, bebasnya dua terdakwa, diduga tak lepas dari peran orang besar yang bermain dari balik layar kasus tersebut.
“Jangan coba-coba jadi backing mafia tanah, terlebih lagi melakukan langkah-langkah untuk mengintervensi hukum,” jelasnya, Senin, 16 Mei 2022.
Untuk itu, Eddy mengingatkan, hukum adalah panglima tertinggi, jadi tidak boleh seorang pun melakukan intervensi, karena bisa dijerat dengan hukum pula. “Sudahlah. Biarkan hukum yang bekerja. Sekarang kan sudah kasasi, jangan lagi digangu-ganggu. Biar lebih elok," ucap Eddy.
Apalagi, kata dia, arahan dari Presiden Joko Widodo untuk menggalakkan program berantas mafia tanah wajib untuk dipedomani dan dijabarkan dalam penegakkan hukum.
Selain itu, dirinya meminta Komisi Yudisial untuk memonitor kinerja hakim di Kalbar, khususnya pada perkara mafia tanah. “Seharusnya Komisi Yudisial melakukan pengawasan dan monitoring. Terlebih terdapat perwakilan Komisi Yudisial di Kalbar” tegasnya.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, IS dan AB merupakan terdakwa kasus dugaan mafia tanah, yang merugikan korban hingga Rp 2 miliar. Keduanya divonis bebas oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Pontianak, Kalimantan Barat.
Padahal sebelumnya, jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Tinggi Kalbar menunut pidana penjara selama 2,5 tahun, dikurangi masa tahanan dan menyatakan kedua terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penipuan serta penggelapan. Atas putusan tersebut, jaksa penuntut umum pastikan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.
Perkara dugaan mafia tanah ini bermula pada 2014. Saat itu, korban bernama Syukur, bertemu dengan AB dan IS, atas perantara YN, mereka menawarkan sebidang tanah seluas 10 hektare, berlokasi di depan bekas kantor PT Wana Bangun Agung (WBA), di Jalan Desa Kuala Dua, Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Kubu Raya.
ADVERTISEMENT
Awalnya, tanah tersebut dipatok seharga Rp 250 ribu per meter. Setelah proses negosiasi, disepakati seharga Rp 200 ribu per meter.
“Saya tanya ke mereka, apakah tanahnya sudah bersertifikat, dijawab belum. Tapi, mereka menjamin 1.000 persen, bahwa tanah itu milik mereka dan tidak bermasalah,” kata Syukur.
Untuk meyakinkan Syukur, IS dan AB menunjukkan surat jual beli tanah, peta bidang yang dikeluarkan oleh kepala desa setempat dan surat pernyataan tentang penguasaan tanah yang juga diketahui oleh kepala desa.  Keduanya juga menyanggupi dan berjanji akan mengurus sertifikat tersebut.
“Sekitar Oktober 2014, IS dan AB meminta uang sebagai tanda jadi untuk mengurus sertifikat tanah. Lalu saya serahkan uang tunai sebesar Rp 300 juta, dengan dibuatkan bukti kwitansi,” jelas Syukur.
ADVERTISEMENT
Kemudian, secara bertahap, sampai 2016, telah diberikan uang baik secara tunai maupun transfer kepada IS dan AB, dengan total Rp 2,19 miliar. “Semua bukti penyerahan tercatat dalam akuntansi,” lanjut Syukur.
Petaka bagi Syukur tiba pada Desember 2016. Ketika itu, datang seseorang yang menerangkan, bahwa tanah yang akan dibelinya itu telah memiliki sertifikat atas nama orang lain. Orang tersebut juga menunjukkan surat-surat bukti kepemilikan.
Tak puas sampai di situ, Syukur juga segera mengkonfirmasi kepada pihak BPN Kubu Raya. Dan ternyata, obyek tanah tersebut saat ini telah dikuasai orang lain, berdasarkan sertifikat hak milik, yang dikeluarkan pada 1982. “Dari situ saya kemudian tahu bahwa tanah tersebut bermasalah,” ungkap Syukur.
Pihak IS dan IB tetap bersikukuh, bahwa tanah tersebut milik mereka dan malah kembali meminta sejumlah uang untuk mengurus sertifikat tanah.
ADVERTISEMENT
Namun, Syukur tidak mau lagi kecolongan, dengan menyetop memberikan uang tambahan karena merasa telah ditipu, dan meminta uang yang sudah diterima IS dan AB sebesar Rp 2,19 miliar dikembalikan, karena awalnya diyakinkan, bahwa jika tanah itu bukan milik mereka, uang akan dikembalikan.
Bahkan, upaya mediasi dan menunggu janji-janji dari IS dan AB memakan waktu hingga 4 tahun, tapi tak juga terealisasi.
“Sampai sekarang uang itu tak pernah kembali. Selama 4 tahun, sempat beberapa kali dilakukan mediasi. Mereka hanya berjanji. Bahkan akhir-akhir ini IS dan AB tidak mau datang,” tukasnya.