news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Adi Sulistyanto, Ahli Gizi di Sintang yang Koleksi 12.000 Kaset Pita

Konten Media Partner
14 Oktober 2019 9:46 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Adi Sulistyanto dan kaset pertama miliknya, yakni band Queen. Foto: Yusrizal/Hi!Pontianak
zoom-in-whitePerbesar
Adi Sulistyanto dan kaset pertama miliknya, yakni band Queen. Foto: Yusrizal/Hi!Pontianak
ADVERTISEMENT
Hi!Pontianak - Di era modern, seperti sekarang ini sebagian besar musik dirilis dalam format digital. Tetapi, Adi Sulistyanto masih setia dengan rilisan fisik berupa kaset pita.
ADVERTISEMENT
Hingga saat ini, pria yang berprofesi sebagai ahli gizi itu masih berburu kaset pita. Bahkan, ia rela berburu kaset pita untuk menambah keloksinya hingga ke Eropa. Padahal ia sudah memiliki koleksi 12.000 kaset pita yang tersimpan rapi di rak rumahnya.
Saking banyaknya, koleksi milik ayah 4 anak ini disimpan dalam rak berbeda. Pertama, terletak di ruang tamu, khusus menyimpan kaset pita musisi Indonesia. Kedua, terletak di samping pintu kamar yang memajang kaset-kaset musisi luar negeri.
Pria kelahiran Grobokan, 1 Juli 1972 itu, bercerita awal mula dirinya “berkenalan” dengan kaset pita dan menjadikannya sebagai hobi. Semua itu tidak terlepas dari rasa sukanya terhadap musik.
Adi Sulistyanto menunjukan koleksi 12.000 kaset pita di rumahnya. Foto: Yusrizal/Hi!Pontianak
Ketika ingin mendengarkan musik, hanya kaset yang terjangkau saat itu. Harganya sekitar Rp 1.500, paling mahal Rp 2.500 per kaset. Harganya yang terjangkau membuat Adi sering membeli kaset pita dan keterusan hingga sekarang.
ADVERTISEMENT
Queen adalah kaset pertama saat Sekolah Dasar (SD). Sampai sekarang kaset itu masih ada dan bisa diputar dengan baik,” kata Adi ketika ditemui HiPontianak, Senin (14/10).
Saking sukanya dengan kaset, alumni S2 Universitas Gajah Mada (UGM) ini juga meminta hadiah kaset saat dirinya dikhitan. “Saya minta dibelikan kaset Motley Crue,” ungkap Adi.
Adi mengaku punya banyak koleksi kaset yang langka. Salah satunya kaset paling tua, yakni produksi tahun 1960. “Kaset itu juga masih bagus. Tentunya dengan kualitas sound zaman dulu,” tuturnya.
Ia mengaku cukup sulit untuk mendapatkan rilisan fisik kaset pita saat ini. Kaset pita, ada yang dulunya nihil, sekarang malah tersedia. Jumlahnya bisa dihitung dengan jari yang tersebar di kolektor.
Adi Sulistyanto memutar kaset miliknya melalui tape rocorder. Foto: Yusrizal/Hi!Pontianak
“Kadang, ada item-item yang tidak saya punya, sekarang malah ada. Untuk mendapatkannya, biasanya ngobrol dulu, rayu-rayu sedikit akhirnya barter,” beber dia.
ADVERTISEMENT
Pria yang saat ini menjabat sebagai Kepala Penatalaksaan Gizi Buruk (PPGB) Kabupaten Sintang bercerita, ada 4 kaset pita miliknya yang paling diburu kolektor. Semuanya milik grup band lawas God Bless.
“Kaset tersebut albumnya sama, tapi latar belakangnya beda. Nah, yang latar belakang warna putih ini langka. Di Indonesia, hanya beberapa orang yang punya,” ucap Adi sambil menunjukan kaset yang dimaksud.
Dua kaset God Bless lainnya yang juga diburu merupakan album Cermin. Meski lagunya sama, tapi perbedaan pada cover yang membuatnya paling dicari dan mahal.
“Sekarang harganya mencapai Rp 1 juta. Dulu saya beli ndak sampai Rp 500. Tiga kaset lainnya juga cukup mahal sekarang. Ada yang Rp 300 ribu dan Rp 500 ribu,” jelasnya.
Kaset milik Adi Sulistyanto yang paling banyak diburu kolektor. Foto: Yusrizal/Hi!Pontianak
Seiring perkembangan zaman, rasa suka pada kaset pita tak pudar. Adi mengaku dirinya lebih suka mendengar musik lewat kaset ketimbang CD, piringan hitam maupun digital.
ADVERTISEMENT
“Di handphone, saya punya musik MP3. Jadi, kalau mau mendengarkan musik, ya di rumah. Kalau di kantor, saya juga mendengarkan musik kaset melalui tape recorder,” katanya
Adi kemudian membeberkan tingkatan produk rilisan fisik musik. Produk rilisan fisik yang paling sempurna dari sisi kualitas audio adalah piringan hitam. Produk ini tidak lekang dimakan usia. Asal dirawat dan kualitas audionya masih bagus hingga puluhan tahun.
Kedua adalah kaset. Ketika perekaman semua unsur didalam musik ada semua. “Ketiga CD. Tapi saya kurang begitu tertarik. Bagi telinga angkatan saya, CD terlalu sempurna,” imbuhnya.
Tapi kalau kaset atau pirangan hitam, ia merasa ada sesuatu yang khas. “Mungkin karena telinga saya sudah termindset oleh kaset sejak kecil. Jadi, kasetlah yang paling utama. Padahal, saya juga punya banyak CD,” jelasnya. (Yusrizal)
ADVERTISEMENT