Cerita Awal Mula Lina Jadi Tatung di Singkawang, Kalbar

Konten Media Partner
6 Februari 2020 19:58 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Benda tajam yang digunakan untuk atraksi tatung. Teri/Hi!Pontianak
zoom-in-whitePerbesar
Benda tajam yang digunakan untuk atraksi tatung. Teri/Hi!Pontianak
ADVERTISEMENT
Hi!Pontianak - Banyak kisah menarik yang dialami pertama kali oleh seorang tatung atau orang yang dirasuki oleh roh dewa dan leluhur. Salah satunya adalah Lina, seorang wanita paruh baya yang berusia 55 tahun dari Kota Singkawang. Ia memiliki kisah menarik saat pertama kali menjadi tatung.
ADVERTISEMENT
Saat ditemui wartawan, Lina bercerita tentang kisahnya saat pertama kali menjadi tatung, dan dirasuki roh Dewi Kwan Im. Lina telah menjadi tatung selama 10 tahun. Sebelum dirasuki, Lina sering sakit-sakitan bahkan terlihat stres atau linglung.
“Sejarahnya, dulu saya sakit-sakitan, akhirnya saya dapat petunjuk bahwa Dewi Kwan Im masuk, saya dapat bisikan untuk puasa selama 108 hari, puasa nasi putih dan air putih, sampai sempurna dan membicarakan Dewi Kwan Im. Ia turun ke bumi ke badan saya minta saya untuk mengobati semua umat, itu pada tahun 1989. Pada saat saya usia 40 tahun dan pada saat di Jakarta saya sakit-sakitan itu kayak orang stres, gak sadar,” jelas Lina, saat dikunjungi di Yayasan Thai San Kung Kung, Kamis (6/2).
ADVERTISEMENT
Usai mendapat bisikan, dan saat puasa hari ke 101, ia mengatakan Dewi Kwan Im datang pertama kali ke dalam mimpinya. Setelah puasanya sempurna, Dewi Kwan Im datang menggunakan jubah dan meminta saya untuk dapat menolong dan mengobati umat di bumi.
Lina, salah satu tatung dari Singkawang, Kalbar. Foto: Teri/Hi!Pontianak
“Padahal saya enggak ada keturunan, saya stres berobat sana sini katanya ada yang ngikutin, suatu saat saya dapat petunjuk dari yang di atas disuruh puasa tadi. Selesai saya puasa selama 101 hari, dia datang suruh saya mengobati umat, pertama didatangin itu lewat mimpi saya,” kata dia.
“Awalnya saya ga percaya saya anggap dia setan, pakai jubah juga, tapi akhirnya ini bukan setan katanya, diusir nggak mempan. Akhirnya saya bilang akan percaya kalau usaha saya bisa maju, dan benaran maju, akhirnya saya percaya buat bantu ngobatin umat, menolong tanpa pamrih,” sambung Lina.
ADVERTISEMENT
Pada saat pertama kali bertemu, Lina mengatakan, Dewi Kwan Im berbicara padanya dengan menggunakan bahasa mandarin.
“Setelah mimpi, saya ketemu langsung, dia berbicara bahasa mandarin, pertama saya gak ngerti, akhirnya saya jalanin mengobati umat di Depok karena saya tinggal di sana. Sudah beberapa tahun saya pulang ke Pontianak bahwa ada atraksi begini, saya ikut dan akhirnya tiap tahun saya di sini. Karena tersentuhkan ke hati saya bahwa saya disuruh ikut ibadah ini, untuk sukseskan tradisi Tionghoa, ya saya jalanin,” ungkapnya.
Usai peristiwa tersebut, Lina rutin mengobati masyarakat, mulai dari penyakit medis hingga non medis. “Biasa saya mengobati orang kerasukan, pelet, mengeluarkan racun atau biasa yang sulit itu bantu orang sakit kanker, itu biasa saya puasa dulu,” terangnya.
Lina, salah satu tatung yang berusia 55 tahun dari Singkawang memiliki kisah tersendiri awal mula menjadi tatung. Foto: Teri/Hi!Pontianak
Sebelum dirasuki roh leluhur, Lina menceritakan tanda-tanda dari tubuhnya yang cepat mengantuk dan badan terasa berat. “Sebelum jadi tatung itu saya merasakan gak enak, kayak sekarang ngantuk, badan berat, bawaan mau tidur terus, mengantuk. Roh yang merasuki saya Dewi Kwan Im, saya juga ada Dewa Pak Kum, Latu, dan Nyai. Kalau mereka masuk saya ga sadar, kalau sudah sadar biasanya capek, mereka pakai bahasa Sunda, Jawa, mereka bisa datang sendiri,” bebernya.
ADVERTISEMENT
Benda tajam yang biasa digunakan Lina dalam melakukan atraksi adalah jarum. Ia mengatakan, usai jarum tersebut ditusukkan ke bagian pipinya, bekas luka tersebut akan hilang dalam waktu tiga hari.
“Kalau pertama tusuk ada lah darah sedikit, pas dicabut juga, tapi setelah 3 hari ilang bekasnya, itu tergantung bagaimana cara kita menjalankan tradisinya juga, kan kita gak boleh ngomong kotor, harus bersih,” imbuhnya.
Lina bersama barongsai dan tatung lainnya. Foto: Teri/Hi!Pontianak
Lina memiliki 6 anak dan 8 cucu. Ia mengatakan, beberapa dari anaknya sudah bisa meneruskan tradisi tersebut. Tetapi Lina menolak.
“Memang sudah ada bisa diteruskan, tapi saya gak mau karena capek, kasian saya udah cukup yang penting anak-anak jangan lah. Gak tahu nanti saya kalau sudah meninggal. Setiap saya pengin tutupin saya sudahi, tapi gak bisa, saya akan sakit atau dapat bencana,” tukasnya.
ADVERTISEMENT