news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Ikhtiar Tangkal COVID-19, Bupati Kayong Utara, Kalbar, Lakukan Tradisi Betangas

Konten Media Partner
6 April 2020 14:53 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Bupati Kayong Utara, Citra Duani, melakukan tradisi betangas. Foto: Dok Humas Kayong Utara
zoom-in-whitePerbesar
Bupati Kayong Utara, Citra Duani, melakukan tradisi betangas. Foto: Dok Humas Kayong Utara
ADVERTISEMENT
Hi!Pontianak - Dalam kondisi wabah COVID-19 ini, berbagai ikhtiar dilakukan untuk menangkal dan memutus rantai penyebarannya. Bupati Kayong Utara, Citra Duani, menyarankan kepada masyarakat yang tetap berada di rumah, dianjurkan untuk betangas.
ADVERTISEMENT
Istilah betangas, di kalangan masyarakat Melayu Serumpun, adalah tradisi mandi uap rempah, yang merupakan upaya untuk menghilangkan bau badan bagi calon pengantin.
Namun, bentangas ternyata juga dipercaya untuk menghilangkan toksin dan racun di dalam tubuh, dan diyakini bisa membunuh kuman. Betangas merupakan kearifan lokal yang ada di masyarakat Kayong Utara.
“Kita menganjurkan masyarakat untuk betangas. Kegiatan ini bagus untuk kesehatan, karena dapat mengeluarkan racun dari dalam tubuh melalui keringat kita,” tutur Bupati Kayong Utara, Citra Duani, dalam keterangan resmi yang diterima Hi!Pontianak, Senin (6/4).
Citra Duani melakukan betangas di rumahnya, Minggu pagi (5/4). Hal ini dilakukannya untuk memberikan contoh kepada masyarakat.
Betangas adalah spa tradisional, menggunakan tikar pandan yang dibuat melengkung. Ada rempah-rempah pilihan yang disiapkan, terdiri dari akar serai wangi, pandan wangi, langir, akar buloh atau bambu, daun kunyit, daun lengkuas, daun ribu-ribu, daun gende ruse, akar restu, dan akar ilalang.
Saat melakukan betangas, Bupati Kayong Utara, Citra Duani, didampingi oleh Kapolres Kayong Utara, AKBP Asep I Rosadi. Foto: Dok Humas Kayong Utara
Bahan-bahan ini bisa dijumpai di daerah Kayong Utara. Tetapi biasanya lain wilayah, lain pula penyebutan nama bahan tersebut. Sekalipun itu masih dalam satu kawasan provinsi.
ADVERTISEMENT
Semua bahan itu direbus dalam wadah. Biasanya menggunakan periuk (wadah berbentuk bulat, pada zaman dahulu periuk digunakan untuk menanak nasi). Rebus sampai mendidih. “Ini adalah warisan leluhur kita, yang perlu dilestarikan,” ujarnya.
Periuk yang memuat semua bahan harus ditutup rapat. Agar uap air tidak banyak yang keluar. Uap itulah yang nantinya berfungsi untuk mengeluarkan keringat.
Proses pelaksanaannya, orang yang akan betangas duduk di atas kursi kecil. Di hadapannya diletakkan periuk atau panci rebusan rempah-rempah tadi. Kemudian masuk ke tikar pandan yang sudah digulung. Bagian atasnya ditutup dengan beberapa lapis kain. Kain ini berperan penting agar hasil betangas menjadi lebih maksimal.
Ketika penutup rempah dibuka, uap dari air rebusan dalam periuk pun keluar. Aroma wangi pun menyeruak hingga keluar tikar pandan. Di dalam gulungan tikar itu, kita mengaduk rempah menggunakan sendok yang terbuat dari kayu secara perlahan, sampai uap dalam periuk habis. Uap tersebut dipercaya baik untuk tubuh. Itulah kenapa harus menggunakan kain berlapis-lapis untuk menutupi tikar yang digulung. Tujuannya agar uapnya lebih banyak menempel di badan, dan keringat pun menjadi lebih wangi.
ADVERTISEMENT
Selain membuat tubuh menjadi wangi. Tradisi ini juga berfungsi membuang racun di dalam tubuh. Masih dengan tujuan tersebut, pakaian yang kenakan selama bertangas sebaiknya satu baju dan satu celana saja.
Saat melakukan betangas, Bupati, ditemani oleh Wakil Bupati, H Effendi Ahmad, dan Kapolres Kayong Utara, AKBP Asep I Rosadi.
Ditemui usai betangas, Kapolres mengaku baru pertama kali melakukan kegiatan betangas. Dia merasakan, badannya menjadi segar, begitu juga udara yang keluar dari hidung segar. “Rasa plong dan ini benar-benar membuat saya lebih segar. Terima kasih telah memperkenalkan budaya betangas ini,” jelas Kapolres.
---
kumparanDerma membuka campaign crowdfunding untuk bantu pencegahan penyebaran coronavirus. Yuk, bantu donasi sekarang!