Ini Pengakuan Gadis SMA yang Memaki Gubernur kepada KPPAD Kalbar

Konten Media Partner
13 November 2020 15:34 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua KPPAD Kalbar, Eka Nurhayati. Foto: Teri/Hi!Pontianak
zoom-in-whitePerbesar
Ketua KPPAD Kalbar, Eka Nurhayati. Foto: Teri/Hi!Pontianak
ADVERTISEMENT
Ini Pengakuan Gadis SMA yang Memaki Gubernur kepada KPPAD Kalbar
ADVERTISEMENT
Hi!Pontianak - Seorang pelajar yang memaki Gubernur, saat melakukan aksi demo tolak Omnibus Law pada Selasa, 10 November 2020, di halaman Kantor Gubernur Kalbar, mengaku sudah beberapa kali mengikuti aksi unjuk rasa.
Pengakuan itu ia sampaikan kepada Ketua Komisi Perlindungan dan Pengawasan Anak Daerah (KPPAD) Kalbar, Eka Nurhayati.
Eka mengungkapkan, pelajar yang berinisial PD tersebut merupakan warga asal Balai Bekuak, Kabupaten Ketapang, Kalbar. Ia kini masih duduk di bangku kelas 2 sebuah SMA di Kubu Raya, Kalbar.
Kepada Eka, PD mengaku, mengikuti aksi demo karena dorongan rasa keingintahuannya, dan menyampaikan aspirasi, hingga akhirnya PD bergabung dengan salah satu kelompok mahasiswa.
“Dari penjelasan anak ini, dia mengikuti dari awal, karena rasa ingin tau, mencari berita itu, dan bergabunglah dengan salah satu solidaritas, pada aksi 8 Oktober 2020. Mulai dari situ, atas pengakuannya sendiri, ternyata mahasiswa tidak tahu kalau dia seorang pelajar. Baru diketahui (ia seorang pelajar) pada aksi demo tanggal 28 Oktober 2020. Dia mengakui sudah beberapa kali mengikuti demo,” papar Eka.
ADVERTISEMENT
Eka mengatakan, makian tersebut murni dari diri sendiri, karena PD kesal dengan Gubernur Kalbar yang tak kunjung menemui para pendemo.
“Kata-katanya (makian) murni dari diri sendiri, karena kesal. Tidak ada yang mengarahkan. Saat saya tanya, mengerti tidak Omnibus Law, dia ngerti. Malah dia cerdas, dipaparkannya, dijelaskannya. Dia bilang (tahu dari) baca-baca,” ungkapnya.
Pihaknya hingga saat ini terus melalukan pendampingan dalam kasus tersebut. Eka mengatakan, anak tersebut walau pun berhadapan dengan hukum, tetap menjadi korban.
“Yang namanya anak berhadapan dengan hukum, dia tetap korban. Mau dia dikatakan pelaku, dia tetap korban. Korban dari keadaan lingkungan, korban dari ketidaktahuan, atau kepedulian kita, dari masyarakat dewasa,” ucapnya.
ADVERTISEMENT
Eka berharap agar kasus ini tidak terjadi lagi di kemudian hari. “Paling tidak ini menjadi pelajaran kita. Saat menyampaikan aspirasi check and recheck dilakukan, sebelum melakukan aksi demo. Mungkin anak-anak (mahasiswa) belum mengetahui anak ini pelajar,” imbuhnya.