JPK Pontianak Ajak Jurnalis Suarakan Isu Perempuan

Konten Media Partner
14 Februari 2020 19:50 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Workshop yang digelar Jurnalis Perempuan Khatulistiwa (JPK) Pontianak, Jumat (14/2). Foto: Lydia Salsabilla/Hi!Pontianak
zoom-in-whitePerbesar
Workshop yang digelar Jurnalis Perempuan Khatulistiwa (JPK) Pontianak, Jumat (14/2). Foto: Lydia Salsabilla/Hi!Pontianak
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Hi!Pontianak - Jurnalis Perempuan Khatulistiwa (JPK) Pontianak mengadakan Workshop Perempuan dan Peran Media, Jumat (14/2). Kegiatan yang bertujuan agar media mampu mengangkat isu-isu tentang perempuan menjadi berita populer ini juga dihadiri beberapa aktivis perempuan dan jurnalis.
ADVERTISEMENT
CEO HI Pontianak, Leo Prima mengatakan, perspektif media terkait isu-isu perempuan cenderung mengedepankan tentang kekerasan serta sering terjadi kesenjangan.
“Fungsi media massa adalah untuk memberikan informasi kepada masyarakat. Namun, perempuan cenderung masih digunakan sebagai objek dalam media,” kata Leo yang juga Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Tanjungpura itu.
Menurutnya, paradigma media masih menganggap isu terkait laki-laki masih penting. Padahal kaum perempuan justru lebih banyak isu yang bisa diangkat. “Sebanyak 60 persen pengguna media sosial adalah perempuan. Mereka mengakses sosmed secara impulsif maupun kompulsif,” lanjutnya.
Workshop juga dihadiri beberapa aktivis perempuan dan jurnalis. Foto: Lydia Salsabilla/Hi!Pontianak
Sementar itu, Ketua JPK Pontianak, Aseanty Widaningsih Pahlevi juga memaparkan, perempuan masih dianggap lemah, tidak mandiri, emosi yang meledak, pemarah, rambut harus panjang, bibir merah, dianggap sebagai pengasuh dan orang yang membesarkan anak, selalu diidentifikasi pada ranah rumah tangga. Pada posisi yang berbeda, hierarki gender menempatkan laki-laki sebagai gender perkasa, selalu menang, bertanggung jawab. Kontruksi gender dalam konteks patriarki membuat perempuan sulit untuk mengubah “takdirnya”.
ADVERTISEMENT
Stereotip yang melekat pada perempuan dan hierarki gender itulah akhirnya menimbulkan persoalan baru yang terjadi pada masyarakat. Sehingga melestarikan kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan dan industri media.
“Isu perempuan sudah menjadi isu global, bagaimana seharusnya hal ini mendapat perhatian penting. Tugas jurnalis adalah harus bisa mengemas isu ini menjadi isu populer,” katanya Levi, sapaan akrabnya.
Workshop Perempuan dan Peran Media. Foto: Lydia Salsabilla/Hi!Pontianak
Usai kegiatan, Ketua Panitia Workshop Perempuan dan Peran Media, Wati Susilawati berharap, media dapat memiliki kekuatan untuk melanggengkan beragam pandangan dan berupaya mendorong media agar menjadi lebih berkualitas dan sensitif gender, terutama perempuan. Dikatakannya, saat ini media masih mengutamakan pemberitaan sensasional.
“Maka dengan adanya workshop ini media dianggap menjadi alat yang efektif untuk menyuarakan persoalan gender dan perlindungan perempuan,” tutupnya.
ADVERTISEMENT