Kalbar Antisipasi Dampak Bencana di Lahan Gambut

Konten Media Partner
16 September 2022 14:06 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Workshop Identifikasi Isu Strategis dan Kesiapan Data Pengelolaan Ekosistem Gambut dalam Rangka Penyusunan RPPEG Provinsi Kalbar. Foto: Dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Workshop Identifikasi Isu Strategis dan Kesiapan Data Pengelolaan Ekosistem Gambut dalam Rangka Penyusunan RPPEG Provinsi Kalbar. Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
Hi!Pontianak - Kalimantan Barat memiliki tanah gambut yang cukup luas. Ketika musim panas kerap kali terjadi kebakaran hutan dan lahan sedangkan ketika musim hujan Kalbar juga sering dilanda banjir.
ADVERTISEMENT
Untuk mengantisipasi dampak bencana di lahan gambut di Kalbar tersebut, DLHK Kalbar bersama ICRAF Indonesia menggelar lokakarya workshop terkait identifikasi isu strategis dan kesiapan data pengelolaan ekosistem gambut dalam rangka penyusunan RPPEG Provinsi Kalbar, pada Jumat, 16 September 2022.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kalimantan Barat, Adi Yani, menyebutkan Kalbar memiliki areal gambut yang luas, yakni berkisar 1,6 juta hektare. Dengan luasnya areal gambut ini, Kalbar sering terjadi bencana karhutla hingga banjir. Oleh sebab itu diperlukan adanya perbaikan atau restorasi.
“Restorasi ini sudah kita lakukan dengan kerja sama dengan badan restorasi gambut, dan mangrove dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Namun hal itu tidak cukup kalau kita tidak punya landasan hukum yang bisa kita kedepankan bagaimana mengatur strategi untuk pengelolaannya,” terangnya.
ADVERTISEMENT
Untuk mengatur masalah tersebut, pihaknya harus memiliki strategi pengelolaan gambut yang baik, salah satunya dengan memiliki dokumen RPPEG rencana pengelolaan sistem gambut di wilayah Kalbar.
“Di dalam dokumen itu ada beberapa peta yang harus dicantumkan bisa kita mengetahui di mana area-area yang perlu kita lakukan, pengelolaan dengan serius karena areal gambut di Kalbar terbatas walaupun sangat luas karena dengan adanya kegiatan-kegiatan yang dilakukan di areal gambut itu perlu adanya isu strategis yang kita angkat,” ungkapnya.
Yang menjadi sorotan dalam permasalahan ini seperti terkait ekonomi masyarakat, bagaimana pemerintah melihat perekonomian warga di wilayah gambut. Selanjutnya nilai sosialnya apakah areal yang dikelola oleh masyarakat itu sudah dilakukan sesuai dengan kaidah gambut.
Dan yang terakhir adalah ekologinya. Bagaimana mengantisipasi agar tidak terjadi karhutla dan bagaimana cara menangani karhutla. Perlu tata kelola yang baik di dalam dokumen.
ADVERTISEMENT
“Dalam tim ini pelaku usaha harus kita libatkan salah satunya asosiasi, Gapki, kita libatkan. Pemanfaatan lahan untuk kegiatan usahanya itu, di Kalbar ini ada beberapa kegiatan besar, satu perusahaan perkebunan sawit, di Kalbar ini ada 3,2 juta hektare, izinnya sebanyak 368 belum lagi izin tambang,” ucapnya.
Perusahaan juga punya tanggung jawab, kata Adi Yani mereka harus membuat bagaimana pengelolaan lahan gambut di tempatnya. Mereka juga harus membuat dokumen untuk melihat berapa topografi gambut di areal mereka.
“Mereka harus melakukan pengukuran tinggi muka air gambut, bagaimana kerja sama masyarakat di areal gambut, dan Perda Nomor 6 tahun 2018 tentang pengelolaan usaha berbasis lahan berkelanjutan,” lanjutnya.
Sementara itu, Koordinator Program Peat-Impacts Indonesia, Feri Johana, mengungkapkan untuk menyusun strategi program kegiatan tentunya harus ada cara terstruktur, salah satunya adalah pokja untuk menyusun identifikasi atau menampung aspirasi keseluruhan masyarakat yang ada di Kalbar terkait pengelolaan gambut.
ADVERTISEMENT
“Di situ dielaborasi sedalam mungkin, siapa pun berhak menyampaikan masalah apa yang bisa dihadapi. Dari daftar panjang ini ada hal-hal seperti prioritas, tapi sebenarnya masalah-masalah mana yang mungkin relevan dan mungkin bisa dicari solusi secepat mungkin, itu dikenal dengan penentuan isu prioritas,” paparnya.
Perusahaan juga diminta pendapatnya untuk fungsi ekosistem lindung sehingga busa menjadi bahan komitmen bersama. Prosesnya, kata Feri, nanti dapat dilakukan FGD.
“Isu itu ada tiga komponen terkait dengan sosial, aspek ekonomi dan ekologi. Jadi nanti isu-isu akan dikelompokkan berdasarkan isu kelompok tadi agar peserta lebih mudah berdiskusi,” tukasnya.