Kaoem Telapak Inisiasi FGD Sikapi Proposal Uji Tuntas Uni Eropa soal Sawit

Konten Media Partner
11 Mei 2022 20:13 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kaoem Telapak gelar FGD di Kabupaten Sekadau. Foto: Dina Mariana/Hi!Pontianak
zoom-in-whitePerbesar
Kaoem Telapak gelar FGD di Kabupaten Sekadau. Foto: Dina Mariana/Hi!Pontianak
ADVERTISEMENT
Hi!Sekadau - Kaoem Telapak menginisiasi focus group discussion (FGD) terkait rencana terbitnya EU Due Diligence Regulation (EUDDR) atau Peraturan Uji Tuntas Uni Eropa. Aturan tersebut mengatur tentang penyediaan di pasar Uni Eropa serta ekspor dari Uni Eropa untuk komoditas dan produk tertentu terkait deforestasi dan degradasi hutan.
ADVERTISEMENT
"Tujuan dilaksanakan FGD ini adalah salah satu upaya inisiatif dari kami untuk melakukan sosialisasi terkait rencana bakal terbitnya peraturan di Uni Eropa menyangkut komoditi yang bebas deforestasi dan degradasi hutan," kata Andre Barahamin, Senior Forest Kaoem Telapak kepada wartawan, Rabu, 11 Mei 2022.
"Karena kami melihat dari enam komoditi yang diatur, empat di antaranya (kelapa sawit, kayu, kopi dan kakao) merupakan komoditi yang dieskpor oleh para petani Indonesia ke Uni Eropa," timpalnya.
FGD yang dilakukan secara langsung di tingkat kabupaten ini diharapkan bisa menggalang masukan serta mengetahui apa saja harapan dan tantangan yang dihadapi para petani, khususnya petani kelapa sawit. Apalagi, regulasi uji tuntas di Uni Eropa tersebut kini masih berlangsung.
ADVERTISEMENT
"Kami melihat masih ada peluang untuk memberi masukan kepada Uni Eropa terkait posisi petani di Indonesia sebagai salah satu produsen komoditi kelapa sawit," ujarnya.
Alasan dilakukan FGD di Kalbar, khususnya Kabupaten Sekadau karena pihak Kaoem Telapak melihat data ekspor ke Uni Eropa terhadap empat komoditi itu cukup signifikan. Kaoem Telapak menyakini lokasi-lokasi di provinsi-provinsi yang secara volume ekspor sangat signifikan itu menjadi target prioritas dilaksanakannya FGD tersebut. Selain Kabupaten Sekadau, Sanggau juga dilibatkan dalam FGD tersebut.
"Kami pikir lokasi-lokai ini jadi target prioritas kami untuk sosialisi tahap awal sekaligus pengumpulan masukan di putaran pertama. Sehingga mereka yang akan terdampak dari kebijakan ini mengetahui bahwa ada konsekuensi lanjutan yang akan diterima para petani di sektor hulu," jelas Andre.
ADVERTISEMENT

SPKS Dorong Pemerintah Segera Ambil Sikap

Ketua Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) Kabupaten Sekadau, Bernadus Mohtar mengaku keberatan dengan adanya rencana kebijakan yang akan dikeluarkan Uni Eropa. Apalagi, dalam regulasi tersebut akan mengatur luasan lahan kelapa sawit petani hanya 1,5 hektare.
Ketua SPKS Kabupaten Sekadau, Bernadus Mohtar. Foto: Dina Mariana/Hi!Pontianak
"Kalau kita di petani sawit 1,5 hektare tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Nah, perlu diketahui bahwa tanaman sawit ini berbeda dengan tanaman lainnya yang mereka bandingkan di Eropa. Kalau tanaman lain 1,5 hektare sudah cukup banyak tapi kalau sawit dengan luasan itu cuma beberapa pokok sawit saja," jelasnya.
Selain itu yang menjadi fokus perhatian SPKS terhadap rencana kebijakan Uni Eropa itu adalah membatasi batas tanam. Kebijakan itu dirasa akan memberatkan para petani kelapa sawit.
ADVERTISEMENT
Sementara petani sawit di Indonesia kurang lebih 16 juta KK. Di Sekadau, mayoritas penduduknya adalah petani kelapa sawit, yakni mencapai 13.000 KK.
"Petani swadaya di Sekadau mencapai 37.000 hektare. Ini kan cukup banyak, belum lagi petani plasma, petani kemitraan," beber Mohtar.
Pihaknya berharap pemerintah Indonesia mengambil sikap terkait rencana kebijakan tersebut. Ia berharap, jika nantinya aturan tersebut diterapkan ada alternatif lain untuk mengakomodir para petani kelapa sawit di Indonesia.
"Kalau aturan ini betul-betul diberlakukan maka kewalahan lagi kita. Kita ingin pemerintah Indonesia mengambil kebijakan dalam menyikapi masalah ini," ucapnya.

Petani Kelapa Sawit Harap Tak Ada Diskriminasi

Salah seorang petani kelapa sawit, Muhamdi berharap, jika nantinya aturan tersebut diberlakukan oleh Uni Eropa tidak ada diskriminasi. Apalagi jika aturan tersebut diberlakukan maka akan merugikan para petani kecil, seperti petani swadaya.
Petani sawit di Sekadau, Muhamdi. Foto: Dina Mariana/Hi!Pontianak
"Contoh ada pembatasan luas lahan petani mandiri yang dibatasi 1,5 hektare," ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Jika diberlakukan, kata dia, aturan tersebut mau tidak mau harus diikuti para petani. Dengan demikian para petani harus siap dalam artian meningkatkan kualitas hasil pertanian sawitnya. "Standar harus jelas, misalnya bibit unggul," ujar Muhamdi.
Muhamdi yang juga Ketua Paguyuban Jawa Kalimantan Barat (PJKB) Kabupaten Sekadau itu berharap para pemangku kebijakan maupun lembaga-lembaga lainnya bisa memberikan pendampingan kepada para petani sehingga para petani bisa meningkatkan produktivitasnya.
"Aturan di Uni Eropa ini kan tidak mungkin ditolak. Maka petani mau tidak mau harus siap dengan aturan itu. Tanah petani harus sertifikasi yang jelas, bibit harus sertifikasi, petani harus berkelompok. Kelompok-kelompok tani itu harus dibina oleh pemerintah, KUD misalnya," papar Muhamdi.
Terlebih ia merasa pembinaan terhadap kelompok tani di Kabupaten Sekadau masih sangat kurang. Para kelompok tani berjalan sendiri, seperti untuk bisa mendapatkan pupuk subsidi.
ADVERTISEMENT
"Sementara pupuk subsidi kan sulit didapat. Untuk meningkatkan kualitas, pupuk harus tersedia sedangkan harga pupuk mahal, langka. Pendampingan dari Dinas terkait agak kurang," ucapnya.
Ia berharap, Pemkab Sekadau dan PPL di desa bisa lebih proaktif terhadap masalah-masalah yang dihadapi para petani, seperti bibit sawit. Menurutnya, tidak mungkin bisa menghasilkan produksi yang maksimal tanpa bibit sawit unggul.
"Nah, mestinya para PPL, Pemda, LSM-LSM yang fokus di situ bisa memberikan pendampingan. Masalah lainnya adalah produksi pertanian juga memerlukan biaya besar, maka pemerintah harus ada sentuhan-sentuhan misalnya dengan adanya kredit usaha tani yang bunganya rendah," tuturnya.
Selain itu, kata Muhamdi, sertifikasi lahan juga perlu dilakukan para petani swadaya. Ia mengatakan, kadang-kadang para petani tidak mampu mengikuti aturan yang ada.
ADVERTISEMENT
"Ujung-ujungnya kalau itu (lahan) bersengketa pabrik tidak mau menerima. Maka perlu diberikan kesadaran, salah satunya dengan lebih intensif untuk memberikan penyuluhan dan pembinaan terhadap kelompok tani," pungkasnya.