Kata Sosiolog Untan soal Konsep New Normal di Warkop Pontianak

Konten Media Partner
9 Juni 2020 14:10 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Aktivitas di warung kopi Asiang. Foto diambil sebelum pandemi COVID-19. Foto: Teri/Hi!Pontianak
zoom-in-whitePerbesar
Aktivitas di warung kopi Asiang. Foto diambil sebelum pandemi COVID-19. Foto: Teri/Hi!Pontianak
ADVERTISEMENT
Hi!Pontianak - Sejak mewabahnya pandemi COVID-19 atau corona virus di wilayah Pontianak, Kalimantan Barat, sejumlah warung kopi terpaksa harus menutup gerainya untuk memutus penyebaran COVID-19.
ADVERTISEMENT
Namun tak sedikit pula warung kopi yang tetap buka dengan menyajikan layanan take away atau pesan antar.
Ternyata upaya tersebut, menurut para pemilik warung kopi, mereka tetap mengalami penurunan pemasukan, karena masyarakat Pontianak memiliki budaya nongkrong atau ngopi di tempat.
Sejak ditutupnya warung kopi tersebut, budaya ngopi atau nongkrong sudah tak terlihat, karena pemerintah juga melarang aktivitas yang melibatkan kerumunan atau keramaian.
Padahal, mobilitas di warung kopi di Pontianak cukup tinggi, berbagai macam masyarakat dari setiap golongan melakukan dealing bisnis ataupun aktivitias lainnya di warung kopi.
Aktivitas di warung kopi Winny. Foto diambil sebelum pandemi COVID-19. Foto: Teri/Hi!Pontianak
Setelah wacana penerapan new normal di Pontianak disosialisasikan, pemerintah mengizinkan kembali kepada pemilik warung kopi untuk dapat melayani minum di tempat, namun tetap menerapkan protokol kesehatan, hingga saat itu warung kopi di Pontianak perlahan mulai ramai kembali.
ADVERTISEMENT
Sosiolog Universitas Tanjungpura Pontianak, Viza Julian, mengatakan, adanya pandemi COVID-19 di Pontianak ini, tentunya tak meredupkan niat masyarakat Pontianak untuk tetap melakukan budaya nongkrong atau ngopi di warung kopi, walaupun masih dalam keadaan pandemi.
"Dalam kasus di Pontianak, distribusi berita secara tidak berimbang melalui kanal media sosial para pejabat, berdampak pada pemahaman yang menyesatkan, dimana masyarakat akan segera mengira kondisi sudah membaik, padahal semua indikator menunjukkan pandemi ini bahkan belum sampai ke puncaknya. Akibatnya, budaya dan tatanan masyarakat Pontianak dalam hal ini untuk kembali berkumpul di warkop tanpa protokol kesehatan akan segera kembali," jelasnya kepada Hi!Pontianak, Selasa (9/6).
Warung Kopi Sukahati Pontianak. Foto: Teri/Hi!Pontianak
Viza melanjutkan, new normal bagi kebanyakan orang adalah 'kembali pada kenormalan lama', hal tersebut dapat dilihat dari masih adanya masyarakat Pontianak yang tidak menaati protokol kesehatan saat melakukan aktivitas di luar rumah.
ADVERTISEMENT
"Sangat kecil (kemungkinan) masyarakat meninggalkan warkop. Jangankan meninggalkan, ke warung kopi dengan protokol kesehatan aja tidak mungkin dilakukan. Dalam 2 atau 3 minggu lagi masyarakat akan kembali ke warung kopi seperti biasa, kecuali jika terjadi lonjakan masif angka infeksi yang diumumkan," paparnya.
Masih banyaknya masyarakat yang tidak mengindahkan protokol kesehatan di warung kopi, dan tidak tegasnya pemilik warung kopi, menurut Viza, karena tidak adanya sanksi jelas yang diberikan oleh pemerintah.
"Sanksinya belum jelas, kalau liat track record sebelumnya, hampir tidak mungkin akan ada sanksi berarti walau terjadi pelanggaran. Saat physical distancing diterapkan aja kita hanya kasi himbauan, tanpa sanksi lebih keras. Apalagi jika kondisi pelonggaran New Normal diberlakukan, aturan hukum pun belum jelas mengatur ini," ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Viza melanjutkan, tatanan baru hanya bisa dipatuhi jika ada kepastian hukum dan penegaknya. Menurutnya, new normal dengan protokol yang bersifat terlalu general dan tidak detail saat ini, tentunya memberi ruang untuk terjadinya pelanggaran.
"Dan pada saat pelanggaran itu terjadi, namun tidak ada sanksi yang jelas dan konsisten, maka tatanan baru tidak akan dipatuhi," pungkasnya.