Komnas HAM Jadi Saksi Ahli Sidang Kasus Karhutla Peladang di Sintang

Konten Media Partner
5 Februari 2020 20:43 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wakil Ketua Komnas HAM RI, Sandrayati Moniaga memberikan keteranganya dalam sidang lanjutan kasus karhutla dengan terdakwa 6 orang peladang Sintang. Foto: Yusrizal/Hi!Pontianak
zoom-in-whitePerbesar
Wakil Ketua Komnas HAM RI, Sandrayati Moniaga memberikan keteranganya dalam sidang lanjutan kasus karhutla dengan terdakwa 6 orang peladang Sintang. Foto: Yusrizal/Hi!Pontianak
ADVERTISEMENT
Hi!Pontianak - Pengadilan Negeri Sintang kembali menggelar sidang kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla) dengan terdakwa 6 peladang, Rabu (5/2).
ADVERTISEMENT
Sidang dengan agenda pemeriksaan saksi, menghadirikan saksi ahli dari kuasa hukum terdakwa, yakni Wakil Ketua Komnas HAM RI, Sandrayati Moniaga. “Beliau dimintai keterangannya sesuai tupoksinya terkait HAM,” kata Glorio Senen, kuasa hukum terdakwa pada wartawan di Pengadilan Negeri Sintang, Rabu sore (5/2).
Ia mengatakan, dihadirkan saksi ahli tersebut untuk mengetahui maksud yang tertuang dalam pasal 69 ayat 2 Undang-undang 32 tahun 2009 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup. Kemudian, korelasinya dengan penghormatan atas hak asasi yang dimiliki masyarakat peladang.
Dalam persidangan tersebut, kata Glorio Senen, Wakil Ketua Komnas HAM RI menyatakan bahwa berladang merupakan hak asasi yang secara eksplisit disebutkan dalam Pasal 69 Ayat 2 Undang-undang 32 tahun 2009 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup.
Glorio Senen, Kuasa Hukum Terdakwa. Foto: Yusrizal/Hi!Pontianak
“Dalam Undang-undang tersebut, membakar diperbolehkan sepanjang tidak lebih dari 2 hektar. Kemudian yang ditanam adalah varietes lokal,” ucapnya.
ADVERTISEMENT
Selain itu, saksi ahli juga mengatakan bahwa berladang merupakan pengetahuan lokal masyarakat masyarakat yang berkontribusi terhadap kelestarian lingkungan hidup. “Keterangan ini memiliki keterkaitan dengan ahli sebelumnya yang menyampaikan bahwa, ketika pergi ke Kalbar, kita bisa menikmati buah lokal yang dihasilkan dari eks ladang yang ditanam,” ungkapnya.
Wakil Ketua Komnas HAM RI, Sandrayati Moniaga menjelaskan, bahwa kehadirannya di PN Sintang untuk memberikan penjelasan tentang hak masyarakat adat yang berhubungan dengan pembakaran lahan.
“Berdasarkan bahan yang ada, saya menduga terdakwa adalah anggota masyarakat adat. Dengan asumsi itu, mereka punya hak-hak khusus dalam konsep hak asasi manusia. Dalam Pasal 6 ayat 1 Undang-undang 39 tahun 1999 tentang HAM, masyarakat adat punya hak khusus dan perlu diperlakukan khusus,” jelasnya.
ADVERTISEMENT
Ia menegaskan, dalam konsep HAM kewajiban utama diemban oleh negara, yakni kewajiban penghormatan, perlindungan dan pemenuhan. “Nah, dalam kasus ini, pembakaran lahan yang dilakukan terdakwa tidak bisa dilihat sebagai tindakan yang berdiri sendiri. Namun, harus dilihat sebagai rangkaian dalam sistem perladangan,” tutur Sandrayati Moniaga.
Suasana persidangan kasus karhutla dengan agenda pemeriksaan saksi PN Sintang, Rabu (5/2). Foto: Yusrizal/Hi!Pontianak
“Pembakaran yang merupakan bagian dari sistem perladangan pada umumnya punya nilai kearifan lokal serta mengatur berbagai hal termasuk varietas lokal, sekat bakar maupun luasannya. Dari situ, mereka dilindungi dalam Undang-undang 32 tahun 2009 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup Pasal 69 ayat 2,” sambungnya.
Kedua, mereka juga diakui dalam Undang-undang HAM. Bahwa sebagai masyarakat adat, mereka diakui hak-haknya secara khusus.
“Apa itu hak khusus? Selain hak berladang, ada juga hak ekonomi mereka. Hak atas pangan bukan berarti mereka tidak makan Raskin atau lainnya. Tapi, mereka berhak makan makanan yang mereka, yakni sehat dan baik menurut adat mereka, yang lainnya hak kebudaayaan. Ini yang paling membedakan mereka dengan masyarakat lainnya. Bahwa masyarakat adat punya hak untuk melestarikan budaya yang diakui dalam beberapa peraturan perundang-undangan,” pungkasnya.
ADVERTISEMENT