Lena yang Tinggal di Gubuk: Sedih Disebut Pura-pura Miskin

Konten Media Partner
14 Oktober 2019 16:19 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Lena masih mendapat perawatan di RS Bhayangkara Pontianak. Foto: Teri/Hi!Pontianak
zoom-in-whitePerbesar
Lena masih mendapat perawatan di RS Bhayangkara Pontianak. Foto: Teri/Hi!Pontianak
ADVERTISEMENT
Hi!Pontianak - Lena membantah kemiskinan dirinya disebutkan sebagai 'settingan', sebagai upaya mencari bantuan. Ibu dari 4 anak ini mengetahui hal tersebut dari relawan yang menunjukkan video komentar warga yang menceritakan dirinya.
ADVERTISEMENT
Lena yang tunaaksara ini, bahkan terlihat sedih, saat melihat video tersebut. "Siapa yang mau hidup kayak gini. Menyiksa diri sendiri, nyiksa anak sendiri. Jangankan untuk makan, untuk BAB jak susah. Terpaksa harus numpang (ke rumah tetangga). Waktu saya sakit, mau keluar rumah sudah ndak mampu. Apakah orang bisa settingan macam itu," kata Lena saat ditemui wartawan di Rumah Sakit Bhayangkara, Senin (14/10).
Saat ditemui wartawan di rumah sakit tersebut, Lena juga didampingi oleh sejumlah relawan dan donatur yang bersimpati kepadanya. Lena membantah tuduhan yang beredar, mulai dari keluarganya yang memiliki beberapa sepeda motor, hingga disebut sering menyiksa anaknya, dan memaksa anaknya berjualan.
"Kendaraan memang ada. Motor Honda Beat yang sudah tidak layak lagi, itu sisa orang tabrakan, disuruh orang perbaiki, disuruh pakai. Dulunya juga suami saya memang pakai motor besar (Honda CBR). Dulunya dia memang kredit motor, karena tidak mampu dan tidak ada kerjaan, jadi dialihkanlah sama orang. Terus motor (Yamaha) King itu punya kawan," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Lena mengaku tak pernah memaksa anaknya untuk berjualan. "Ndak ada, ndak pernah. Karena kondisi saya sakit seminggu ini, anak berjualan. Kalau kondisi saya bagus (sehat), saya bantu jualan. Anak saya inisiatif. Disuruh siapa saja dia mau. Misalnya nih, tetangga ada acara, dia langsung pergi bantu. Tak pernah disuruh. Memang kemauan dia sendiri," katanya.
Lena membantah jika disebut ia kerap memaksa anak-anaknya bekerja. Foto: Teri/Hi!Pontianak
Je (15), anak pertama Lena, mengatakan, ia berjualan karena keinginan sendiri, karena melihat kondisi perekonomian keluarganya yang sedang lemah. "Ndak ada dipaksa. Kita mau sendiri bantu orang tua. Udah lama dah bantu, karena kondisi susah. Biasa jualan tahu, ubi, pakis. Kalau tahu, tuh ambil di gudang. Pakis ambil di belakang rumah," kata Je, kepada wartawan.
Saat berjualan tahu, Jeki juga mengaku hasil penjualan tahu pernah dirampas oleh orang. "3 kali dah (hasil jualan tahun) kena rampas orang. Gara-gara kena rampas orang, bosnya ndak percaya ndak mau kasih jual lagi. Dirampasnya diambil langsung, ada Rp 300 ribu," katanya.
ADVERTISEMENT
Je (anak pertama Lena) dan El (anak kedua) membantah tuduhan bahwa mereka kerap kali dipukul dan dimarahi oleh ayahnya. "Bapak ndak pernah sama sekali mukul," kata Je dan dibenarkan oleh El.
Terkait sepeda yang pernah diberikan pemerintah, Lena mengaku ia terpaksa menjualnya. Uang hasil penjualan sepeda tersebut ia gunakan untuk mengobati anak bungsunya, yang sedang sakit dan membutuhkan biaya.
"Bukan digadai sepeda tuh. Anak saya yang kecil kena muntaber. Perutnya kembung. Bapaknya cari duit, belum balik. Saya liat anak saya nangis terus, jadi saya jual seharga 200 ribu," papar Lena.
"Iya, dijual karena untuk bantu adek sakit. Memang ndak ada uang benar dah mau bantu adek. Jadi dijual lah untuk pengobatan adek. Dijual Rp 200 ribu," sambung El.
ADVERTISEMENT
Lina membenarkan, dulu keluarganya pernah mendapat bantuan dari pemerintah. "Saya dulu pernah dapat Program Keluarga Harapan (PKH), bedah rumah, Indonesia Pintar. Sudah pernah dapat. Indonesia pintarkan setahun sekali, kalau PKH kan 3 bulan sekali. Terakhir dapat bulan 10, itu dapat Rp 900 ribu lebih. Dibayarkan tanah cicilan itu, Rp 500 ribu," jelasnya.
"Waktu dapat bantuan bedah rumah itu, saya di tanah milik orang. Pas orangnya kena musibah, dijualnya tanah itu. Saya pindah ke rumah mertua. Lalu, rumah mertua dijualnya (oleh mertua), karena untuk bayar utang bank, laku Rp 45 juta. Rp 12 juta bayar ke bank, sisanya untuk pengobatan orang tua yang sakit strok," ungkapnya.
Amiyati memberi penjelasan terkait kondisi keluarga Lena. Foto: Teri/Hi!Pontianak
Amiyati, tetangga sebelah rumah keluarga Lena di Gg. Swadaya, Pontianak Utara, membenarkan bahwa rumah mertuanya dijual oleh orang tuanya sendiri. "Memang dijual sama mertuanya sendiri rumah itu," katanya.
ADVERTISEMENT
Menanggapi berita yang menyebutkan Lena berpura-pura miskin, untuk mencari bantuan, Amiyati membantah hal tersebut. "Kalau memang dia kaya, kenapa pula tahan hidup di gubuk kayak gitu. Saya pun ndak mau. Saya yang menetap dulu di situ, sudah 25 tahun. Sampingan (sebelahan) rumahnya. Kan Bu Lena kalau belanja ke tempat saya, jadi saya tahu," paparnya.
Amiyati juga mengatakan, selama keluarga Lena pindah ke sebelah rumahnya, ia tak pernah melihat Lena dan suaminya menyiksa dan memaksa anak mereka berjualan.
"Saya belum pernah pula tuh dengar anak ini nangis dipukul. Ndak ada pula dipaksa berjualan. Sebenarnya, anak inikan jualan cari duit untuk jajan dia. Dia berdua ini suka jajan. Kalau dah habis jualan tahu, jajannya kan di tempat saya. Lena itu jarang keluar. Paling keluar, ke warung tempat saya. Kalau ndak ke pasar, atau tempat mamanya," bebernya.
ADVERTISEMENT