Melihat Kampung Wisata Membatik di Singkawang, Kalimantan Barat

Konten Media Partner
2 Oktober 2019 11:52 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sejumlah warga Singkawang, Kalbar, sedang membatik. Foto: Dok Hi!Pontianak
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah warga Singkawang, Kalbar, sedang membatik. Foto: Dok Hi!Pontianak
ADVERTISEMENT
Hi!Pontianak - Kota Singkawang, Kalimantan Barat, memiliki wisata Kampung Membatik atau Kampung Ragam Corak Singkawang yang tersebar di tiga wilayah, yaitu Nyarumkop, Sedau, dan Cisadane. Penggagasnya adalah Priska.
ADVERTISEMENT
Priska merasa budaya membatik harus dilestarikan. Selain itu, hadirnya Kampung Ragam Corak Singkawang juga bisa menjadi alternatif mata pencaharian masyarakat Kota Singkawang.
Priska menjelaskan edukasi pengenalan batik di tiga daerah tersebut merupakan salah satu proses menggali potensi wilayah dengan motif atau ragam corak dengan adab masing-masing.
"Penciptaan ragam corak yang ada terjadi karena adanya kebiasaan lingkup sosial yang ada, bagaimana kehidupan mereka, mata pencaharian mereka selama ini. Jadi selain mengajarkan membatik saya juga mengedukasi mereka perihal batik," kata Priska kepada Hi!Pontianak, Rabu (2/10).
Kampung Ragam Corak Singkawang berdiri sejak Agustus 2019. Meski baru berjalan dua bulan, antusiasme masyarakat sangat tinggi. Bahkan, beberapa batik yang diproduksi tersebut sudah dipasarkan ke luar kota.
Di Singkawang terdapat tiga Kampung Membatik dan menjadi alternatif mata pencaharian bagi masyarakat setempat. Foto: Dok Hi!Pontianak
"Yang membatik tidak terpaut usia tetapi lebih ke pengangguran dan ibu-ibu rumah tangga yang tidak punya penghasilan lain. Target mereka selama 2 bulan 25 kain per wilayah untuk produksi pertama. Baru 2 bulan ini, pemasaran masih dari mulut ke mulut, exhibition pemerintahan kota dan galeri Kota Singkawang, Instagram, Facebook," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Awalnya untuk membangun kampung batik, Priska rela merogoh kantong sendiri. Kemudian, ia mendapatkan funding atau pendanaan dari Astra Internasional dalam program Satu Indonesia Award (Kampung Berseri Astra).
"Segala fasilitas yang diberikan untuk kelompok kampung wisata dan penjualan diputarkan kembali. Tidak hanya produksi yang diajarkan, tapi juga manajemen dan administrasi sistem mereka yang dibentuk," tutur Priska.
Di kampung tersebut, Priska membina masyarakat untuk dapat memproduksi batik cap dan batik tulis galeri. Harga batik yang diproduksi tersebut bervariasi.
"Batik binaan masih berupa batik cap dengan kisaran harga Rp 300-400 ribu per 2 meter. Batik tulis galeri dari harga Rp 300 ribu hingga jutaan rupiah, tergantung motif dan kerumitan motif," jelasnya.
Batik yang diproduksi bahkan sudah dipasarkan hingga ke luar Kota Singkawang. Foto: Dok Hi!Pontianak
Ada berbagai kendala yang dihadapi Priska dalam membina kampung tersebut. Kendala tersebut mulai dari sumber daya manusia (SDM) yang berubah-ubah hingga human error lainnya.
ADVERTISEMENT
"Keluar masuknya peserta yang belajar. Ternyata yang antusias anak-anak muda, ternyata mereka harus lanjut sekolah atau kuliah ke luar kota. Kemudian human error siapa lebih banyak bekerja dan lebih sedikit bekerja. Siapa yang rajin dan siapa yang malas dan akhirnya seleksi alam," bebernya.
Priska mengatakan tidak ada acara khusus dalam memperingati Hari Batik Nasional yang jatuh pada hari ini, Rabu (2/10). Pihaknya tengah bersiap mengikuti event Batik Shadow.
"Karena kami sedang persiapan pementasan Batik Shadow tanggal 26-27 Oktober dan pelelangan 75 karya pertama 3 penjuru dalam acara Classic to Millenial. Bukan tidak merayakan Hari batik Nasional 2 Oktober, tetapi kami lebih memaknainya sebagai peringatan tiada hari tanpa mengedukasi batik," tukas Priska. (hp8)
ADVERTISEMENT