Menengok Semangat Belajar-Mengajar di Tengah Gunungan Sampah

Konten Media Partner
31 Maret 2019 10:58 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Anak-anak yang tinggal di kawasan tempat pembuangan akhir sampah di Batulayang, Pontianak Utara, bermain di dekat tumpukan sampah. Foto: Teri Bulat
zoom-in-whitePerbesar
Anak-anak yang tinggal di kawasan tempat pembuangan akhir sampah di Batulayang, Pontianak Utara, bermain di dekat tumpukan sampah. Foto: Teri Bulat
ADVERTISEMENT
Hi!Pontianak - Terlahir dari keluarga marginal dan tinggal di pemukiman yang berdekatan dengan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Batulayang, Pontianak, Kalimantan Barat, nyatanya tidak mengurangi antusias anak-anak untuk belajar.
ADVERTISEMENT
Mereka terlihat semangat mengikuti kegiatan yang digelar oleh komunitas 'Aku Belajar', sebuah komunitas yang begerak di bidang pendidikan. Komunitas ini menjembatani mereka yang tak berkesempatan mengenyam pendidikan di bangku sekolah karena keterbatasan biaya.
"Suka belajar di sini. Kakak-kakaknya baik, dan dapat banyak teman. Biasa diajarin MTK (matematika), Bahasa Indonesia, nari-nari (menari)," kata Dewi, salah satu murid yang ikut di program 'Aku Belajar', Sabtu (30/3).
Sore itu, Dewi dan belasan teman-temannya terlihat antusiasi mengikuti persiapan Charity Night. Mereka akan tampil dalam drama musikal yang digelar pada 13 April mendatang.
Anak-anak yang tinggal di perkampungan pemulung di Batulayang berlatih menari untuk pertunjukan drama musikal. Foto: Teri Bulat
Mereka bermain, menari, sambil tertawa, mengikuti gerak para pengajar relawan 'Aku Belajar' yang memberi arahan gerak. Bau tak sedap dari gunungan sampah tidak menurunkan gairah mereka untuk berlatih dan belajar.
ADVERTISEMENT
"Kita ingin membantu, membuktikan, bahwa anak-anak termarginalkan, yang hidup di kawasan pembuangan sampah ini, sama seperti anak-anak yang lain," ungkap Rahmat Ilahi, Ketua Aku Belajar Pontianak, Sabtu (30/3).
'Aku Belajar' didirikan pada tahun 2011, diinisiasi oleh 12 mahasiswa asal berbagai daerah yang ingin melakukan gerakan sosial, seperti mengajar dan mendonasikan buku. Selama kurun waktu dua tahun, komunitas 'Aku Belajar' berusaha mengumpulkan bantuan dan donasi dari berbagai pihak demi terealisasinya niat baik untuk membantu pendidikan anak-anak yang kurang beruntung.
Hingga akhirnya, pada tahun 2013, mereka resmi menggunakan sebutan 'Aku Belajar' pada komunitas tersebut dan menjalankan program mengajar keliling.
Perjalanan serta pengalaman mengajar sejak tahun 2013 dinilai, namun sarat akan makna mendalam. Dimulai dari mendidik anak-anak yang tinggal di kawasan TPA Batulayang, lalu pindah ke Tambelan Sampit di bawah jembatan Tol Kapuas, selanjutnya ke Jalan Kom Yos Soedarso (TPI), hingga akhirnya kembali ke daerah TPA Batulayang.
ADVERTISEMENT
"Kita berpindah-pindah, kita selalu mencari permasalahan yang ada di lingkungan sosial, implementasi, respon, serta evaluasi," kata Rahmat.
Kini, komunitas 'Aku Belajar' memiliki 26 pengurus dan 12 relawan. Kegiatan belajar-mengajar keliling ini dilaksanakan setiap hari Sabtu dan Minggu, mulai pukul 15.00 hingga 17.00 WIB.
Hari Sabtu diisi dengan belajar ilmu pengetahuan dan hari Minggu diisi dengan kegiatan ekstrakurikuler.
Kegiatan belajar-mengajar tersebut biasa dilakukan di musala, di teras rumah warga, bahkan di depan tumpukan gunungan sampah.
Mulanya, para relawan berpencar dari rumah ke rumah warga untuk mendata anak-anak yang ingin ikut bergabung pada komunitas ini. Kegiatan mereka ternyata mendapat respons yang positif dari orangnya.
Anak-anak yang bergabung di komunitas tersebut sangat beragam. Tercatat lebih dari 60 anak yang mengikuti program ini. Beberapa dari mereka ada yang masih sekolah di TK, SD, SMP, bahkan ada yang putus sekolah.
ADVERTISEMENT
Tak sedikit dari orang tua anak-anak ini bekerja sebagai pemulung. Namun, semangat belajar anak-anak tersebut tak pernah padam. Mereka memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, walau beberapa terlihat malu-malu dan tidak percaya diri.
Budaya salam dan cium tangan menjadi kebiasaan anak-anak yang tinggal di kawasan Tempat Pembuangan Akhir Sampah di Batulayang, Pontianak Utara. Foto: Teri Bulat
"Progress-nya cukup baik. Contohnya begini, waktu di awal kami ke sini, anak-anaknya enggak ngerti Bahasa Indonesia. Mereka pakai Bahasa Madura, karena di sini mayoritas Madura. Akhirnya kami ajarin bahasa Indonesia yang baik, etika, dan sopan santun, seperti harus salam dan cium tangan kepada yang lebih tua. Seperti itu," ungkap Dayang Kintan, pengurus 'Aku Belajar'. (hp8)