Petani Kratom di Kalbar Minta Media Tak Pakai Diksi 'Narkotika'

Konten Media Partner
26 Oktober 2023 11:11 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi daun kratom. Foto: wikipedia
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi daun kratom. Foto: wikipedia
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Hi!Pontianak - Asosiasi Petani Purik Indonesia (Appuri) meminta agar media-media tidak menggunakan diksi narkotika dalam pemberitaan terkait kratom (purik). Mereka menilai, hal tersebut akan membuat opini negatif terhadap kratom di masyarakat. Padahal, kratom memiliki banyak manfaat.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut disampaikan oleh dr Virhan Novianry M.Biomed, peneliti dari Appuri kepada Hi!Pontianak, Jumat, 20 Oktober 2023. "Kratom belum bisa dikatakan sebagai golongan narkotika, karena riset BRIN dan Kementerian Kesehatan belum ada yang menyatakan ke arah sana," kata dia.
Dia menjelaskan, kandungan mytragina pada daun kratom sama sekali berbeda dengan tanaman lain yang turunannya kemudian digolongkan dalam kelompok narkotika atau psikotropika. "Jika disebut kratom lebih membuat kecanduan, itu tidak tepat. Karena dosis mytragina yang bisa membuat kecanduan sangat tinggi. Harus 30 kali lipatnya, baru dia bisa kecanduan," terangnya.
Bahkan, kata Virhan, dalam beberapa kali pertemuan dengan BNN, isu soal pengguna kratom yang kecanduan, belum dapat dibuktikan. "Di Amerika Serikat, daun kratom justru menjadi 'obat' bagi para pecandu heroin. Banyak warga Amerika Serikat yang sembuh dari kecanduan heroin, berkat daun kratom," ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Dia menambahkan, di Kalimantan Barat, kratom justru menjadi penopang ekonomi masyarakat Kapuas Hulu. "Silakan cek di lapangan, di Kapuas Hulu, ekonomi masyarakat di sana meningkat. Tingkat pendidikan anak-anak di sana meningkat. Tingkat kriminalitas juga turun. Ini adalah dampak ekonomi dari tanaman kratom bagi masyarakat Kalimantan Barat," terangnya.
Di sisi lain, lanjut Virhan, tanaman kratom, justru memperkuat status Kalimantan sebagai paru-paru dunia. "Kratom ini kan tanaman penyerap karbon, jadi kehadirannya, justru memperkuat visi para pemimpin dunia untuk memperbanyak tanaman untuk mengurangi emisi karbon. Arahnya ke ekonomi hijau," kata Virhan.