Beras untuk Desa

Beras Buat Desa

Hugo Gian
Mengajar di pedalaman Tsinga, Tembagapura, Papua. Tertarik dengan suku Amungme, bumi Amungsa, anime, game, dan sastra.
27 November 2022 17:06 WIB
·
waktu baca 10 menit
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ini sebuah cerita di salah satu desa daerah di pegunungan. Sebuah desa yang hanya bisa diakses melalui jalur udara. Pegunungan dengan hutan lebat seperti membentengi desa itu. Tak ada aspal. Kaki dan lutut menjadi andalan.
Tersebutlah dua orang pemuda, Frans dan Jimi, yang tinggal di sana. Keduanya bersaudara. Frans menikahi adik Jimi. Frans tidak bisa melunasi mas kawin untuk acara adat sehingga terpaksa harus tinggal di desa itu. Jika Frans ingin pergi dan kembali ke tempat asalnya, maka dia harus membayar mas kawin. Hingga saat ini sepertinya Frans masih mengumpulkan uang untuk mas kawinnya. Hingga saat ini pula Frans masih setia mengikuti Jimi untuk memenuhi kebutuhan harian kayu bakar di honae.
Kadang mereka berdua pergi bersama untuk membuat kebun keladi atau menebang pohon untuk memenuhi persediaan kayu bakar. Mereka berdua cukup akrab satu sama lain. Saat malam hari yang lengang biasanya Jimi akan memainkan juk. Petikan senar-senar juk milik Jimi akan berdentum sepanjang malam. Frans akan memimpin lagu dengan tema bujang. Honae menjadi ramai. Frans dan Jimi, seandainya desa itu punya karang taruna, maka mereka bisa disetarakan dengan jabatan ketua dan wakilnya.
Lanjut membaca konten eksklusif ini dengan berlangganan
Keuntungan berlangganan kumparanPLUS
check
Ribuan konten eksklusif dari kreator terbaik
check
Bebas iklan mengganggu
check
Berlangganan ke newsletters kumparanPLUS
check
Gratis akses ke event spesial kumparan
check
Bebas akses di web dan aplikasi
Kendala berlangganan hubungi [email protected] atau whatsapp +6281295655814
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten