Cara Mengatasi Masalah Saat Puasa Ramadhan Menurut Putusan Tarjih Muhammadiyah

Berita UMS
Akun resmi milik Universitas Muhammadiyah Surakarta yang dikelola oleh Bidang Humas dan Humed Unggul Mencerahkan Semesta UMS Tuan Rumah Muktamar 48 Muhammadiyah dan Aisyiyah 18-20 November 2022
Konten dari Pengguna
27 Maret 2024 9:56 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita UMS tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Dok Humas UMS
zoom-in-whitePerbesar
Dok Humas UMS
ADVERTISEMENT
ums.ac.id, SURAKARTA - Memasuki puasa Ramadan minggu kedua, Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) Kajian Tarjih kembali membahas terkait puasa, Selasa (26/3) dengan mengangkat tema “Fatwa Tarjih tentang Beberapa Masalah dalam Puasa Ramadan ke 2”. Kegiatan ini merupakan agenda rutin UMS setiap hari Selasa , yang diselenggarakan melalui Zoom Meeting dan disiarkan secara langsung di TV Muhammadiyah.
ADVERTISEMENT
Wakil Ketua Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah Dr., H. Syamsul Hidayat, M.Ag., kembali menjadi pengisi kajian ini, dibagi ke dalam empat sub isi kajian, qadha puasa bagi orang tua yang masih hidup maupun yang sudah meninggal; hukum puasa bagi wanita yang sedang haid, nifas, hamil dan menyusui; kewajiban mengganti puasa bagi yang mempunyai penyakit tahunan; dan bagaimana niat puasa yang baik.
“Bagi orang tua yang masih hidup, mengganti puasanya dengan membayar fidyah tidak dengan mengqadha puasanya baik dilakukan oleh orang tua itu sendiri atau dilakukan anaknya atau ahli warisnya. Sedangkan bagi orang tua yang sudah meninggal ada beberapa hadits terkait hal itu, salah satunya dari Aisyah R.A barang siapa ia meninggal dunia padahal dia berpuasa maka walinya lah yang berpuasa untuknya. Jika walinya tidak bisa berpuasa untuknya maka dapat digantikan dengan fidyah yang diwakilkan oleh wali tersebut,” ungkap Syamsul Hidayat dalam pembahasan mengenai pengganti puasa bagi orang tua yang tidak bisa berpuasa maupun sudah meninggal.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya, Syamsul juga memaparkan terkait pembahasan hukum puasa bagi wanita yang sedang haid, nifas, hamil, dan menyusui.
“Wanita haid tidak boleh puasa tetapi memiliki kewajiban untuk mengganti puasa di hari lain. Seperti yang dikatakan Aisyah R.A bahwa seorang wanita tidak boleh melakukan puasa dan sholat, tetapi tetap memiliki kewajiban untuk mengqadha puasa di hari berikutnya,” tambah Syamsul Hidayat.
Melalui kajian ini juga, Dekan Fakultas Agama Islam UMS itu menegaskan bahwa membayar puasa Ramadan itu hukumnya wajib, berbeda dengan puasa senin dan kamis yang hukumnya sunnah, tidak boleh dikerjakan secara bersamaan.
Terakhir, Syamsul juga menjelaskan biaya ukuran fidyah bagi orang yang tidak bisa menunaikan ibadah puasa.
“Kalau dikurskan 6 ons atau ½ kg beras yang dimakan biasanya oleh orang yang tidak dapat berpuasa dan kemudian harus mengganti puasanya dengan fidyah,” pungkasnya. (Aisya/Humas)
ADVERTISEMENT