Menilai Tindakan Kepolisian Terhadap Saksi K (Saksi Tragedi Kanjuruhan)

Ichsan Zikry
Advokat dan Staf Pengajar di Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Jentera
Konten dari Pengguna
14 Oktober 2022 15:42 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ichsan Zikry tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Beberapa waktu lalu, beredar kabar mengenai seseorang bernama K, yang merupakan saksi mata tragedi Kanjuruhan, yang didatangi oleh pihak Kepolisian dan dibawa ikut ke kantor polisi dengan alasan untuk diperiksa. Akan tetapi, tindakan tersebut dilakukan oleh anggota Kepolisian tanpa disertai dengan adanya surat perintah yang sah.
ADVERTISEMENT
Peristiwa tersebut tentu bukanlah yang pertama kali. Peristiwa dibawanya seseorang ke kantor polisi dengan alasan untuk dilakukan pemeriksaan tanpa adanya didasarkan Surat Perintah yang jelas merupakan episode yang berulang di Indonesia.
Peristiwa yang dialami oleh Saksi K tersebut memicu dua pertanyaan. Pertama, apakah seseorang wajib mengikuti permintaan anggota polisi untuk hadir ke kantor polisi dengan alasan untuk dilakukan pemeriksaan terhadapnya dan Kedua, apakah konsekuensi hukum dari tindakan anggota polisi yang membawa seseorang ke kantor polisi tanpa tanpa berdasarkan surat perintah yang sah?
Untuk menjawab pertanyaan pertama, perlu dipahami bahwa terdapat kondisi-kondisi yang dibenarkan bagi polisi untuk “memaksa” seseorang untuk hadir ke kantor polisi untuk dilakukan pemeriksaan dan sekaligus menimbulkan kewajiban bagi seseorang untuk mengikuti permintaan polisi tersebut. Kondisi-kondisi tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:
ADVERTISEMENT
a. Seseorang dipanggil oleh Penyidik untuk diperiksa dalam rangka proses Penyidikan. Kondisi ini ditandai dengan dengan diterbitkan dan disampaikannya Surat Panggilan kepada seseorang tersebut (Pasal 112 KUHAP).
b. Seseorang “Dihadirkan Paksa” sebagai konsekuensi dari tidak menghadiri Panggilan yang Sah tanpa alasan yang sah dan patut dalam tahap Penyidikan, yang ditandai dengan Surat Panggilan dan Surat Perintah Membawa (Pasal 112 KUHAP).
c. Seseorang dikenakan tindakan Penangkapan. Seseorang dapat dikenakan tindakan penangkapan apabila ia berstatus sebagai Tersangka atau Terdakwa, dan tindakan tersebut ditandai dengan Surat Perintah Penangkapan (Pasal 17 jo. Pasal 1 angka 20 KUHAP).
d. Seseorang tertangkap tangan melakukan tindak pidana (Pasal 1 angka 19 KUHAP).
Diluar dari situasi-situasi tersebut, dapat dikatakan bahwa, secara umum, tidak ada kewajiban hukum bagi seseorang untuk mengikuti permintaan Polisi untuk ikut dan datang ke kantor polisi dengan alasan apapun.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya, untuk menjawab mengenai konsekuensi dari tindakan anggota kepolisian yang membawa seseorang untuk ikut dan hadir ke kantor polisi dengan alasan untuk dilakukan pemeriksaan atau alasan lainnya tanpa didasarkan pada surat perintah yang sah, terlebih dahulu perlu dipahami apakah permintaan untuk ikut dan hadir ke kantor polisi tersebut memuat unsur paksaan atau tidak. Ada atau tidaknya unsur paksaan dari permintaan tersebut penting untuk menentukan apakah telah terdapat tindakan perampasan kemerdekaan terhadap seseorang dan konsekuensi yang mungkin timbul dari tindakan tersebut.
Menilai apakah suatu perbuatan didasarkan pada paksaan
Dalam konteks terdapat tindakan polisi yang membawa seseorang ke kantor polisi tanpa berdasarkan perintah yang sah, indikator untuk menilai apakah ada atau tidaknya paksaan dari permintaan tersebut dapat merujuk pada Penjelasan Umum Nomor 35 Kovenan Hak-Hak Sipil dan Politik, terkait Artikel 9 Kovenan tersebut mengenai Liberty and Security of Person. Dalam Penjelasan Umum tersebut dijelaskan bahwa situasi yang dapat dikualifikasikan sebagai suatu perampasan kemerdekaan adalah dalam hal tidak adanya kesukarelaan. Lebih lanjut dijelaskan bahwa seseorang yang datang secara sukarela ke kantor polisi dan mengetahui bahwa mereka bebas untuk pergi (meninggalkan kantor polisi tersebut) kapanpun, tidak dirampas kemerdekaannya.
ADVERTISEMENT
Dari Penjelasan Umum Kovenan Hak Sipil dan Politik tersebut dapat dipahami bahwa indikator untuk menilai apakah tindakan membawa seseorang untuk ikut ke kantor polisi dapat dikualifikasikan sebagai suatu tindakan perampasan kemerdekaan atau tidak adalah:
a. apakah seseorang tersebut mengikuti permintaan polisi secara sukarela, dalam artian bebas dari ancaman dan tidak ada penolakan dari seseorang tersebut.
b. apakah seseorang tersebut mengetahui bahwa ia bebas untuk pergi kapanpun ia mau. Pengetahuan seseorang tersebut tidak dapat diasumsikan, melainkan menjadi kewajiban dari anggota kepolisian untuk memberitahukan bahwa ia berhak untuk meninggalkan kantor kepolisian kapanpun dan bahkan berhak untuk tidak mengikuti permintaan tersebut.
Apabila salah satu dari kedua unsur tersebut tidak dipenuhi, maka tindakan membawa seseorang ke kantor polisi dapat dikategorikan dilakukan dengan paksaan dan dapat dikualifikasikan sebagai tindakan perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang.
ADVERTISEMENT
Lalu, apa konsekuensi dari tindakan polisi tersebut?
Dalam hal anggota Kepolisian memaksa seseorang untuk ikut ke Kantor Polisi, baik dengan dalih akan dilakukan pemeriksaan atau alasan lain, diluar dari empat kondisi yang telah dijelaskan diatas, maka tindakan anggota kepolisian tersebut dapat menimbulkan konsekuensi sebagai berikut:
Pertama, anggota polisi tersebut dinilai telah melakukan tindakan penangkapan sewenang-wenang/tidak sah. KUHAP mendefinisikan penangkapan sebagai tindakan pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa untuk kepentingan penyidikan atau penuntutan. Pertanyaannya, kapan suatu tindakan polisi dapat dikualifikasikan sebagai tindakan pengekangan kebebasan sementara waktu?
Untuk memahami kapan tindakan polisi dapat dikualifikasikan sebagai tindakan pengekangan kebebasan sementara waktu, dapat dirujuk pertimbangan hakim dalam Putusan Praperadilan Pengadlan Negeri Gunung Sitoli Nomor 3 Tahun 2016. Dalam Putusan tersebut, Hakim mengkualifikasikan tindakan polisi terhadap seseorang sebagai tindakan pengekangan kebebasan sementara waktu berdasarkan fakta, salah satunya, bahwa telah terdapat tindakan yang membatasi pergerakan, yaitu dalam bentuk penempatan seseorang dalam ruangan di kantor kepolisian. Sehingga, berdasarkan kaidah hukum dalam pertimbangan tersebut, dapat dipahami bahwa apabila ada tindakan penempatan seseorang dalam ruangan di kantor kepolisian, yang membatasi gerak orang tersebut, dan situasi tersebut terjadi diluar kesukarelaan orang tersebut, maka tindakan tersebut dapat dikualifikasikan sebagai pengekangan kebebasan sementara waktu.
ADVERTISEMENT
Kemudian, bagaimana menilai tindakan pengekangan kebebasan sementara waktu tersebut sebagai tindakan yang sewenang-wenang atau tidak sah? Penilaian atas hal tersebut dapat dilihat dari dua indikator. Pertama, apabila seseorang yang dikenakan pengekangan kebebasan sementara waktu tersebut tidak berstatus sebagai tersangka atau terdakwa. Kedua, apabila tindakan tersebut tidak memenuhi prosedur yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, salah satunya yaitu dilakukan berdasarkan Surat Perintah Penangkapan. Apabila terjadi suatu penangkapan yang dilakukan secara sewenang-wenang atau tidak sah, maka terhadap orang yang dikenakan penangkapan tersebut diberikan hak untuk menuntut ganti kerugian.
Konsekuensi Kedua, perbuatan anggota polisi yang memaksa seseorang untuk ikut ke kantor polisi juga dapat dikualifikasikan sebagai perbuatan pidana perampasan kemerdekaan sebagaimana diatur dalam Pasal 333 KUHP. Merujuk pada doktrin dari R. Soesilo, suatu perbuatan dapat dikategorikan sebagai perampasan kemerdekaan apabila seseorang ditempatkan dalam suatu rumah yang luas (suatu tempat), tetapi dijaga dan dibatasi kebebasan hidupnya. Artinya, apabila seseorang dibawa ke kantor Polisi, tanpa diberikan kebebasan atau diberitahukan haknya untuk meninggalkan kantor polisi tersebut kapanpun yang ia mau, maka beralasan untuk menyimpulkan bahwa orang tersebut telah dirampas kemerdekaannya dan pihak yang melakukan perampasan kemerdekaan dapat dimintakan pertanggung jawaban pidana.
ADVERTISEMENT
Refleksi
Kedepannya, Kepolisian perlu lebih hati-hati dalam meminta seseorang untuk ikut ke kantor polisi dengan alasan untuk dilakukan pemeriksaan karena apabila tidak sesuai dengan aturan yang berlaku, tindakan tersebut dapat dikualifikasikan sebagai penangkapan yang sewenang-wenang atau tidak sah atau bahkan tindak pidana perampasan kemerdekaan. Apabila memang suatu proses hukum masih dalam tahap penyelidikan, sehingga tidak mungkin dilakukan tindakan yang bersifat memaksa terhadap seseorang, Kepolisian harus mengutamakan proses pengumpulan keterangan dan informasi melalui cara-cara yang tidak mengandung unsur paksaan. Sedangkan apabila proses hukum telah memasuki tahap penyidikan, maka proses pemeriksaan terhadap seseorang harus dilakukan dengan berdasarkan prosedur hukum yang berlaku, diantaranya dengan melakukan panggilan secara sah.