ICJR yang Tergabung Dalam AFEC-SEA Berkomitmen Memperjuangkan Kebebasan Bereskpresi

ICJR
Institute for Criminal Justice Reform
Konten dari Pengguna
30 Agustus 2017 13:45 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari ICJR tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pada 26 Juli 2017 di Bangkok, Thailand, ICJR dan beberapa Organisasi Non-Pemerintahan se-asia tenggara yang tergabung dalam Advocates for Freedom of Expression Coalition-Southeast Asia (AFEC-SEA) yaitu sebuah jaringan Advokat yang memiliki fokus pada kebebasan berekspresi di Asia Tenggara, melakukan rapat pertemuan untuk membicarakan kondisi dan langkah-langkah advokasi kasus-kasus kebebasan berekspresi di Asia Tenggara.
ADVERTISEMENT
AFEC-SEA yang terbentuk berdasarkan Deklarasi Cebu, sebuh deklarasi para advokat yang tergabung dalam oranganisasi non pemerintahan untuk membela hak kebebasan berekspresi di Asia Tenggara pada 2015, telah sepakat membentuk suatu jaringan bersama yang akan bekerja secara strategis dalam kasus-kasus yang ditangani. Komitmen penting yang didapat dalam rapat ini adalah bagaimana advokat di masing-masing Negara akan saling membantu dan bertukar informasi untuk melakukan advokasi di isu kebebasan berekspresi yang menjadi prioritas di Negara masing-masing.
Asia Tenggara memiliki karekterisitik yang hampir sama dalam isu kebebasan berekspresi, mayoritas lahir dari rezim yang sangat represif, Negara-negara di Asia Tenggara telah bertahun tahun mempraktikkan secara legal regulasi yang secara langsung mengkang kebebasan berekspresi di Asia Tenggara.
ADVERTISEMENT
Negara seperti Thailand masih memiliki hukum penghinaan kepala Negara yang sangat represif, Lesse Majeste di Thailand bisa mengirimkan seseoran ke penjara selama bertahun-tahun. Thailand yang saat ini masih dibawah kuasa Junta Militer juga memberlakukan hukum yang sangat kaku untuk orang berkumpul berunjuk rasa dan megkritik Pemerintah. Filipina yang masih berkutat di isu extra judicial killing, harus menghadapi secara langsung ancaman kebebasan berekspresi bagi para aktivis, lebih jauh Filipina saat ini juga memiliki Cybercrime Act yang juga harus dikaji lebih dalam.
Malaysia memiliki 1948 Sedition Act, sebuah hukum yang digunakan untuk menekan unjuk rasa menentang pemerintah dan mengekang kebebasan mengkritik pemerintah dengan alasan penghasutan. Myanmar yang masih dibayangi dengan kekuatan militer yang mengekang kebebasan sipil, harus memulai kampanye panjang untuk peradilan yang independen, yang merupakan salah satu kunci dari peradilan yang bisa menjamin kebebasan berekspresi warga negaranya.
ADVERTISEMENT
Untuk Indonesia sendiri, isu kebebasan berekspresi mengalami potensi rintangan yang cukup berat. Ancaman pidana masih menghantui kasus-kasu penghinaan dan ITE. Pengekangan ekspresi politik dengan jalan Makar dan pemblokiran website terus terjadi. RKUHP yang saat ini dibahas di DPR juga kembali memperkenalkan pidana kejahatan ideologi, penghinaan agama, mengatur kembali pidana penghinaan terhadap presiden dan ujaran kebencian terhadap pemerintah yang sah. Sebelumnya kedua ketentuan terakhir tersebut telah dihapuskan dan dinyatakan inkonstitusional oleh Mahkamah Konstitusi.
AFEC-SEA telah berkomitmen untuk saling membantu dan belajar dari Negara masing-masing guna memastikan terjaminnya hak atas kebebasan berekspresi. Lebih jauh, sebagai suatu jaringan yang beranggotakan advokat, AFEC-SEA akan mencoba berperan aktif dalam kasus-kasus yang dihadapai Negara anggota jaringan ini.
ADVERTISEMENT
Dalam rapat ini, terpilih Gilbert Andreas sebagai Chairperson AFEC-SEA untuk dua tahun ke depan. ICJR sebagai salah satu perwakilan dari Indonesia akan ambil andil dalam litigasi strategis dan pembuatan dokumen sahabat peradilan untuk kasus-kasus kebebasan berekspresi di Asia Tenggara.