2 Terdakwa Kasus e-KTP Divonis 7 dan 5 Tahun Penjara

20 Juli 2017 13:12 WIB
comment
8
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Irman dan Sugiharto sidang e-KTP (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Irman dan Sugiharto sidang e-KTP (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
ADVERTISEMENT
Dua terdakwa kasus korupsi pengadaan KTP elektronik (e-KTP), Irman dan Sugiharto, divonis 7 dan 5 tahun penjara. Irman selaku mantan Dirjen Kependudukan dan pencatatan sipil Kementerian Dalam Negeri, diwajibkan membayar denda Rp 500 juta subsidair 6 bulan kurungan. 
ADVERTISEMENT
Sementara Sugiharto, anak buah Irman yang menjabat mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) Kemendagri, juga wajib membayar denda Rp 400 juta subsidair 6 bulan kurungan.
"Mengadili, Irman dan Sugiharto terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama," ujar Ketua Majelis Hakim John Halasan Butarbutar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (20/7).
Vonis itu sama dengan tuntutan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi. Sebelumnya, Irman dituntut tujuh tahun penjara, sementara Sugiharto, dituntut lima tahun penjara. Keduanya juga dikenakan hukuman tambahan dengan membayar uang pengganti. 
Majelis hakim juga memberikan putusan tambahan kepada kedua terdakwa untuk mengembalikan sejumlah uang yang dianggap sebagai uang negara yang dirampas dalam proyek e-KTP.
ADVERTISEMENT
Untuk Irman, hakim meminta pengembalian uang negara sejumlah 500 ribu dollar Amerika. Jika tidak dibayar, maka akan diganti hukuman 2 tahun penjara.
Sementara untuk Sugiharto, hakim juga membebani 50 ribu dollar Amerika dikurangi pengembalian sebesar 30 ribu dollar Amerika, dikurangi pengembalian mobil honda Jazz dengan catatan penambahan hukuman 1 tahun penjara, jika tidak sanggup mengembalikan uang tersebut dalam tempo satu bulan setelah berkekuatan hukum tetap.
Majelis hakim menilai keduanya terlibat dalam penerimaan dan pemberian suap terkait proses penganggaran proyek e-KTP di DPR pada 2011-2013. Keduanya juga terbukti terlibat dalam mengarahkan, atau sengaja memenangkan konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) untuk menjalankan proyek e-KTP. 
"Terjadi kolusi antara terdakwa 1 dan terdakwa 2, juga Andi Agustinus dan Diah Anggraini selaku Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri, beserta peserta lelang untuk memenangkan konsorsium tertentu, dan telah terjadi pemberian uang mulai dari proses penganggaran agar pihak tertentu dapat menjadi pemenang," kata Hakim John. 
ADVERTISEMENT
Dari total proyek Rp 2,9 triliun, Irman dan Sugiharto dinilai secara sah dan meyakinkan telah memperkaya diri sendiri sebesar Rp 60 miliar. 
"Majelis berpendapat perihal dengan diuntungkan para terdakwa tersebut memang menjadi tujuan terdakwa untuk melakukan penyalahgunaan wewenang, maka unsur menguntungkan diri sendiri telah terpenuhi," ujar Hakim John. 
Sedangkan Sugiharto, menerima uang dari direktur PT Sandhipala, Paulus Tannos, sebesar 20 ribu dollar Amerika. Dia juga menerima uang sebesar 20 ribu dollar Amerika dari Johannes Marliem, pihak swasta yang mengurus teknis e-KTP. 
"Uang tersebut kemudian dibelikan kendaraan Honda Jazz sebesar Rp 150 juta. Terdakwa 2 terbukti memperoleh keuntungan berupa uang," kata Hakim John. 
Adapun perbuatan terdakwa yang bertentangan dengan program pemerintah, serta melakukan korupsi e-KTP yang sangat merugikan negara menjadi hal yang memberatkan. 
ADVERTISEMENT
"Karena program e-KTP adalah program nasional dan strategis, perbuatan terdakwa secara massif berdampak dan masih dirasakan sampai saat ini oleh masyarakat banyak yang belum mempunyai e-KTP," ujar Hakim John. 
Sementara rekam jejak terdakwa yang belum pernah dihukum, juga telah mengembalikan sebagian uang suap, menjadi hal yang meringankan. 
Usai mendengar putusan, Irman dan Sugiharto memutuskan untuk pikir-pikir selama 7 hari. 
Irman dan Sugiharto  melanggar Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana. 
Pasal tersebut mengatur tentang setiap orang yang bertujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain, atau suatu korporasi yang bertentangan dengan kewajibannya dan merugikan negara, dengan pidana maksimal 20 tahun penjara. 
ADVERTISEMENT