Atase Imigrasi KBRI Malaysia Akui Terima Suap Terkait Calling Visa

20 September 2017 12:48 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Dwi Widodo (Foto: ANTARA/Akbar Nugraha Gumay )
zoom-in-whitePerbesar
Dwi Widodo (Foto: ANTARA/Akbar Nugraha Gumay )
ADVERTISEMENT
Atase Imigrasi Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) untuk Malaysia, Dwi Widodo, mengakui dirinya menerima sejumlah dana terkait penerbitan calling visa untuk sejumlah perusahaan. Padahal, proses penerbitan visa itu seharusnya gratis.
ADVERTISEMENT
"Semua proses visa itu sebenarnya gratis, tapi kalau terima uang dalam proses tersebut saya akui saya terima," ujar Dwi Widodo dalam kesaksiannya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat, Rabu (20/9).
Jaksa KPK Ahmad Burhanuddin sebelumnya mempertanyakan soal peran Dwi dalam upaya penerbitan calling visa untuk sejumlah perusahaan rekanan KBRI Malaysia.
"Saya ingin tahu peran saudara ketika menerima permohonan tersebut?" tanya Ahmad.
"Saya hanya melihat kelengkapan persyaratan formalnya saja," ujar Dwi.
Lebih jauh Ahmad menekankan kapan tepatnya Dwi menerima uang terkait pengurusan visa tersebut, karena menurutnya seluruh uang yang diterimanya tidaklah diminta oleh pihak imigrasi melainkan dikirim rekanan yang mengurus proses calling visa tersebut ke rekening pribadi milik Dwi.
"Biasanya biaya tersebut anda terima sebelum atau sesudah visa keluar?" tanya ahmad
ADVERTISEMENT
"Biasanya sesudah visa keluar saya baru terima pak lewat rekening pribadi saya," jawab Dwi.
Disinggung ihwal berapa uang tambahan pengurusan calling visa yang diterimanya, Dwi menuturkan jumlahnya bervariatif tergantung dari pemberian masing-masing kliennya. Dwi mengaku tidak menerapkan angka pasti untuk hal tersebut.
"Berapa nominal tambahan pengurusan calling visa yang anda terima?" ucap Ahmad.
"Ya itu biasanya variatif bisa Rp 200-300 ribu," jawab Dwi.
Dwi Widodo ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK karena diduga menerima suap hingga sebesar Rp 1 miliar. Suap itu diduga terkait proses penerbitan paspor dengan metode reach out tahun 2016 dan proses penerbitan calling visa tahun 2013 hingga tahun 2016.
Dwi diduga meminta pihak agen perusahaan yang menjadi kuasa atau penjamin WNA untuk mengirimkan sejumlah uang ke rekening pribadinya sebagai imbalan atas bantuan yang diberikannya. Atas perbuatannya, Dwi dijerat Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Korupsi.
ADVERTISEMENT