Lukisan Rini dan Pandangan Sukarno pada Sosok Perempuan

16 Agustus 2017 15:09 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Lukisan Rini milik Presiden Sukarno. (Foto: Dok. ksmunas.org)
zoom-in-whitePerbesar
Lukisan Rini milik Presiden Sukarno. (Foto: Dok. ksmunas.org)
ADVERTISEMENT
Saat mengunjungi Pameran Lukisan Koleksi Istana yang diadakan di Galeri Nasional, Jakarta, Selasa (1/8), lukisan Rini karya Presiden Soekarno menjadi salah satu lukisan yang saya cari-cari. Sayang, lukisan itu tidak termasuk dalam 48 lukisan yang dipamerkan.
ADVERTISEMENT
Bung Karno sebenarnya sudah mulai melukis sejak umur 25 tahun, saat ia masih berkuliah di Technische Hoogeschool te Bandoeng --sekarang ITB--. Lukisan Rini, hanya satu dari belasan karyanya saja. 
Rini digambarkan sebagai seorang wanita Jawa nan cantik jelita yang dilukis dari samping. Tatapan dingin tanpa senyum, hidung mancung, dengan sekuntum bunga terselip manis di antara telinga dan rambut ikalnya, membuat lukisan Rini ini terlihat seperti sosok perempuan Jawa yang anggun namun tetap perkasa.
Bicara soal sosok misterius di balik lukisan Rini, banyak yang menduga Rini merupakan penggambaran dari Sarinah. Dalam buku Sarinah karya Soekarno yang diterbitkan tahun 1947, Sarinah digambarkan sebagai sosok idealis perempuan yang dengan tangguh bekerja keras mengisi kemerdekaan.
Lukisan Rini di Galeri Nasional (Foto: Amanaturrosyidah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Lukisan Rini di Galeri Nasional (Foto: Amanaturrosyidah/kumparan)
ADVERTISEMENT
Bagi Soekarno, keberadaan perempuan merupakan aspek yang sangat penting. Bahkan, baginya, persoalan mengenai perempuan erat kaitannya dengan persoalan masyarakat.
"Sesudah saya berpindah kediaman dari Jakarta ke Yogyakarta, maka di Yogya itu setiap dua pekan sekali saya mengadakan kursus wanita. Banyak orang yang tidak mengerti apa sebabnya saya menganggap kursus-kursus wanita itu begitu penting," ungkap Soekarno dalam buku Sarinah.
Sesudah memproklamasikan kemerdekaan, Soekarno menyebutkan persoalan mengenai perempuan harus segera dijelaslan dan dipopulerkan. Sebab, ia menyebutkan, tidak memahami persoalan perempuan sama artinya dengan tidak mampu menyusun masyarakat dan negara.
"Dan kamu, kaum wanita Indonesia, akhirnya nasibmu ada di tanganmu sendiri. Saya memberikan peringatan kepada kaum laki-laki itu untuk memberikan keyakinan pada mereka tentang hargamu dalam perjuangan. Tetapi kamu sendiri harus terjun mutlak dalam perjuangan," tulis Soekarno.
Kisah Rini di Galeri Nasional (Foto: Amanaturrosyidah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Kisah Rini di Galeri Nasional (Foto: Amanaturrosyidah/kumparan)
ADVERTISEMENT
Soekarno menyebutkan, persatuan nasional adalah syarat mutlak bagi kemenangan revolusi nasional. Sehingga, kerjasama antara perempuan dan laki-laki menjadi hal yang mutlak dilakukan.
"Janganlah dalam revolusi nasional ini, wanita misalnya terlalu meletakkan titik berat kepada mengemukakan tuntutan-tuntutan feministis dan melupakan tuntutan-tuntutannya perjuangan membela kemerdekaan negara dan bangsa."
Soekarno juga menuliskan, ia paham betul ada seribu satu persoalan perempuan yang harus dipecahkan. Dalam tulisannya, ia juga mengaku sering berdiskusi dengan para pemimpin perempuan mengenai beragam masalah yang menjadi perhatian kaum hawa.
Kisah Rini di Galeri Nasional (Foto: Amanaturrosyidah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Kisah Rini di Galeri Nasional (Foto: Amanaturrosyidah/kumparan)
"Misalnya soal bagaimana menyembuhkan penyakit inferior yang  turun temurun bersarang dalam jiwa mereka, bagaimana mendinamiskan jiwa wanita dan bagaimana memberikan pengetahuan secepat-cepatnya kepada mereka," tambah Soekarno.
Masih banyak masalah yang berhubungan dengan wanita, yang kala itu --bahkan hingga sekarang-- masih belum juga terselesaikan. Masalah persamaan hak yang secara teoritis sudah diatur dalam undang-undang, masalah baik atau tidaknya wanita terjun dalam medan peperangan secara langsung,  masalah mengenai cara mengurus rumah tangga secara efisien, dan tetek bengek lainnya masih menjadi pokok permasalahan yang dipikirkan Soekarno hingga akhir hayatnya.
ADVERTISEMENT