Penjelasan Insiden dengan Banser Versi FPI

18 April 2017 17:00 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Anggota FPI di depan sidang Ahok (Foto: Dwiky Darmawan)
Ketua DPD FPI DKI Jakarta, Abdul Majid, menjelaskan insiden yang terjadi dini hari tadi antara Banser dan FPI di Jalan Kramat Lontar, Kelurahan Kramat, Jakarta Pusat. Menurut keterangannya, kejadian berlangsung antara pukul 01.00 WIB sampai 01.30 WIB.
ADVERTISEMENT
Ia menceritakan sesaat sebelum kejadian itu, ia baru sampai di rumah sehabis mengikuti acara Isra Miraj.
"Pulanglah saya, ada istri, saya tanya, ada apaan? Ngobrol setengah jam. Ada anak murid di depan, kebetulan kan di depan (jalan) ada Komunitas Peduli Jakarta (KPJ) lagi duduk-duduk. Terus dapat kabar diserbu-diserbu," kata Abdul di kediamannya Jalan Kramat Lontar no i/49, Jakarta Pusat, Senin (18/4).
Saat itu di rumahnya sedang ada tamu, Abdul kemudian meminta tolong seorang anak, Sapta Dwi Putera (16), untuk membelikan kopi di warung. Saat Sapta membeli kopi di warung itu, sekelompok orang mendatanginya.
Abdul menduga sekelompok orang itu dari Banser karena berdasarkan keterangan salah satu korban yang dipukuli melihat logo di pakaian mereka.
ADVERTISEMENT
"Belilah kopi di samping pan. Diserbu, lantas digebukin, dipukulin. Bawa senjata tajam, bahkan terlihat bawa senjata api. Tahu dari mana pakaian Banser, karena ada logonya," kata Abdul.
"Kata si korban, (menceritakan) makanya lu jangan ngaji di kyai (Abdul Majid) itu. Sambil nyeret-nyeret senjata tajam, cerita ini korban, mana tuh kyai, mana tuh kyai? Begitu dipukulin, anak-anak (warga yang lain) melihat ini ada apa. Makin lama makin maju, makin maju (sekelompok orang itu)," jelasnya.
"Mundur, saya keluar bertanya kenapa mundur? Ini pada bawa senjata tajam semua, gimana? Saya bilang lawan. Jadilah lawan," ucap Abdul.
Ia kemudian menghubungi Polres Jakarta Pusat untuk datang ke lokasi. Tak berapa lama kemudian, pihak dari Polisi berhasil menghentikan peristiwa bentrok itu.
ADVERTISEMENT
"Saya yang telepon ke Polres Jakarta Pusat agar segera datang. Agak lama kita menunggu, gak tau gak ngerti ada apa. Saya telepon kasat intelnya, saya telepon Kapolresnya. Maksudnya supaya jangan terjadi jatuh korban atau chaos yang lebih luas. Kalau saya nakal saya lepas saja," jelasnya.
"Tapi saya gak mau. Saya orang asli sini, saya ngajar di sini, gak mungkin saya bikin cacat kampung sendiri. Sudah saya telepon, tapi Alhmadulillah sudah agak redup (suasananya). Gak berapa lama kemudian datang Kapolres Jakarta Pusat, duduk, kita diskusi segala macam. Saya bilang, pak tolong disekat. Saya mohon nanti malam datang mesti standby. Analisa saya puncaknya nanti malam," tambahnya.
Sementara itu, Sapta Dwi Putera, salah satu korban pemukulan mengungkapkan peristiwa yang menimpanya bersama dua orang temannya ketika membeli kopi.
ADVERTISEMENT
"Saya lagi beli kopi, tiba-tiba datang mereka menyerbu dan menanyakan, KTP mana? Terus, lu anak mana? Sedangkan saya kan baru umur 16, saya gak ada KTP. Saya dipaksa terus, sampai saya ditonjokin," ungkapnya.
Ia mengatakan sekelompok orang itu mengenakan pakaian hijau. Namun ia tidak melihat adanya logo Banser pada pakaian mereka.
"Pakai seragamnya sih seragam hijau, pakai peci hitam. Logo Banser sih saya kurang lihat. Ada yang hijau loreng ada yang hijau polos," katanya.
Selain mengaku dipukuli, Sapta juga menyebut bajunya ditarik-tarik hingga melar dan robek. Ia melihat saat itu ada sekitar 10 orang yang menghampirinya.
Sapta mengaku tak mengetahui apa maksud kedatangan dan perilaku sekelompok orang itu kepadanya. Dia berhasil lolos dari bentrokan itu ketika dia berhasil masuk ke dalam warung kopi itu dan pemilik warung kopi itu menutup pintu.
ADVERTISEMENT
"Kurang tahu saya, dia tiba-tiba nanya. Badannya gede. Pas mereka maju, terus saya disuruh masuk ke dalam warkop, lalu pintunya ditutup sama yang punya warkopnya. Terus dari pihak kami (warga setempat) itu menolong saya," jelas Sapta.
Sementara itu, pihak kepolisian menyatakan insiden antara Banser dan FPI karena ada kesalahpahaman. Polisi berhasil mencegah terjadinya bentrok.
Insiden itu terjadi pada Senin (17/4) sore dan berlanjut hingga Selasa dini hari. Perwakilan dari Bang Japar, ACTA, dan warga mendatangi rumah relawan NU dan menanyakan pembagian barang ke ibu-ibu. Entah bagaimana malah berujung adu mulut. Relawan NU merasa difitnah. Pada malam hari Banser datang, hingga terjadi salah paham. Pihak kepolisian datang dan menengahi insiden nyaris bentrok itu.
ADVERTISEMENT