Perginya Sastrawan Hamsad Rangkuti

Konten dari Pengguna
26 Agustus 2018 10:50 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ilham Bintang tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Hamsad Rangkuti. (Foto: Wikipedia)
zoom-in-whitePerbesar
Hamsad Rangkuti. (Foto: Wikipedia)
ADVERTISEMENT
Minggu berduka (26/8) dunia sastra Indonesia. Sastrawan terkenal Hamsad Rangkuti telah tiada. Ia menghembuskan napas terakhir Minggu pagi pukul pukul 06.00 WIB. Setelah lebih dua tahun dirawat akibat stroke.
ADVERTISEMENT
Biasanya Ibu Nur. Ya, istri Hamsad Rangkuti yang aktif mengabarkan perkembangan kesehatan sastrawan Indonesia itu. Tapi pagi tadi yang mengontak WhatsApp saya adalah Girindra Rangkuti, putranya. Mengabarkan ayah telah tiada.
Hamsad meninggal dunia dalam usia 75 tahun. Meninggalkan seorang istri, 4 anak dan delapan cucu. Ia menutup mata di rumahnya, Jalan Swadaya 8 Rt 03 Rw 03 Tanah Baru, Depok, Jawa Barat.
Belajar dari koran dinding
Hamsad Rangkuti lahir di Titi Kuning, Medan, Sumatera Utara, 7 Mei 1943. Salah satu cerpen Hamsad yang paling populer adalah "Maukah Kau Menghapus Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu".
Menurut catatan Wikipedia, nama aslinya Hasyim Rangkuti.
Bersama lima saudaranya, Hamsad melewatkan masa kecilnya di Kisaran, Asahan, Sumatera Utara. Dia suka menemani bapaknya, yang bekerja sebagai penjaga malam merangkap guru mengaji, di pasar kota perkebunan itu. Hamsad juga membantu ibunya mencari nafkah dengan menjadi penjual buah di pasar dan buruh pencari ulat di perkebunan tembakau.
ADVERTISEMENT
Karena tak mampu berlangganan koran dan membeli buku, Hamsad rajin membaca koran tempel di kantor wedana setempat. Dari koran-koran itu ia berkenalan dengan karya-karya para pengarang terkenal, seperti Anton Chekov, Ernest Hemingway, Maxim Gorki, O. Henry, dan Pramoedya Ananta Toer. Dia pun mulai tertarik untuk menulis karya sastra.
Cerita pendek pertamanya dia tulis saat masih duduk di bangku SMP di Tanjungbalai, Asahan, pada 1959. Cerpen "Sebuah Nyanyian di Rambung Tua" itu dimuat di sebuah koran di Medan.
Dia hanya bisa sekolah hingga kelas 2 SMA pada 1961, karena tak mampu membayar uang sekolah. Hamsad lalu bekerja sebagai pegawai sipil di Kantor Kehakiman Komando Daerah Militer II Bukit Barisan di Medan. Tapi, ia tetap ingin menjadi pengarang.
ADVERTISEMENT
Pada 1964 dia masuk rombongan delegasi pengarang Sumatera Utara pada Konferensi Karyawan Pengarang Seluruh Indonesia (KKPI) di Jakarta dan sejak itu menetap di Jakarta dan tinggal di Balai Budaya, Jalan Gereja Theresia, Jakarta Pusat.
Penandatangan Manikebu
Hamsad termasuk seniman penandatangan Manifes Kebudayaan pada 1964, pernyataan para seniman yang menolak politik sebagai panglima. Presiden Soekarno melarang kelompok itu karena dinilai menyeleweng dan ingin menyaingi Manifesto Politik yang ia tetapkan.
Sejumlah cerita pendek Hamsad telah diterjemahkan ke dalam bahasa asing, seperti "Sampah Bulan Desember" yang diterjemahkan ke bahasa Inggris dan "Sukri Membawa Pisau Belati" yang diterjemahkan ke bahasa Jerman. "Umur Panjang Untuk Tuan Joyokoroyo" dan "Senyum Seorang Jenderal pada 17 Agustus" dimuat dalam Beyond the Horizon, Short Stories from Contemporary Indonesia yang diterbitkan oleh Monash Asia Institute.
ADVERTISEMENT
Tiga kumpulan cerpennya Lukisan Perkawinan dan Cemara pada tahun 1982 serta Sampah Bulan Desember pada tahun 2000, masing-masing diterbitkan oleh Pustaka Sinar Harapan, Grafiti Pers, dan Kompas.
Novel pertamanya, Ketika Lampu Berwarna Merah diterbitkan oleh Kompas pada 1981. Cerpen-cerpennya juga termuat dalam beberapa antologi cerita pendek mutakhir, termasuk Cerpen-cerpen indonesia Mutakhir (1991).
Saya mengikuti perkembangan kesehatan Bang Hamsad—begitu kami memanggilnya—sejak sakit. Tiga bulan terakhir cukup kritis. Alami koma tiga bulan. WhatsApp Ibu Nur kurang seminggu lalu mengabarkan itu.
Kini Bang Hamsad telah dipanggil menghadap Ilahi Rabbi.
Kepergiannya jelas kehilangan besar bagi dunia kesusastraan Indonesia.
Tiada lagi sastrawan yang hidup sederhana dan prihatin, namun karya-karya sastranya amat menawan. Selalu menawarkan keceriahan hidup. Bikin kita tersenyum.
ADVERTISEMENT
Selamat jalan Bang. Semoga Abang lebih tentram di pangkuan Ilahi.