Salat Idul Adha di Melbourne Saat Suhu 4 Derajat Celsius

Konten dari Pengguna
11 Agustus 2019 17:56 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ilham Bintang tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Suasana usai Salat Idul Adha di Melbourne, Australia. Foto: Dok. Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Suasana usai Salat Idul Adha di Melbourne, Australia. Foto: Dok. Pribadi
ADVERTISEMENT
Alhamdulillah. Salat Idul Adha telah ditunaikan dalam cuaca dingin 4 derajat celsius di Aula Konsulat Jendral Republik Indonesia, Queens Street, Melbourne, Australia. Salat dimulai pukul 08.00 waktu setempat (pukul 05.00 WIB), Minggu (11/8). Salat Id diikuti lebih dari 200 jemaah warga Indonesia di Australia.
ADVERTISEMENT
Khatib Ustaz Nuim Khaiyath dalam khotbahnya menguraikan soal Islam sebagai agama pembawa kedamaian. Sekitar 20 menit khotbahnya tersebut, Nuim mengatakan tidak ada satu pun agama di dunia yang diberi nama langsung oleh Allah SWT, kecuali Islam. Islam sendiri dari kata Salam yang artinya keselamatan, kedamaian. “Perilaku di luar itu bukan ajaran agama Islam,” tandasnya.
Mengutip khotbah Rasulullah SAW sewaktu menunaikan haji, Nuim menegaskan konsep dasar Hak Aasasi Manusia (HAM) berasal dari Rasulullah. Ini diperkuat oleh seorang profesor yang mengajar di Monash Australia dalam sebuah bukunya tentang Islam. Sang profesor menggaris bawahi khotbah Rasulullah itu sebagai konsep awal tentang HAM yang disampaikan lebih 1.400 tahun lalu.
Bukan hanya kepada sesama manusia, ajaran Rasulullah juga mencakup konsep kasih sayang kepada seluruh makhluk hidup. Nuim menceritakan kisah di zaman Rasulullah. Nabi bertemu seorang yang sedang menuntun keledai. Hewan itu hendak diberi tanda di wajahnya dengan besi panas.
ADVERTISEMENT
Rasulullah mengingatkan supaya tanda seperti itu jangan di wajah keledai, sebaiknya di pantatnya saja. Peristiwa itu lebih 1.400 tahun lalu. Secara universal kita semua mengikuti itu. “Sekarang perhatikan sapi-sapi dalam film Amerika. Cap sebagai penanda diletakkan di pantat sapi,” terang Nuim.
Ustaz Nuim Khiyath saat memberikan khotbah. Foto: Dok. Pribadi
Ustaz Nuim Khaiyath yang memiliki nama lengkap Nuim Mahmud Khaiyath adalah seorang penyiar senior kelahiran Medan, Indonesia, yang saat ini berdomisili di Melbourne, Australia. Dia kini menjadi Kepala Siaran Bahasa Indonesia di Radio Australia.
Nuim Khaiyath memulai kariernya di bidang jurnalistik pada 1964 dengan bekerja di BBC'S Indonesian Service yang berpusat di London selama tiga tahun. Ia kemudian bergabung dengan Radio Australia Siaran Bahasa Indonesia (RASI) pada 1967-1970. Setelah itu ia pindah ke BBC London, dan dua tahun kemudian (1972) ia kembali lagi ke RASI. Sejak tahun 1998 ia pun dipercaya untuk memimpin RASI.
ADVERTISEMENT
Ia populer dengan acara Sabtu Gembira (SAMBA) yang dibawakan dengan logat Melayu Medan. Acara tersebut disiarkan pula oleh Radio Delta FM setiap hari Sabtu pagi. Acara lain yang diasuhnya di RASI adalah PERSPEKTIF dan Dunia Olahraga. Selain itu dia setiap Senin pagi ia tampil dalam siaran lite 105.8 FM Jakarta dalam acara Postcard from Melbourne. Pengetahuannya yang luas membuatnya sangat populer di kalangan pendengar radio tersebut, sehingga ia mendapat julukan 'kamus berjalan'. Aktivitas rutin yang dilakukannya di luar siaran radio adalah berenang, membaca, dan khatib.
Berfoto bersama Ustaz Nuim Khaiyath. Foto: Dok. Pribadi
Nuim telah menerbitkan sebuah buku baru "Dunia Di Mata Nuim Khaiyath". Selesai salat, saya sempat ngobrol dengan Pak Ustaz. Guyon-guyonan khas Medan pun keluar. “Orang Medan itu apa pun akan dilakoni demi Medan. Yang penting tidak tinggal di Medan,” ujarnya berseloroh. Saya juga meminta kesediaan Nuim menulis artikel topik apa saja sekali sepekan di CnR.com.
ADVERTISEMENT
Di KJRI tadi tak dinyana ketemu banyak kawan. Kami ketemu Timur Imam Nugroho (Imung), menantu pengusaha Rachmat Gobel. Dia berbaik hati mengantar kami pulang ke rumah dengan mobilnya yang menggunakan pelat "DKI 1". Waktu berangkat kami memang menggunakan taksi. Imung tahu itu, maka dia menawarkan mengantar kami pulang. Terima kasih.
Bersama mobil Timur Imam Nugroho yang menggunakan pelat nomor "DKI 1". Foto: Dok. Pribadi
Selagi ngobrol dengan Imung, datang Shinta Puspitasari, wartawan dan presenter TVOne. Shinta bersama dua putranya. “Bang Ilham, kok bisa di sini?,” tanyanya heran. Shinta sudah enam bulan tinggal di Melbourne mengawal anak-anaknya sekolah di sini. “Sejak enam bulan lalu itulah Shinta resign dari TVOne," ujarnya. Luar biasa Shinta mengorbankan karier demi anak.
Saat bertemu dengan Imam Nugroho dan Shinta Puspitasari, wartawan dan presenter TVOne. Foto: Dok. Pribadi