UU MD3: "Wal Laba Wal Bala"

Konten dari Pengguna
22 Februari 2018 7:53 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ilham Bintang tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilham Bintang di Acara ILC (Foto: Foto: Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
Ilham Bintang di Acara ILC (Foto: Foto: Istimewa)
ADVERTISEMENT
Oleh Ilham Bintang
Memang sulit menghindari kesan Revisi UU MD3 yang diundangkan 12 Februari lalu, sebagai manuver DPR hendak menumpuk kekuasaan di satu tangan, seperti praktek penguasa Orde Baru di masa lalu.
ADVERTISEMENT
Tidak heran jika terjadi penolakan secara luas dari pelbagai kalangan masyarakat. Sampai hari ini tercatat sudah lebih duaratusribu orang menandatangani petisi penolakan UU MD3 itu. Belum terhitung jumlah lembaga yang bersiap mengajukan Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi. Dalam kelompok ini termasuk PWI, organisasi wartawan tertua dan terbesar di tanah air.
Di luar dugaan, sikap Presiden RI Jokowi sendiri yang cukup merespons reaksi publik.
Menurut Menkumham Yasona Laoly, Presiden kemungkinan tidak akan menandatangani UU dimaksud.
Padahal, Revisi UU MD3 itu disahkan berdasar kesepakatan DPR-RI dengan Pemerintah.
Penolakan Presiden menandatangani memang tidak membuat UU MD 3 kehilangan legitimasi. Konstitusi mengatur, diteken atau tidak oleh Presiden, UU itu akan berlaku secara otomatis sebulan setelah diundangkan.
ADVERTISEMENT
Namun, cukup menjelaskan UU MD3 menyimpan masalah. Ibarat kata Presiden pun dibuat menghadapi buah simalakama. Ditandangani, salah; tidak diteken salah juga. Yang pertama (ditandatangani) mengandung risiko presiden head on dengan real politika. Yang kedua (tidak ditandatangani): berhadapan dengan real konstitusi.
Acara ILC TVOne bertema : "Revisi UU MD3: DPR Semakin Sakti" dipandu Karni Ilyas Selasa (20/2) malam, menyumbang fakta baru. Secara mengejutkan pula dua nara sumber dari DPR yaitu Supratman (Fraksi Gerindra) dangan Johny G Plate (Nasdem) sempat terlibat perdebatan keras soal UU itu. Padahal, semula karena duduk berjejer dengan semua nara sumber dari parlemen, mereka satu group. Mereka pecah kongsi rupanya, meminjam istilah Karni Ilyas. Yang kita ketahui, Fraksi Nasdem dan PPP memang walk out ketika Revisi UU MD3 disahkan.
ADVERTISEMENT
Dengan konstruksi fakta seperti itu, maka ketika berbicara di ILC semalam, saya menyatakan UU itu memang berpotensi mengancam demokrasi. DPR hianat pada rakyat yang memberi mereka mandat. Yang disoal masyarakat luas pada UU MD3 itu terutama hak imunitas anggota parlemen. Hak itu berbanding terbalik dengan hak bependapat rakyat yang diwakilinya. Rakyat dalam UU itu diancam pidana kalau menyampaikan pendapat atau kritik yang dikategorikan menghina dan merendahkan kehormatan anggota parlemen.
Tak syak lagi jika menyimak secara seksama pasal demi pasal, anggota parlemen ini seperti sosok yang mau enak dan menang sendiri. Posisi itu dalam pepatah Minang, seperti orang yang " kalau jalan berdua mau di tengah; terhimpit mau di atas; terkurung mau di luar". Meminjam Istilah "Ayatullah" Wartawan Indonesia, almarhum Rosihan Anwar, wakil kita di parlemen bisa dipersonifikasikan penganut aliran "wal laba wal bala". Artinya, laba buat dia, bala buat kita".
ADVERTISEMENT
Ajukan Judicial Review
Ketua DPR-RI Bambang Soesatyo mempersilahkan PWI ajukan Judicial Review di Mahkamah Konstitusi.
Bamsoet -- demikian panggilan karib Ketua DPR-RI -- menyampaikan itu saat bertandang ke kantor PWI Pusat Selasa (20/2) pagi mendiskusikan kontroversi UU tersebut. Ia didampingi dua politisi Golkar, Firman Soebagyo dan Zainal Bintang. Diskusi dipimpin langsung oleh Plt Ketua Umum PWI Sasongko Tedjo.
Bamsoet tidak asing dalam komunitas pers. Ia pernah belasan tahun menjadi wartawan. Itu sebabnya diskusi kemarin Bamsoet merasa di rumah sendiri. Separuh waktu pertemuan dipergunakan untuk bernostalgia. Bamsoet ketemu Marah Sakti Siregar mantan Ketua PWI Jaya yang dulu mengujinya untuk menjadi calon anggota PWI. Juga Wina Armada Sukardi yang dulu menjadi redakturnya ketika Bamsoet menjadi reporter muda di Harian Prioritas. Bertemu Sofyan Lubis mantan Ketua Umum Pwi Pusat yang memberi rekomendasi menjadi pemimpin redaksi di Majalah Info Bisnis, miliknya.
ADVERTISEMENT
Dalam pertemuan di PWI, kepada Ketua DPR-RI saya mengatakan reaksi PWI bukan karena UU itu mengancam kebebasan pers, tapi terutama karena hendak memasung hak berpendapat masyarakat yang dijamin oleh konstitusi. Fokus PWI pada hak publik itu, yang didalamnya termasuk kepentingan pers.
Wartawan tidak gentar menghadapi ancaman UU MD3. Kehidupan pers sejak dulu sudah akrab dengan ancaman. Ada sebelas UU yang mengancam kebebasan pers, sekarang menjadi duabelas dengan UU MD3.
Profesi wartawan dilindungi oleh UU yang bersifat lex specialis. Selain itu wartawan juga punya Kode Etik Jurnalistik, konsep operasional moral wartawan, yang menuntun jurnalis bekerja secara profesional. Hoax, ujaran kebencian, menghina, menyebar permusuhan, merendahkan, menghina pastilah bukan karya jurnalistik.
ADVERTISEMENT