Wartawan Indonesia-Malaysia Bicara Zaman Now

Konten dari Pengguna
17 Februari 2019 12:29 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ilham Bintang tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pertemuan ikatan persaudaraan wartawan Malaysia-Indonesia, di Hotel Everly di Putrajaya, Kuala Lumpur, Malaysia. Foto: Dok. Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Pertemuan ikatan persaudaraan wartawan Malaysia-Indonesia, di Hotel Everly di Putrajaya, Kuala Lumpur, Malaysia. Foto: Dok. Pribadi
ADVERTISEMENT
Lagu “Antara Anyer-Jakarta” mengalun di ruang pertemuan lantai Mezanine Hotel Everly di Putrajaya, Kuala Lumpur, Malaysia, Selasa malam (12/2). Lagu yang diciptakan musisi Indonesia, Oddie Agam, tahun 1986 dan dinyanyikan penyanyi Malaysia, Sheila Madjid, itu amat populer, baik di Indonesia maupun di Malaysia.
ADVERTISEMENT
Lagu yang dulu dijuluki lagu “kebangsaan” kedua negara, menyemangati pertemuan "Sahabat Media Bicara Eksekutif” yang digagas Iswami—Ikatan Persaudaraan Wartawan Malaysia-Indonesia.
Hadir sekitar 30 wartawan dan pemimpin media Indonesia-Malaysia. Topik bincang-bincang seputar bagaimana di zaman now wartawan generasi milenial bisa ikut merawat hubungan persaudaraan Malaysia-Indonesia. Maklum, generasi milenial sering berbeda platform memandang segala sesuatu dengan generasi pendahulunya.
Ada kekhawatiran milenial yang lebih berorientasi global, tak begitu hirau bumi tempat mereka berpijak dan persoalan-persoalannya. Tak menganggap penting urusan histori dan kearifan lokal serta nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya.
Bagaimana “nasib” hubungan persaudaraan kita, maksudnya Malaysia-Indonesia? Kecemasan makin relevan dengan melihat kenyataan media sosial di kedua negara yang dikuasai netizen. Ranah itu tempat mereka kobarkan perang setiap hari.
ADVERTISEMENT
Saling ejek dan hujat. Kata-kata kasar yang bikin kuping panas bagi umumnya kaum milenial adalah bagian dari tata pergaulan netizen. Padahal, itu potensi mengganggu hubungan kedua negara.
Pertemuan ikatan persaudaraan wartawan Malaysia-Indonesia, di Hotel Everly di Putrajaya, Kuala Lumpur, Malaysia. Foto: Dok. Pribadi
Tampil berbicara malam itu, Presiden Iswami Indonesia, Asro Kamal Rokan; Wakil Presiden Iswami Malaysia, Datuk Zulkifli Hamsah; Tokoh Pers Malaysia, Tan Sri Johan Jaffar; dan saya. Acara dipandu Chamil Waria, CEO Malaysia Pers Institut.
Menurut Asro yang tampil berbicara di awal, memang tak mudah merawat hubungan mesra kedua negara saat ini. Generasi milenial mempunyai pikiran, nilai, dan mimpi- mimpinya sendiri yang cenderung individualistis. Senada dengan Asro, Datuk Zulkifli Hamzah mengatakan, itulah sebabnya kita harus mengingatkan lagi perlunya hubungan baik kedua negara dijaga-baik.
ADVERTISEMENT
Tan Sri Johan Jaffar melihat era digital sekarang memang menghadapkan warga kedua bergerak pada dimensi baru. Ia mengusulkan perlu dibuat platform baru, seirama dengan dinamika perkembangan dan percepatan multimedia, multiformat, dan multi-channel.
Pendiri Iswami, Syamsuddin Ch Haesy, mengatakan kita tidak bisa bergantung hanya dengan platform konvensional menghadapi era media sosial. Begitu pun dengan Datuk Zulkifli Hamzah. Ia mengingatkan, itu harus diawali oleh para jurnalis sesuai perannya secara universal.
Sejarah Iswami
Pertemuan ikatan persaudaraan wartawan Malaysia-Indonesia, di Hotel Everly di Putrajaya, Kuala Lumpur, Malaysia. Foto: Dok. Pribadi
Iswami dibentuk sepuluh tahun lalu memang diharapkan menjadi katalisator bagi hubungan Indonesia-Malaysia di jalur pers atau media massa. Momen pembentukannya di saat maraknya kasus pulau Ambalat-Lipitan yang menjadi sengketa dua negara. Wartawan Malaysia-Indonesia sadar jika tak ambil peran isu bakal memperparah hubungan antar bangsa serumpun.
ADVERTISEMENT
Bukan hanya sengketa pulau itu saja yang berpotensi mengganggu hubungan persaudaraan kedua bangsa. Banyak isu lainnya, seperti kompetisi bola, sampai urusan batik, reog, punya potensi digoreng-goreng jadi masalah besar. Apalagi di zaman now, di era media sosial, siapa saja merasa bebas untuk bicara apa saja tanpa mempertimbangkan risiko SARA.
Masih segar dalam ingatan di masa pembentukan Iswami itu, rekan Asro Kamal Rokan, Syamsuddin Ch Haesy, almarhum Saiful Hadi, almarhum Tarman Azzam, dari pihak Indonesia mengatur lobi dengan tokoh-tokoh pers Malaysia, seperti Johan Jaffar, tokoh pemimpin Bernama. Berkali-kali kunjungan tokoh pers Malaysia ke Indonesia untuk meyakinkan perlunya Iswami itu ditubuhkan. Begitu pun sebaliknya.
Tidak akan berubah
Pertemuan ikatan persaudaraan wartawan Malaysia-Indonesia, di Hotel Everly di Putrajaya, Kuala Lumpur, Malaysia. Foto: Dok. Pribadi
Malam itu saya menyampaikan keyakinan di era apa pun, persaudaraan Indonesia-Malaysia tidak akan berubah. Ini fitrah. Takdir. Modal terutama karena kita satu bangsa Melayu, satu darah, dan satu budaya. Bahwa, beberapa kali diwarnai “clash” dalam perjalanan kita berbangsa, itu adalah bagian dinamika pergaulan bangsa.
ADVERTISEMENT
Lagu “Antara Anyer-Jakarta” yang mengalun malam itu, disambung dengan lagu Broery Pesolima, “Jangan Ada Dusta di Antara Kita". Bukan sekadar enak didengar, tetapi menjelaskan betapa hubungan persaudaraan kita terus-menerus dirawat. Lagu yang dikarang tahun 1986 oleh musisi Odie Agam itu adalah salah satu fase kita sadar untuk hubungan persaudaraan kita lewat kebudayaan dan film.
Saya ingat berapa kali saya bolak-balik Malaysia bersama delegasi Dewan Film Nasional untuk mewujudkan kerja sama bidang perfilman dengan Finas—lembaga tertinggi pembinaan perfilman di Malaysia. Tiap kali berkunjung ke Malaysia, artis film populer Indonesia, seperti Dicky Zulkarnaen, Benyamin S., Ratno Timur, hingga Roy Marten sudah serasa berada di rumah sendiri. Sambutan majelis ramai setiap kali mereka berinteraksi dengan warga Malaysia.
ADVERTISEMENT
Begitupun dengan seniman film Malaysia jika berkunjung ke Indonesia. Saya bahkan sempat mendatangkan film-film terbaik pemenang Festival Film Malaysia untuk ditayangkan di bioskop-bioskop di Indonesia.
Hubungan kalangan pers lebih mesra lagi. Belakangan ini, setiap tahun tokoh-tokoh pers menghadiri peringatan Hari Pers Nasional. Begitu pun sebaliknya. Pada peringatan Hari Wartawan Nasional, dihadiri juga beberapa wartawan Indonesia.
Tapi saya setuju kepada semua pembicara untuk menciptakan cara baru yang bisa mengajak keterlibatan generasi milenial bertanggung jawab merawat hubungan kedua negara. Kemasan cara baru itu tentu harus sesuai selera mereka.
Selain bincang-bincang, Iswami juga mengajak press tour ke beberapa tempat di Malaysia. Seperti ke Karangkraf, media lagendaris Malaysia yang tetap kokoh bertahan di tengah perubahan platform media. Juga meninjau Depot Imigrasi, yang penghuninya mayoritas WNI, dan ke Semenanjung Melaka, daerah wisata utama yang dikunjungi 20 juta wisatawan per tahunnya.
ADVERTISEMENT
Bagaimanapun, Indonesia-Malaysia berkah dari Tuhan. Dua negara serumpun itu, amanah.