Prinsip Taman Penitipan Anak

Ilham Wahyu Hidayat
Saya Seorang Pendidik
Konten dari Pengguna
27 Mei 2020 20:43 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ilham Wahyu Hidayat tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Prinsip Taman Penitipan Anak
Salah satu tetangga saya punya anak umur 5 tahunan. Karena tidak memiliki asisten rumah tangga, setiap hari sebelum berangkat bekerja dia membawa anaknya itu ke Taman Penitipan Anak (TPA). Sore hari sepulang kerja dia akan menjemput anaknya dari TPA itu dan membawanya pulang. Demikian setiap hari rutinitasnya.
ADVERTISEMENT
Meskipun biaya bulanan di TPA itu lumayan mahal dia tidak keberatan. Katanya di TPA itu anaknya tidak sekedar makan dan bermain tapi juga diberi kegiatan tambahan seperti belajar bahasa Inggris dan matematika. Inilah yang kadang membuat saya berpikir apalagi jika mencermati kedudukan TPA dalam lingkup pendidikan.
Pada dasarnya TPA adalah lembaga pendidikan. Dalam UU RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), kedudukannya ditegaskan sebagai lembaga non formal. Hal ini dinyatakan dalam Pasal 24 Ayat 4.
Menurut pasal tersebut pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan non formal berbentuk Kelompok Bermain (KB), Taman Penitipan Anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat. Berdasarkan pernyataan ini jelas TPA bukan sekedar tempat penitipan anak akan tetapi juga merupakan lembaga pendidikan.
ADVERTISEMENT
Sebagai lembaga pendidikan sudah seharusnya TPA berpedoman pada prinsip penyelenggaraan pendidikan. Salah satu prinsip tersebut dinyatakan dalam Pasal 4 Ayat 5 UU RI Nomor 20 Tahun 2003. Menurut pasal ini pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat.
Masalahnya prinsip tersebut berseberangan dengan salah satu ketentuan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) RI Nomor 18 Tahun 2018 tentang Penyediaan Layanan Pendidikan Anak Usia Dini. Ketentuan yang dimaksudkan pada Pasal 9 Ayat 2 dan 3.
Dalam Pasal 9 Ayat 2 Permendikbud Nomor 18 Tahun 2018 ini dinyatakan pembelajaran dalam PAUD sebagaimana bertujuan untuk mengoptimalkan seluruh potensi perkembangan anak dengan tidak mengutamakan kemampuan baca, tulis, dan hitung.
ADVERTISEMENT
Sementara dalam Pasal 9 Ayat 3 dinyatakan pembelajaran dalam PAUD tidak menggunakan pendekatan skolastik yang memaksa peserta didik secara fisik maupun psikis untuk memiliki kemampuan membaca, menulis, dan berhitung.
Dua ketentuan di atas jelas berseberangan dengan prinsip penyelenggaraan pendidikan dalam Pasal 4 Ayat 4 dalam UU RI Nomor 20 Tahun 2003. Pada satu sisi berdasarkan pasal tersebut pendidikan harus mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi peserta didik. Sedangkan dalam Pasal 9 Ayat 2 dan 3 Permendikbud Nomor 18 Tahun 2018 mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung ditabukan pada PAUD.
Selain itu ada satu hal yang sulit disangkal yaitu anak dalam usia dini memang lebih fokus dalam bermain dari pada belajar. Secara tegas ini dinyatakan Pasal 9 Ayat 1 Permendikbud Nomor 18 Tahun 2018. Dalam pasal ini dinyatakan pembelajaran dalam PAUD dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan berpusat pada anak dalam konteks bermain sesuai dengan tingkat pencapaian perkembangan anak.
ADVERTISEMENT
Sebagai jalan tengah dari semua ini ada baiknya menengok kembali konsep dan tujuan pendidikan. Jika berpedoman Pasal 1 UU RI Nomor 20 Tahun 2003 pendidikan diartikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Sementara itu jika bersandar pada Pasal 3 UU RI Nomor 20 Tahun 2003, pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan konsep dan tujuan pendidikan di atas dapat disimpulkan sebagai usaha sadar dan terencana, pendidikan harus dijalankan dengan berpedoman pada prinsip penyelenggaraan pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.
Salah satu indikator bangsa cerdas adalah yang pandai dalam berhitung, menulis dan membaca. Oleh karena pendidikan dilangsungkan dalam lembaga dan faktanya TPA adalah lembaga pendidikan juga maka seharusnya TPA juga berprinsip untuk mengembangkan budaya berhitung, menulis dan membaca dan bukan sekedar tempat bermain atau penitipan anak karena orang tua tidak punya asisten rumah tangga.
Penulis : Ilham Wahyu Hidayat
Guru SMP Negeri 11 Malang