Strong Woman: Sudah Saatnya Kita Belajar dari Wanita

Faoziyah Ilmi
Pekerjaan dikerjakan di rumah.
Konten dari Pengguna
4 November 2020 13:22 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Faoziyah Ilmi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Gambar wanita
Secara umum, wanita lebih mudah stres dibandingan dengan pria. Penelitian lain menyebutkan bahwa untuk semua jenis kelamin kriteria tingkat stres adalah sama. Akan tetapi perempuan lebih mudah merasakan cemas, perasaan bersalah, gangguan tidur, serta gangguan makan. Namun, pria juga perlu belajar dari wanita dalam meghadapi stres. Lho kok kenapa bisa begitu? Ya, dan inilah sebenarnya rahasianya, pencipta kita sangatlah adil. Dia menciptakan kekuatan dan kelemahan dalam satu kesatuan. Kekuatan dan kelemahan yang sering kita pandang sebagai hal yang berlawanan sebenarnya saling melengkapi.
ADVERTISEMENT
Tingginya angka stres pada wanita terjadi karena berbagai sebab, mulai dari faktor biologis, psikologis, hingga sosial budaya. Secara biologis, perubahan kadar hormon wanita seperti estrogen dan progresteron dapat mempengaruhi bagian sistem saraf yang berhubungan dengan suasana hati, hal ini terjadi saat mentruasi, hamil, keguguran, melahirkan, dan menopause.
Secara psikologis, wanita dalam menghadapi permasalahan lebih banyak mempertimbangkan dan memikirkan berbagai hal serta menghubungkan satu hal dengan lainnya, sehingga membuat permasalahan menjadi lebih komplek. Sementara itu, seringkali menurut pria hal satu dan yang lainnya tidak berhubungan. Hal ini karena ada serabut saraf yang menghubungkan otak kiri dan otak kanan, yang disebut corpus callosum. Pria memiliki corpus callosum lebih tipis dan jarang, sedangkan wanita lebih tebal dan lebih banyak 30%. Selain itu, otak wanita bekerja 7-8 kali lebih keras dibandingkan pria pada saat menghadapi masalah, mesk otak wanita lebih kecil daripada otak pria.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, dalam budaya yang ada di masyarakat sering menilai wanita harus memiliki sikap lembut, bisa mengasuh dan mendidik, serta harus peka terhadap orang lain. Tuntutan wanita yang harus bisa berperan ganda juga turut berpengaruh. Penilaian dan budaya ini rentan membuat wanita mendefinisikan dirinya melalui pendapat orang lain. Hal ini tentu mempengaruhi kesehatan mentalnya yang menjadikan wanita lebih mudah mengalami stres.
Dari fakta-fakta yang ada, sementara dapat disimpulkan bahwa wanita mengalami stres lebih besar daripada pria. Namun menariknya, 2/3 populasi yang mengkonsumsi alkohol adalah pria, 80% yang menggunakan narkotika dan obat terlarang, 90% yang menghuni lembaga permasyarakatan atau penjara adalah pria. Kemudian meski percobaan bunuh diri tiga kali lebih banyak dilakukan oleh wanita, tetapi empat dari lima yang melakukan bunuh diri adalah pria. Aneh bukan? Mengapa yang mengalami stres wanita dan yang melakukan tindakan kriminal adalah pria? Mengapa yang depresi lebih banyak wanita dan yang bunuh diri lebih banyak pria? Saatnya belajar dari wanita dalam menghadapi stres.
ADVERTISEMENT
Berbagi
Pria sudah seharusnya mulai menghilangkan pola budaya turun menurun, bahwa setiap masalah dapat diselesaikan sendiri. Memendam dan memikirkan masalah sama seperti menyimpan bom yang sewaktu-waktu meledak.
Wanita secara alami senang mencurahkan kejadian sehari-hari dalam hidupnya, baik itu masalah atau kejadian yang menyenangkan. Mereka berbicara untuk melepaskan apa yang dirasakan dalam dirinya, hal ini menjadikan wanita lebih ringan dalam menjalani hidupnya.
Dalam kondisi stres, wanita berbicara tanpa berpikir, sementara pria berbuat tanpa berpikir. Karena itulah 90% penghuni penjara adalah pria dan 90% yang datang ke psikolog adalah wanita. Menurut dr. Aisyah Dahlan, jumlah komunikasi per hari wanita mengeluarkan sekitar 20.000 kata, sedangkan pria hanya 7.000 kata. Hal ini membuat wanita lebih banyak berbicara daripada pria.
ADVERTISEMENT
Menangis
Ada sebuah hukum yang tidak tertulis dalam budaya pria, bahwa pria tidak boleh menangis. Menangis adalah untuk wanita, untuk kaum yang lemah. Padahal, menangis bukanlah hak kaum wanita saja, menangis adalah hal yang manusiawi. Sama seperti tertawa, menangis adalah sebuah luapan emosi. Jika emosi sudah mencapai titik tertentu, air mata muncul untuk meredakan perasaan yang bergejolak itu.
Pelukan
Banyak penelitian yang membuktikan bahwa pelukan akan merangsang hormon oxytocin (hormon yang berhubungan dengan perasaan cinta dan kedamaian) keluar dan sekaligus menekan cortisol dan norepinephrine (hormon pemicu stres). Selain itu, oxytocin juga baik untuk jantung dan pikiran kita.
Menurut Dr. Harold Voth seorang psikiater dari Amerika Serikat mengatakan bahwa berpelukan mampu menurunkan stres, meningkatkan kekebalan tubuh, awet muda, tidur lebih nyenyak, dan lebih sehat. Kulit adalah organ tubuh yang terbesar, di bawahnya terdapat begitu banyak kelenjar-kelenjar yang aktif dan mengeluarkan hormon kekebelan jika disentuh.
ADVERTISEMENT
Seorang terapis keluarga Virginia Satir mengatakan “untuk bertahan hidup, kita membutuhkan empat pelukan sehari. Untuk kesehatan, kita butuh delapan pelukan per hari. Untuk pertumbuhan, awet muda, kebahagiaan, kita perlu dua belas pelukan per hari.”
Kita semua mengerti bahwa otak pria tidak didesain untuk berbagi, apalagi mendengar. Serta hormon pria dan wanita juga berbeda, sehingga menyebabkan pria susah berekspresi berlebihan seperti menangis. Kulit pria juga tidak terlalu peka dibandingkan kulit wanita. Namun, semua bukanlah sesuatu yang tidak dapat diubah, kita dapat pelajari apa yang terbaik dari wanita.
Referensi
Gobind Vashdev, Happiness Inside, Jakarta: Noura Books, t.th.
Lusia Nasrani dan Susy Purnawati, Jurnal: Perbedaan Tingkat Stres Antara Laki-Laki Dan Perempuan Pada Peserta Yoga Di Kota Denpasar, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
ADVERTISEMENT
Merry Dame Cristy Pane (2019), Mengapa wanita lebih mudah mengalami depresi?. Diunduh pada 3 November 2020 dari https://www.alodokter.com/mengapa-wanita-lebih-mudah-mengalami-depresi dipublikasi 5 September 2019