Indeks Persepsi Korupsi (CPI) Turun

Ikatan Alumni Universitas Indonesia (ILUNI UI)
Akun resmi perkumpulan alumni Universitas Indonesia.
Konten dari Pengguna
7 April 2021 13:42 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ikatan Alumni Universitas Indonesia (ILUNI UI) tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

Tantangan Investasi dan Ekonomi Indonesia ke Depan

Dari kiri atas berurutan anggota DPR RI Johan Budi Sapto Pribowo, ST., dosen FEB UI Faisal Basri, S.E., ketua Gerakan Anti Korupsi Lintas Perguruan Tinggi (GAK LPT) Suwidi Tomo, kiri tengah berurutan dosen FEB UGM Rimawan Pradiptyo, S.E. M.Sc., Ph.D, Open Government Partnership (OGP) Maryati Abdullah, S.Si, M.E , dosen FHUI Yunus Husein, S.H., LLM, dan Ketua Umum Ikatan Alumni Universitas Indonesia (ILUNI UI) Andre Rahadian saat membagikan opini terkait menurunnya Indeks Persepsi Korupsi (CPI) Indonesia secara daring pada Sabtu (13/2).
zoom-in-whitePerbesar
Dari kiri atas berurutan anggota DPR RI Johan Budi Sapto Pribowo, ST., dosen FEB UI Faisal Basri, S.E., ketua Gerakan Anti Korupsi Lintas Perguruan Tinggi (GAK LPT) Suwidi Tomo, kiri tengah berurutan dosen FEB UGM Rimawan Pradiptyo, S.E. M.Sc., Ph.D, Open Government Partnership (OGP) Maryati Abdullah, S.Si, M.E , dosen FHUI Yunus Husein, S.H., LLM, dan Ketua Umum Ikatan Alumni Universitas Indonesia (ILUNI UI) Andre Rahadian saat membagikan opini terkait menurunnya Indeks Persepsi Korupsi (CPI) Indonesia secara daring pada Sabtu (13/2).
ADVERTISEMENT
Jakarta, 13 Februari 2021 – ILUNI UI dan Gerakan Anti-Korupsi Lintas Perguruan Tinggi (GAK- LPT) melalui UI Connect #Ruangtemu, hari ini mengadakan webinar mengangkat tema “Turunnya Indeks Persepsi Korupsi (CPI): Tantangan Investasi dan Ekonomi Indonesia” guna memberi pemahaman kepada masyarakat luas tentang hubungan Indeks Persepsi Korupsi (CPI) dengan beberapa aspek terkait investasi dan ekonomi Indonesia, akuntabilitas korporasi & sektor keuangan, aspek kelembagaan dan korupsi sistemik, serta sistem pengawasan dan penegakan hukum antikorupsi. Webinar hari ini merupakan bagian dari rangkaian Grand Corruption Webinar Series yang mengangkat isu seputar korupsi khususnya grand corruption dalam berbagai sektor, mengundang pakar-pakar dari lintas perguruan tinggi dan praktisi penegakan hukum.
ADVERTISEMENT
Dalam webinar ini para narasumber juga akan mendiskusikan tantangan dan agenda pemberantasan korupsi ke depan dalam memperbaiki kinerja indeks persepsi korupsi, yang akan berpengaruh pada kinerja investasi dan ekonomi ke depan. Para narasumber pada webinar hari ini adalah: Faisal Basri, S.E. (Dosen FEB UI), M.A, Rimawan Pradiptyo, S.E. M.Sc., Ph.D (Dosen FEB UGM, GAK LPT), Yunus Husein, S.H., LLM (Kepala PPATK Periode 2003-2011, Dosen FHUI, GAK LPT), Johan Budi Sapto Pribowo, ST. (Anggota DPR RI), dan dimoderatodi oleh Maryati Abdullah, S.Si, M.E (Open Government Partnership (OGP) dan senior advisor PWYP Indonesia, GAK LPT).
Transparency International (TI) minggu lalu meluncurkan indeks persepsi korupsi yang menempatkan score Indonesia tahun 2020 menurun drastis (3 poin) dari 40/100 di tahun 2019 menjadi 37/100 di tahun 2020, yang menempatkan Indonesia di peringkat 102 dari 180 negara yang disurvey seluruh dunia. Padahal, capaian 2019 dua tahun lalu merupakan skor tertinggi Indonesia setelah sebelumnya kinerja Indonesia terus menanjak (Tranparency International, 2021). Meski kondisi ini telah diprediksi oleh berbagai pihak, namun anjloknya kinerja indeks persepsi korupsi ini dianggap dapat memengaruhi kepercayaan publik terhadap kondisi pemberantasan korupsi, good governance, serta kondisi investasi dan ekonomi di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Mengutip laporan dari Transparency International, terdapat 5 (lima) sumber data yang merosot jika dibandingkan dengan pengukuran tahun lalu, yakni (1) Global Insight, menurun 12 poin, Political Risk Service (PRS) menurun 8 poin, IMD World Competitiveness Yearbook turun 5 poin, PERC (Political Economic and Risk Consultancy) Asia turun 3 poin, serta Varieties of Democracy yang turun 2 poin dari tahun lalu. Sedangkan tiga indeks lainnya tetap/stagnan (World Economic Forum EOS; Bertelsmann Transformation Index dan Economist Intelligence Unit), dan hanya satu indikator yang mengalami kenaikan, yakni World Justice Project-Rule of Law Index (WJP-ROL). Meski mengalami kenaikan, namun secara agregat WJP-ROL tidak mampu mempengaruhi kontribusi penurunan CPI 2020, sebab dalam lima tahun terakhir indek ini selalu di bawah rerata score CPI tahunan.
ADVERTISEMENT
Merujuk pada laporan Global Competitiveness Index yang disusun oleh Word Economic Forum pada tahun 2017, korupsi adalah hambatan utama dalam melakukan bisnis di Indonesia. Oleh karenanya, penurunan CPI ini kemungkinan besar akan memengaruhi perkembangan investasi dan ekonomi Indonesia. Sejauh mana dan sedalam apa CPI tersebut akan berpengaruh, serta aspek-aspek critical apa yang perlu diperbaiki ke depannya, maka Gerakan Anti Korupsi Lintas Perguruan Tinggi (GAK- LPT) mengadakan Webinar bertajuk “Turunnya Indeks Persepsi Korupsi (CPI): Tantangan Investasi dan Ekonomi Indonesia”, bekerja sama dengan Ikatan Alumni Universitas Indonesia (ILUNI UI).
Faisal Basri, S.E., Dosen FEB UI, berpendapat, praktik korupsi tidak akan membuat pembangunan menjadi sehat, berkualitas, dan berkelanjutan. Dia juga menyebut, praktik korupsi akan mengganggu rencana jangka panjang pembangunan. “Yang mereka inginkan adalah meraup segala sumber daya secepat-cepatnya dan sebanyak mungkin untuk memperkokoh cengkeraman politiknya demi memperbesar kekuatan logistik. Merekalah yang akan terus berjaya di panggung politik,” kecamnya.
ADVERTISEMENT
Rimawan Pradiptyo, S.E. M.Sc., Ph.D, Dosen FEB UGM, GAK LPT, menyebut, ada kesamaan antara dampak pandemi dan korupsi. Dia berpendapat, korupsi dan pandemi menciptakan kesenjangan multidimensi, serta berdampak negatif terhadap keadilan di dalam generasi (intra generation equity) dan keadilan antar generasi (inter generation equity). “Untuk itu, negara harus kembali ke amanah proklamasi dan kembali ke rel reformasi. Itu strategi adaptasi yang dibutuhkan Indonesia saat ini,” paparnya.
Yunus Husein, S.H., LLM, Kepala PPATK Periode 2003-2011, Dosen FHUI, GAK LPT, menyayangkan anjloknya peringkat CPI Indonesia pada tahun ini. Tak hanya berakibat pada investasi, dia juga mengingatkan dampaknya pada sektor ekonomi dan pajak. “Turunnya Indeks Persepsi Korupsi dan Indeks Demokrasi Indonesia dapat memperburuk iklim usaha. Akibatnya investor luar negeri menjadi kurang tertarik dan biaya transaksi luar negeri menjadi lebih mahal. Semuanya tentu dapat berakibat menghambat pertumbuhan ekonomi dan penerimaan negara dari pajak,” ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Johan Budi Sapto Pribowo, ST., Anggota DPR RI, menjelaskan “Merosotnya CPI sebagai tanda budaya korupsi telah mencemari berbagai sektor kehidupan bangsa. Tindak pidana ini tak hanya terjadi dalam sektor pemerintahan, namun juga sektor-sektor lainnya seperti transportasi dan bahkan pendidikan. Pada tahun 2020 ini kita bahkan mendengar berbagai kasus korupsi dana bantuan sosial untuk masyarakat terdampak pandemi.”
Ketua Umum Ikatan Alumni Universitas Indonesia (ILUNI UI) Andre Rahadian, pada pembukaan webinar ini berujar bahwa meski kondisi ini telah diprediksi oleh berbagai pihak, namun anjloknya kinerja indeks ini dianggap dapat memengaruhi kepercayaan publik terhadap kondisi pemberantasan korupsi, good governance, serta kondisi investasi dan ekonomi di Indonesia. “Untuk itu, ILUNI UI bersama GAK LPT meminta kepada pemerintah, KPK, dan seluruh pemangku kepentingan untuk besama-sama mencari jalan keluar agar perangkap korupsi dan koruptor bisa segera dihilangkan dari republik ini,” tukas Andre.
ADVERTISEMENT
Senada dengan Andre, Ketua GAK LPT Suwidi Tomo, juga meminta pemerintah dan segenap pemangku kepentingan untuk segera mempertajam upaya pemberantasan korupsi. Dia menilai, merosotnya CPI Indonesia pada 2020 sebagai suatu alarm pertanda semangat pemberantasan korupsi sedang melemah. “Merosotnya CPI mempertegas pendapat banyak orang bahwa semangat pemberantasan korupsi melemah sejak pergantian Komisioner KPK, revisi UU KPK, dan pemberlakuan sejumlah UU baru yang minim deliberasi publik,” kritiknya.