Anak-anak dan Kotak Ajaib di Kepala Mereka

Konten Media Partner
16 Oktober 2020 14:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical

"Anak-anak merupakan obat paling ampuh untuk penawar segala rasa yang saya rasakan selama di penugasan saya sebagai Pengajar Muda"

                                          Dokumentasi Indonesia Mengajar
zoom-in-whitePerbesar
Dokumentasi Indonesia Mengajar
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Hari ini, tepat 11 bulan Saya berada di penempatan saya, Desa Pian Raya, Kabupaten Musi Rawas. Rasanya campur aduk. Ada haru, bangga karena bisa sampai di titik ini, tak sabar segera pulang dan bertemu keluarga di rumah, namun, tentu saja rasa sedih luar biasa karena akan meninggalkan anak-anak yang sudah setahun ini menemani hari-hari saya di desa.
ADVERTISEMENT
Ya, anak-anak merupakan obat paling ampuh untuk penawar segala rasa yang saya rasakan selama di penugasan saya sebagai Pengajar Muda, terlebih rasa sedih dan rindu rumah alias homesick. Anak-anak ini, selalu datang dengan 1001 kisah dan pertanyaan ajaib, yang kadang membikin saya takjub atau bengong terlebih dahulu sebelum merespons mereka.
"Buk, agek dem besak, aku galak nian jadi astor, aku galak meluk bintang, Buk! (Buk, kalau besar nanti, aku ingin sekali menjadi astor, aku mau memeluk bintang, Buk!)," kata Ridho, salah satu muridku di kelas 5.
"Huh, astronot maksudmu, Nak?" Aku menanggapi sambil tersenyum.
"Nah, dem itulah, Buk! (Iya, itu, Buk!)" Ia menjawab tertawa-tawa. Memamerkan senyumnya yang penuh.
Di lain waktu, Dian, muridku kelas 4 datang membawakan buku atlas yang sedang ia baca di perpustakaan sederhana kami di sekolah. Ia menunjuk sebuah negara. Amerika Serikat.
ADVERTISEMENT
"Buk, ibuk dem ke sika, kan? Pacak dak buk milu ketek be? (Buk, ibu sudah ke sini, kan? Bisa tidak kalau kita naik perahu kayu)" Ia bertanya. Kilau matanya penuh rasa ingin tahu.
Aku tersenyum. Lalu menjelaskan betapa jauhnya negara Paman Sam tersebut, menjelaskan berapa lama waktu yang harus ditempuh dengan pesawat terbang, dan betapa dalamnya lautan-lautan yang harus dilewati agar sampai ke sana. Setelah kujelaskan, ia kemudian berlari menuju teman-temannya sambil berteriak, "Aku nak ke Amerikaaaaa! (Aku mau ke Amerika!)"
Bukan hanya satu dua kali aku dibuat takjub dengan cerita-cerita atau pertanyaan mereka. Tak jarang, di pagi hari saat sekolah masih sepi, satu dua di antara mereka berlari menujuku, dan menyelipkan macam-macam hal di tas ranselku; buah jeruk manis, duku, rambutan, roti manis, dan yang paling menjadi kesukaanku, surat cinta dari mereka.
ADVERTISEMENT
Ah, sebentar lagi semua selesai. Ibu Kiki harus siap-siap patah hati.
Muara Beliti, 10 Juli 2020.
Artikel ini ditulis oleh Reski Puspita Adrin Sululing (Kiki), Pengajar Muda Angkatan XVIII, Kabupaten Musi Rawas

Baca cerita-cerita Pengajar Muda lainnya: