Sepak Bola Harus Menyatukan Kita

Indra Sjafri
Semangat Menolak Menyerah!
Konten dari Pengguna
11 Juni 2017 14:42 WIB
comment
10
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Indra Sjafri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Hormat kepada Sang Saka di Perancis (Foto: Dok. Pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Hormat kepada Sang Saka di Perancis (Foto: Dok. Pribadi)
ADVERTISEMENT
Ketika tengah berada di Perancis untuk mendampingi tim, sebuah potongan gambar dari media sosial sontak menyita perhatian saya. Begitu menggetarkan hati melihatnya. Apalagi, wajah-wajah yang terpampang begitu lekat dalam ingatan saya.
ADVERTISEMENT
Foto yang lantas menjadi viral itu tak lain adalah selebrasi yang dilakukan oleh para pemain Bali United saat berhasil mencetak gol. Tak seperti perayaan gol pada umumnya, selebrasi mereka menyimpan berjuta makna di dalamnya.
Miftahul Hamdi, Yabes Roni, dan Ngurah Nanak merayakan gol sesuai ritual agamanya masing-masing. Begitu indah untuk disaksikan.
Selebrasi gol pemain Bali United (Foto: Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
Selebrasi gol pemain Bali United (Foto: Istimewa)
Saya tahu benar bagaimana masyarakat Bali sangat teguh memegang prinsip-prinsip agama mereka. Selama dua tahun saya melatih Bali United, selama itu pula saya merasakan nikmatnya hidup dalam keberagaman.
Meskipun datang sebagai minoritas, tak pernah sekali pun kepercayaan saya disentil, diganggu atau digugat oleh mereka. Saling menghormati dan menghargai menjadi napas kami dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Segala perbedaan itu kemudian disatukan dalam wadah sepak bola. Tak ada lagi sekat ketika Bali United bertanding.
ADVERTISEMENT
Tak perlu bertanya agamamu apa? Atau apa sukumu? Semua tak lagi menjadi penting manakala peluit tanda dimulainya pertandingan dibunyikan.
Terkait dengan perayaan gol dari pemain Bali United. Apa yang mereka lakukan sejatinya sudah pernah diterapkan para pemain Timnas U-19. Dua dari tiga sosok pada foto itu kebetulan adalah mantan anak asuh saya sejak berlaga di Kualifikasi Piala Asia U-19 2014.
Mereka mempunyai kebiasaan merayakan gol dengan sujud syukur bagi yang muslim. Sementara, bagi yang beragama lain, dilakukan sesuai dengan ritualnya masing-masing. Saya selalu menekankan hal itu sebagai tanda bersyukur kepada Tuhan.
Sujud syukur di Piala Asia U-19 2014 (Foto: Dok. Pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Sujud syukur di Piala Asia U-19 2014 (Foto: Dok. Pribadi)
Bersyukur bukan hanya atas gol yang tercipta, tetapi lebih kepada nikmat yang diberikan setiap detiknya. Saya bersyukur kebiasaan itu terbawa sampai mereka kini sudah berada di jalur profesional. Ketika mereka sudah memperkuat klub masing-masing.
ADVERTISEMENT
Bagi saya, sepak bola bukan hanya sebuah permainan. Maknanya jauh lebih dalam daripada hal itu. Ada nilai-nilai kehidupan yang terkandung di dalamnya. Karena sepak bola sejatinya adalah alat pemersatu bangsa, pemersatu dunia.
Sewaktu berlaga di Turnamen Toulon, saya berinsiatif meminta bendera Merah Putih untuk bisa dikibarkan saat bertanding. Saya ingin semangat anak-anak di atas lapangan semakin terpacu ketika melihat bendera kebangsaannya berkibar.
Kebetulan, saat pertandingan kedua melawan Republik Ceko, terdapat tiang bendera di dekat bangku cadangan kita. Ketika saya menyampaikan maksud kepada panitia, tanpa ragu mereka mengizinkan.
Sebenarnya, ada aturan yang menyatakan bahwa penaikan bendera hanya boleh dilakukan bersamaan dengan pengalungan medali juara. Akan tetapi, panitia setempat tampaknya paham apa maksud dan tujuan saya. Jadilah, saya sendiri yang mengerek bendera Merah Putih ke tiang tertinggi. Berkibar di langit Marseille.
ADVERTISEMENT
Mengibarkan Sang Saka di Perancis (Foto: Dok. Pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Mengibarkan Sang Saka di Perancis (Foto: Dok. Pribadi)
Kehormatan.
Selain tentang persatuan, sepak bola bagi saya juga merupakan perwakilan dari sebuah kehormatan. Ketika berbicara mengenai timnas, maka kita juga akan berbicara tentang harga diri bangsa. Itu yang selalu saya tanamkan dalam benak saya.
Saya tak hanya membawa puluhan anak, tetapi juga mewakili mimpi dari jutaan anak-anak di Indonesia. Impian melihat timnas mereka mampu berbicara di tingkat dunia.
Alhamdulillah, para pemain yang terjun di Turnamen Toulon mampu menjawabnya. Meskipun kami tak berhasil meraih kemenangan, anak-anak telah menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia tak bisa dianggap remeh. Indonesia itu bangsa yang besar.
Saya berani katakan, saya tak salah memilih mereka. Anak-anak ini dipilih dengan kriteria yang ketat. Mereka kami tempa bukan hanya soal skill olah bola, melainkan juga tentang bela negara. Mereka kami ikutkan ke dalam pelatihan militer. Mulai dari cara baris-berbaris, menyanyikan lagu-lagu perjuangan sampai kepada tata cara makan.
Pemain yang ikut ajang Turnmaen Toulon (Foto: Dok. Pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Pemain yang ikut ajang Turnmaen Toulon (Foto: Dok. Pribadi)
ADVERTISEMENT
Banyak yang bertanya kepada saya, apa hubungannya sepak bola dengan pelatihan militer? Saya tegaskan, pelatihan militer tak selalu identik dengan fisik. Jauh daripada itu, ada jiwa yang ditempa. Jiwa anak-anak ini yang coba kami bangkitkan kembali. Tentang bagaimana mencintai Tanah Air-nya. Karena hal itu yang selama ini sudah perlahan memudar.
Pelatihan militer juga mengajarkan mereka untuk disiplin. Dan, ini jelas berbanding lurus sebagai atlet. Penanaman disiplin kepada anak-anak sangat penting. Sejak dini mereka sudah harus dididik untuk menjalani kehidupan sehari-harinya dengan disiplin. Sampai akhirnya akan menjadi kebiasaan.
Sepak bola harus menyatukan kita (Foto: Herun Ricky)
zoom-in-whitePerbesar
Sepak bola harus menyatukan kita (Foto: Herun Ricky)
Pelatihan itu pun memberikan dampak besar kepada penampilan mereka di lapangan. Rasa cinta yang begitu besar terhadap negaranya membuat mereka malu jika bangsanya harus kalah tanpa perjuangan. Mereka malu sepak bola Indonesia diremehkan. Mereka ingin buktikan bahwa bangsa Indonesia juga mampu bersaing.
ADVERTISEMENT
Mereka sama sekali tak gentar melihat pemain yang posturnya jauh lebih tinggi dan besar. Mereka juga tak takut dengan nama-nama besar semacam Brasil, Ceko, dan Skotlandia. Kenapa? Karena mereka merasa bangsa Indonesia lebih besar daripada mereka.
Keberanian mereka lah yang membuat permainan Timnas U-19 banyak mendapat apresiasi dari banyak pihak. Setelah laga melawan Brasil, bahkan ada perwakilan dari UEFA yang mendatangi saya secara langsung untuk memberikan selamat. Mereka tak menyangka Indonesia bisa sangat menyulitkan Brasil.
Pascalaga menghadapi Ceko, ada beberapa pemandu bakat yang menghampiri saya. Mereka tanya-tanya soal profil beberapa pemain kita. Akan tetapi, saya tak mau sebutkan namanya. Biarlah saya dan tim yang tahu.
Official Timnas U-19 (Foto: Dok. Pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Official Timnas U-19 (Foto: Dok. Pribadi)
Namun, segala pujian itu adalah cambuk bagi saya, bagi jajaran pelatih dan pemain. Target kami berlaga di Toulon bukan untuk mendapatkan pujian. Kami ingin mendapatkan pengalaman untuk menjadi bekal kami menghadapi event sebenarnya yaitu Piala AFF dan Kualifikasi Piala Asia.
ADVERTISEMENT
Pada akhirnya, hanya keyakinan yang membuat bangsa ini tetap menjadi besar. Jangan sekali-kali berpikir bahwa kita adalah bangsa yang kecil. Sekali berpikir demikian, maka percaya lah bangsa ini akan dipandang rendah oleh bangsa lain.
*Tulisan ini merupakan opini pribadi. Tidak diperkenankan mengutipnya.