Bertemu Isyroqi, Tunanetra dan Anak Yatim yang Hafiz Quran

30 Oktober 2017 12:44 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Isyroqi Nur Muhammad Limiroji (Foto: Adhi Mugni/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Isyroqi Nur Muhammad Limiroji (Foto: Adhi Mugni/kumparan)
ADVERTISEMENT
Isyroqi Nur Muhamad Limi Ro'ji (17) menyambut ramah saat kumparan (kumparan.com) memperkenalkan diri. Ada kesan malu-malu, usai berjabat tangan. Tak lama, seorang pria pembimbingnya membantu memberi penjelasan kepada Isyroqi maksud dan tujuan kedatangan kami.
ADVERTISEMENT
Isyroqi kami temui di Pesantren Darunnajah, Ciganjur, Jaksel. Isyroqi adalah salah satu peserta Musabaqoh Hifzhul Quran yang ke-3 antarpondok pesantren se-Indonesia. Isyroqi adalah santri asal pondok pesantren Bidayatul Hidayah, Mojokerto.
Musabaqoh Hifzhul Quran ini hasil kerjasama Pesantren Darunnajah dan Lembaga Pendidikan Alquran, Doha, Qatar.
"Saya lahir di Mojokerto 24 Oktober tahun 2000," kata Isyroqi, Senin (30/10).
Isyroqi Nur Muhammad Limiroji (Foto: Adhi Mugni/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Isyroqi Nur Muhammad Limiroji (Foto: Adhi Mugni/kumparan)
Isyroqi mengaku sejak lahir dia sudah tak bisa melihat. Saat Isyroqi berumur 4 tahun, sang ayah, Saefudin, yang juga seorang hafiz Quran meninggal dunia pada Januari 2005. Isyroqi adalah anak kedua dari dua bersaudara.
Cerita tentang ayahnya yang hafiz Quran selalu dia dengar. Sosok sang ayah menginspirasinya. Umur 8 tahun, Isyroqi memutuskan belajar menjadi hafiz.
ADVERTISEMENT
"Belajar sama ibu, dibacakan ibu. Per kalimat per kalimat gitu," beber Isyroqi.
Tak hanya ibunya, pamannya juga membantunya menghafal Alquran. Jadi, Isyroqi menghafal dibantu ibunya dengan didikte per kalimat lalu hafalan disetor ke pamannya.
"Saya setiap hari setor di paman. 1 Halaman per hari," tutur dia.
Isyroqi Nur Muhammad Limiroji (Foto: Adhi Mugni/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Isyroqi Nur Muhammad Limiroji (Foto: Adhi Mugni/kumparan)
Selama 6 tahun, sejak tahun 2008-2014, Isyroqi rutin menghapal Alquran. Dibacakan oleh ibunya, lalu setor hafalan ke pamannya. Hingga akhirnya dia menghafal 30 juz.
Selama proses menghafal itu, diakui Isyroqi, ada kendala yang dia hadapi. Yang paling utama, sifat malas.
"Ibu saya Mustafridah (42), selalu menyemangati saya. Memaksa saya kalau malas, agar saya rajin dan bisa hafal," urainya.
ADVERTISEMENT
Sang ayah adalah pengasuh di pesantren Bidayatul Hidayah, Mojokerto. Di pesantren ini juga Isyroqi kini menuntut ilmu. Sebagai seorang hafiz, Isyroqi tak punya keinginan muluk. Dia hanya ingin menjadi orang biasa, serta selalu menjaga hafalannya.
"Saya ingin jadi murid, jadi orang biasa saja agar bisa terus belajar," tuturnya.
Reporter: Adhim Mughni