news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Derita Emak-emak dan Larangan Transportasi Online di Jabar

10 Oktober 2017 20:55 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Aplikasi transportasi online. (Foto: Antara/Wahyu Putro A.)
zoom-in-whitePerbesar
Aplikasi transportasi online. (Foto: Antara/Wahyu Putro A.)
ADVERTISEMENT
Pemprov Jabar menyerah pada tuntutan para sopir Angkot. Mungkin karena adanya ancaman demo besar-besaran, hingga akhirnya lahirlah keputusan melarang transportasi online.
ADVERTISEMENT
Keputusan Pemprov Jabar ini tentu saja menuai kontroversi. Pro kontra selalu hadir. Tapi soal pro kontra ini, baiknya Pemprov Jabar mendengar suara emak-emak, mereka yang sehari-hari bergelut dengan urusan Angkot dan transportasi online.
Echa (32) misalnya, warga Antapani, Bandung ini sudah ketar ketir kalau transportasi online dilarang. Walau dia mendengar hanya taksi online, dia tetap risau motor online alias Go-Jek dkk juga ikut dilarang.
"Apan saya teh nganter si Aa (putra pertama Echa-red) cukup naik Go-Jek, cepat sampai ke sekolah," terang Echa saat berbincang dengan kumparan (kumparan.com), Selasa (10/10).
Kemudian bukan hanya mengantarkan anak, saat menjemput anak pun demikian, Echa yang juga ikut menjemput masih mengandalkan mamang Go-Jek karena bebas dari macet-macetan.
ADVERTISEMENT
"Kalau naik Angkot suka ngetem lama, klaksonin orang yang lagi jalan padahal enggak jelas juga orgnya mau naik atau enggak, terus berhenti sembarangan, kadang ada yang ugal-ugalan, ada juga yang sopirnya ganti-ganti di tengah jalan, suka ngerokok atau ada penumpang lain yang ngerokok, kadang ada yang tarifnya dinaik-naikin seenaknya," beber ibu rumah tangga ini.
Belum lagi kata dia, kalau mau pesan makanan atau anter barang. Cuma tinggal pakai jasa mamang Go-Jek saja.
"Atau kalau pas jemput anak, pas hujan, tinggal pakai taksi online. Harganya lebih murah dan nyaman," beber dia.
Harapan Echa, kebijakan soal pelarangan transportasi online ini benar-benar diperhatikan pemerintah.
"Kalau ada dengar pendapat yang didengar jangan cuma satu pihak saja dari angkutan umum konvensional, kalau dari angkutan umum berbasis online gimana masukannya, terus dari konsumen pengguna jasa angkutannya gimana? Yang namanya dengar pendapat mustinya dari berbagai pihak atuh. Bukan satu pihak terus jadi diakomodir pihak yang satu itu saja, sementara pihak yang lain dirugikan," tutur Echa.
ADVERTISEMENT
Pendapat serupa disampaikan Agnes (36), warga Sukajadi, Bandung. Ibu dua anak yang biasa memakai jasa Go-Send ini berharap agar transportasi online tetap dipertahankan. Selaku penjual barang via online, jasa Go-Send kerap dia gunakan.
"Sayang banget kalau transportasi online dilarang," tutur Agnes.
Bukan hanya dari Bandung saja, suara warga Jawa Barat dari Bogor juga demikian. Rika (34) menuturkan terkadang naik transportasi online dari rumahnya ke kantor di Jakarta. Demikian juga sebaliknya.
Perempuan yang bekerja di kawasan Kuningan, Jakarta ini menyayangkan kalau transportasi online dilarang di Jawa Barat.
"Entah ini kemunduran atau kemajuan. Kata Pak Presiden, beliau saja pesan makanan pakai jasa transportasi online," tutupnya.
Ilustrasi Taksi Online (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Taksi Online (Foto: Thinkstock)