Kritis Kepada Penguasa Adalah Kenekatan yang Penuh Risiko

20 Mei 2017 12:58 WIB
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Dahnil Ahzar Simanjuntak. (Foto: Dok. Pemuda Muhammadiyah)
Ketum PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak berbagi pengalaman tentang runtuhnya orde baru. Menurut dia, 19 tahun reformasi adalah menggembirakan demokrasi.
ADVERTISEMENT
"Kritis kepada Penguasa adalah kenekatan yang penuh risiko di era Orde Baru. Kebebasan berpendapat dan bersyarikat adalah barang mewah. Kekuasaan yang menakutkan minus kontrol adalah wajah Demokrasi Indonesia saat itu. Pemilu adalah praktIk formalitas penuh tipu daya yang bisa ditebak siapa pemenangnya. Tidak ada kegembiraan bagi nalar kebebasan, yang hadir adalah kontrol ketat kekuasaan terhadap masyarakat. Tidak ada kesempatan yang sama untuk semua anak bangsa. Kekuasaan tergambarkan sangat menyeramkan dan menakutkan," kata Dahnil dalam tulisannya tentang 19 tahun Reformasi, Sabtu (20/5).
Dahnil menyampaikan, reformasi datang. Mesin reformasi digerakkan oleh anak muda yakni mahasiswa, dan beberapa tokoh utama yang menjadi lokomotif reformasi. Tersebut nama yang paling populer yang menjadi lokomotif reformasi saat itu, Prof Dr. Amien Rais, MA, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah 1995-1998.
ADVERTISEMENT
Sosok Amien Rais saat itu menjadi lokomotif pembawa kegembiraan Demokrasi Indonesia, era baru Demokrasi Indonesia di mana KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) adalah musuh utama. Politik yang mempraktikkan demokrasi otoritarian, menakutkan dan berpusat pada satu kekuasaan yang kuat, telah melahirkan KKN yang terpusat. Maka pesan reformasi datang membawa perlawanan dan pembebasan terhadap musuh utama reformasi itu, yakni KKN bukan sekedar menjatuhkan dan mengganti rezim.
"Reformasi, sukses menghadirkan kegembiraan demokrasi. Demokratisasi menyeruak. Big Bang Desentralization pun terjadi. Semua anak bangsa menikmati suasana kegembiraan demokrasi, namun sama hal dengan proklamasi kemerdekaan yang dibacakan Bung Karno- Bung Hatta, yang menginginkan kemerdekaan sebenar-benarnya hadir, di mana kedaulatan, kemandirian, kecerdasan, kesejahteraan dan kemajuan terwujud justru saat ini masih menjadi "pekerjaan rumah" yang tidak pernah diselesaikan. Indonesia masih dihadapkan pada fakta kesejahteraan dan kemajuan yang belum hadir merata. Kedaulatan yang masih tersandera," beber Dahnil.
ADVERTISEMENT
"Apakah kemudian kita menyalahkan Bung Karno yang menjadi lokomotif proklamasi kemerdekaan? Memaki Pak Amien Rais yang menjadi lokomotif reformasi? Agaknya, mereka sudah sukses memimpin membawa pesan kegembiraan dan pembebasan, namun di tengah upaya mengisi kemerdekaan tersebut, selalu saja dihadapkan dengan fakta-fakta yang tidak menggembirakan, reformasi masih dihadapkan pada musuh utamanya yang tidak pernah mati, justru semakin menguat dengan wajah baru. Bahkan pun dilakukan oleh para pihak yang ikut menggerakkan reformasi," urai dia.
Menurut Dahnil, maka uutang sejarah terpenting bagi reformasi adalah perlawanan terhadap KKN yang saat ini seringkali hanya ditulis dengan kata korupsi. Padahal, Korupsi selalu dibarengi dengan praktik kolusi dan nepotismi. Maka, penggunaan istilah KKN perlu terus digunakan kembali salah satu simbol, upaya mengingatkan kita semua terhadap hutang reformasi yang belum kita lunasi.
ADVERTISEMENT
Oleh sebab itu, pada momentum 20 Mei hari ini, bersamaan dengan momentum kebangkitan Nasional dan reformasi, saatnya semua anak bangsa memaknai demokrasi yang menggembirakan, demokrasi, d imana kesejahteraan ekonomi, dan kebebasan berekspresi dan bersyarikat harus terus dirawat, dan tidak dirusak oleh praktik KKN.
"Membiarkan KKN terus ramai, membiarkan KPK dilemahkan bahkan ingin dibunuh sama dengan membiarkan cita-cita kemerdekaan pupus dan hutang reformasi tak terlunasi. Maka, reformasi adalah momentum untuk kembali meneguhkan komitmen kebangsaan seluruh anak bangsa untuk melawan KKN. Mari Menggembirakan demokrasi," tutup Dahnil.
ADVERTISEMENT
Acara "Melawan Kebangkitan Orde Baru" (Foto: Teuku Valdy/kumparan)