Sukacita Penganut Kepercayaan Atas Putusan MK soal Kolom Agama di KTP

8 November 2017 17:45 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi agama. (Foto: Tumblr)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi agama. (Foto: Tumblr)
ADVERTISEMENT
Keputusan bulat dan cukup nekat diambil Ira Indrawardana (42). Setelah duduk di semester 2 di Fakultas Fisip Unpad, dia mengambil tindakan menimpa tulisan Katolik pada kolom agama di KTP-nya dengan tulisan "Sunda Wiwitan". Alasannya, karena tidak pernah merasa menjadi penganut Katolik.
ADVERTISEMENT
"Ya berpolitik dikitlah, saya kan butuh nilai agama di perkuliahan, ya sudah lah daripada saya ribet-ribet," kata pria yang kini berprofesi sebagai dosen antropologi di Universitas Padjajaran tersebut, saat berbincang dengan kumparan (kumparan.com), Rabu (8/11).
Ira bercerita, warga kelurahan Cigugur, Kuningan, Jawa Barat mengisi kolom agama di KTP dengan agama Katolik. Ira sendiri mengisi agama Katolik karena riwayat pendidikannya belajar di sekolah Katolik.
"Langsung ditembak," kata Ira.
Saat bersekolah di SD Katolik Yos Sudarso Cigugur, Ira pun sudah terbiasa dengan model pendidikan Katolik. Bahkan, lebih dari itu.
"Setiap Paskah saya jadi Yesus, lho benar saya yang jadi Yesusnya lho, knapa? karena ada drama musikal, di mana Yesusnya harus nembang Sunda," ujar Ira.
ADVERTISEMENT
Namun, sejak duduk di semester 2 kuliah, Ira sudah tidak membutuhkan lagi nilai pelajaran agama. Di saat itu, keberanian untuk mengungkapkan identitas aslinya muncul.
Meski begitu, masyarakat luas masih awam dengan penggunaan identitas Sunda Wiwitan. Petugas sebuah bank swasta pernah mempertanyakan identitas agama yang tertera pada pengajuan akun banknya.
"Ini enggak bisa pak, ada 6 agama dan lain-lain," kata Ira mengulang perkataan petugas bank tersebut. "Ya, saya yang lain-lain itu," jawab Ira.
Waktu berjalan, setelah UU No 3/2006 terkait Administrasi Kependudukan diterbitkan, Ira memperpanjang KTP-nya. Ira pun diperbolehkan mengosongkan kolom agama KTP-nya. Alasannya, agama Sunda Wiwitan yang dianutnya belum diakui, sementara itu ia enggan memasukkan 6 agama yang telah diakui negara.
ADVERTISEMENT
Masalah kembali datang saat mendaftar menjadi pegawai negeri sipil untuk posisi dosen. "Di kampus saya itu sempat dipertanyakan hampir-hampir saya enggak keterima, karena birokrat mempertanyakan di sini (kolom agama) kok kosong," kata Ira.
Namun, kampus tempatnya bekerja menerima Ira. Ira pun tak mendapat masalah, meski ia mengaku ada juga orang yang mempertanyakan keputusan tersebut. Namun, Ira terus bekerja. "Yang penting kan berkarya," kata Ira.
Ira melihat putusan MK pada (7/10) membukakan jalan baru bagi bangsa Indonesia. Pasalnya, pada titik ini menurutnya pemerintah mulai mau menerima identitas para penganut kepercayaan.
"Artinya kemerdekaan bangsa ini titik awalnya baru ini," kata Ira.
Boike Sitorus, penganut Parmalim juga melihat putusan MK menjadi langkah baru bagi penganut kepercayaan bisa agar diakui sepenuhnya keberadaanya. "Menurut saya masih ada proses perjuangan yang gimana pastinya kita berharap bisa dituliskan (di kolom agama) sesuai kepercayaan masing-masing," kata Boike.
ADVERTISEMENT