Kritik UU Ciptaker, PPI Turki Soroti 7 Poin ke Rombongan DPR RI di Istanbul

PPI Turki
PPI Turki adalah organisasi pelajar yang berbentuk perhimpunan yang mewadahi seluruh pelajar dan mahasiswa Indonesia yang ada di Turki. PPI Turki berasaskan Pancasila dan UUD 1945.
Konten dari Pengguna
7 November 2020 14:08 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari PPI Turki tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
PPI Turki memberikan hasil kajian UU Cipta Kerja tim PPI Dunia kepada Wakil Ketua DPR RI Aziz Syamsuddin dan rombongan di Istanbul (4/11)
zoom-in-whitePerbesar
PPI Turki memberikan hasil kajian UU Cipta Kerja tim PPI Dunia kepada Wakil Ketua DPR RI Aziz Syamsuddin dan rombongan di Istanbul (4/11)
ADVERTISEMENT
Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Turki mengkritik pemberlakuan UU Cipta Kerja (Ciptaker) di hadapan rombongan DPR RI saat melawat ke Istanbul (4/11). Staf Khusus Koordinator PPI Dunia Fajar Haqi yang juga mahasiswa pascasarjana Universitas Kocaeli, Turki, Ketua PPI Istanbul Adib Lutfi, dan Kepala Bidang Relasi dan Opini Publik PPI Dunia Fauzul Azhim memberikan hasil kajian PPI Dunia yang menyoroti tujuh poin UU Ciptaker.
ADVERTISEMENT
Pertama, tim kajian menganggap bahwa dalam proses menuju pengesahan UU Ciptaker tidak ada perspektif kewargaan. PPI Dunia melihat ada kesan terburu-buru dan belum sepenuhnya menerapkan prinsip keterlibatan publik.
Kedua, kurangnya penerapan prinsip keterbukaan dan penyebaran informasi dalam proses pengesahan RUU menjadi UU Ciptaker.
Ketiga, terdapat kontinjensi risiko terhadap kepastian hukum turunan yang masih akan diatur kemudian melalui Peraturan Pemerintah (PP). PPI Dunia meminta pihak terkait untuk mengawal turunan kebijakan UU Ciptaker dalam PP yang akan dikeluarkan pada kemudian hari. Perwakilan pelajar dunia di Turki juga meminta pemerintah menerapkan prinsip pelibatan publik dalam pembentukan PP.
Keempat, UU Ciptaker tidak sepenuhnya mencerminkan implementasi kebijakan desentralisasi. Tim kajian menganggap hal ini tidak sesuai dengan semangat otonomi daerah dan desentralisasi yang diusung pasca reformasi.
ADVERTISEMENT
Kelima, terdapat potensi semakin lemahnya upaya untuk menjaga dan melestarikan lingkungan di sekitar industri. Tim kajian menyoroti bahwa dalam proses penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), masyarakat yang diizinkan untuk dilibatkan hanya yang terkena dampak langsung. Pemerhati lingkungan dan masyarakat yang tidak terpengaruh langsung tidak disebutkan dalam pasal.
Keenam, kebijakan di bidang pertanahan untuk kepentingan umum belum sepenuhnya memperhatikan kesejahteraan rakyat.
Ketujuh, problematika pendirian Lembaga Pengelola Investasi (LPI) dan pemusatan kewenangan Proyek Strategis Nasional pada Pasal 165. UU Ciptaker belum menjelaskan sektor apa yang dijadikan fokus utama dalam investasi. Undang-undang itu juga memberikan kewenangan besar bagi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk membebaskan lahan dan memberikan izin usaha bagi Proyek Strategis Nasional. Yang menjadi masalah adalah ketiadaan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Hal ini juga kontradiktif dengan misi Presiden Joko Widodo yang ingin mereformasi birokrasi menjadi lebih sederhana.
ADVERTISEMENT
"Justru kehadiran lembaga itu memperbesar struktur birokrasi. Bila LPI dibentuk, konsekuensinya adalah pemerintah harus merekrut pegawai-pegawai dan membuat alur birokrasi baru kembali. Lembaga ini juga rawan konflik kepentingan," kata Sekretaris Jenderal Savran Billahi memberikan keterangan secara terpisah.
Hasil kajian ini langsung diterima oleh Wakil Ketua DPR RI Aziz Syamsuddin. Dia menganggap kajian ini akan memberikan sudut pandang lain dalam mengawal pemberlakuan UU Ciptaker.
“Kajian akademis ini saya terima dengan baik, karena saya percaya bahwa ini akan memberikan pandangan-pandangan lain serta masukan yang nantinya akan menjadi pertimbangan bagi DPR RI," kata dia.
Dalam rombongan DPR RI di Istanbul ikut serta Wakil Ketua Komisi VIII Ace Hasan Syadzily, Wakil Ketua Komisi X Hetifah Sjaifudian, Anggota Komisi XI Mukhamad Misbakhun, Puteri Komarudin, Anggota Komisi I Ilham Pangestu, Bobby Adithya Rizaldi, Anggota Komisi II Bambang Patijaya, dan beberapa staf khusus dan tenaga ahli.
ADVERTISEMENT