news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Banyak Anak Dompu Alami Kekerasan dan Narkoba, Aktivis Tanyakan Penghargaan KLA

Konten Media Partner
2 Maret 2020 9:50 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Anak-anak di Dompu pada saat kegiatan Forum Anak Dompu. Foto: Doc FAD
zoom-in-whitePerbesar
Anak-anak di Dompu pada saat kegiatan Forum Anak Dompu. Foto: Doc FAD
ADVERTISEMENT
Info Dompu - Setelah mendapatkan penghargaan ‘Kota Layak Anak’ (KLA) dari Kementeriaan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) untuk predikat Pratama pada Juli 2019 lalu, kini Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Dompu di Nusa Tenggara Barat (NTB) sedang mengincar penghargaan yang lebih tinggi yakni tingkat Madya pada 2020.
ADVERTISEMENT
Meski menyatakan bangga dengan semangat Pemkab tersebut, namun aktivis Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Provinsi NTB, Yan Mangandar Putra mempertanyakan penghargaan dimaksud ternyata bertolak belakang dengan tingginya kasus kekerasan seksual dan penyalahgunaan Narkoba yang dilakukan oleh anak-anak di Dompu.
Dalam akun Facebook-nya 27 Februari 2020 pukul 06.27 WITA, pengacara anak ini menjelaskan, ada banyak indikator yang harus dipenuhi antara lain 6 indikator kelembagaan dan 25 substansi yang dikelompokkan dalam 5 klaster dan dikembangkan dari tingkat RT (Rukun Tetangga), Desa/Kelurahan, Kecamatan, Kabupaten/Kota, provinsi hingga nasional.
“Semuanya harus menjadi sebuah sistem yang terlaksana secara terintegrasi dan berkelanjutan bukan sebatas komitmen dan hasil ‘sulap’,” sindirnya.
Faktanya saat ini, kata putra asal Dompu ini, Dompu hanya memiliki 2 taman yang diklaim ramah anak yang hanya dilengkapi dengan wahana perosotan dan jauh dari kesan hijau dan bebas dari asap rokok.
ADVERTISEMENT
Dia juga mempertanyakan absennya bantuan sosial anak di Dinas Sosial dan rumah sakit setempat, APBD maupun Dana Desa. Pemda juga ‘mencaplok’ 18 sekolah ramah anak tanpa memberikan pemahaman kepada guru khususnya guru bimbingan dan konseling terkait keterampilan asesmen, pendampingan dan komunikasi terapiutik kepada siswa.
Yan Mangandar Putra, Aktivis Anak. Foto: Facebook Yan Mangandar Putra
Ia juga menyinggung terkait keberadaan sekretariat tetap dan kebebasan Forum Anak untuk merencanakan dan melaksanakan kegiatannya. Serta belum adanya Rumah Aman, tingginya kasus bunuh diri dan darurat Narkoba. Termasuk tingginya kasus anak berhadapan dengan hukum dan masalah lainnya.
“Dengan setumpuk masalah tersebut jangankan sudah mendekati ideal, separuh persyaratan saja sebenarnya Dompu belum layak mendapatkan penghargaan Kota Layak Anak,” ujarnya via telpon seluler, Sabtu (29/2).
Yan juga menujukkan contoh Surat Himbauan Bupati Dompu pada 3 Februari 2020 tetapi bernomor DP3A (Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak) Kabupaten Dompu. Surat itu ditujukan kepada seluruh dan Kepala Desa/Kelurahan se-Kabupaten Dompu agar mengalokasikan anggaran untuk pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak dari Dana Desa.
ADVERTISEMENT
Menurut Yan, surat tersebut menunjukkan penanganan masalah anak belum terintegrasi dan sinergi, seolah hanya menjadi tanggung jawab DP3A. “Padahal semestinya, karena ditujukan ke Camat dan Desa/Lurah, seharusnya yang melakukan intervensi itu adalah DPMPD (Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa, red), bukan DP3A. Apa iya DP3A mampu mengatasi masalah anak sendirian tanpa melibatkan stakeholder lain?,” tanyanya.
Apalagi penghargaan KLA, kata dia, untuk Kabupaten Dompu bukan khusus DP3A. Dia mengkhawatirkan munculnya masalah komunikasi dan koordinasi nantinya ketika penanganan masalah anak hendak dieksekusi.
“Bisa saja nanti saat para kades, lurah dan camat mau koordinasi BPMPD bersikap pasif karena merasa tidak pernah dilibatkan,” ujarnya. Begitu pula, kata dia, boleh jadi OPD (Organisasi Perangkat Daerah) lain tidak paham tentang KLA karena hanya dimonopoli DP3A.
Kegiatan Forum Anak Dompu. Foto: Doc FAD
Ditambahkan, setiap ada masalah yang melibatkan anak seperti Narkoba, kekerasan seksual atau mengalami kecelakaan lalulintas tidak semata masalah hukum tapi juga seharusnya melibatkan pihak lain seperti Dinas Sosial, Dikpora, dan seterusnya.
ADVERTISEMENT
“Sekarang misalnya, apa yang sudah dilakukan oleh Pemda terhadap 10 anak (yang terlibat Narkoba, red) di Desa Matua itu. Paling ujungnya hanya dikembalikan kepada orangtua, padahal mental mereka perlu ditangani secara khusus,” ujarnya menyontohkan.
Sayangnya, kata dia, 3 di antara anak positif Narkoba tersebut justru diselesaikan dengan cara mediasi, padahal itu melanggar No 11/2012 tentang Sistem Peradilan Anak. “Dalam UU Peradilan Anak, bagi anak-anak yang berhadapan dengan hukum dan ancaman hukumannya di bawah 7 tahun seharusnya menggunakan diversi,” terangnya.
Diversi, katanya, adalah sejenis musyawarah yakni proses penyelesaian perkara pidana dilakukan di luar peradilan tapi dikukuhkan melalui putusan pengadilan dan melibatkan para pihak seperti aparat kepolisian, pekerja sosial, lembaga pemasyarakatan, DP3A, orangtua anak, LPA, dan pihak sekolah jika anak masih berstatus sekolah aktif.
Anak-anak di Dompu yang ditangkap saat pesta sabu. Foto: Doc Polres Dompu
“Jika menurut hasil pemaparan berbagai pihak anak tersebut dinyatakan bersalah maka dapat dikenakan ‘pidana sosial’, dan pidana sosial dibenarkan secara hukum,” ujarnya. Dikatakan, putusan pengadilan dengan sistem diversi sama kuatnya dengan keputusan pengadilan melalui proses beracara di pengadilan.
ADVERTISEMENT
Selama ini, kata Yan, orang hanya mengenal pidana penjara bagi anak yang dinyatakan bersalah oleh pengadilan. Padahal ‘pidana sosial’ juga diperbolehkan seperti anak diwajibkan membersihkan mesjid tiap Jumat, menurunkan bendera di kantor desa, atau tidak boleh bolos di sekolah dalam 6 bulan.
“Sedangkan mediasi hanya kesepakatan beberapa pihak saja dan itu tidak menyelesaikan masalah, di samping bertentangan dengan UU Peradilan Anak,” ujarnya mengingatkan berpotensi disalahgunakan seperti prosesnya direkayasa.
Yan menilai, program kerja Pemda dalam menyiapkan Dompu sebagai Kota Layak Anak itu lebih menonjolkan aspek selebrasi daripada tindakan sadar, terencana, terpadu dan berkelanjutan. Yan mengakui semua Kota Layak Anak memang tidak sempurna, tapi penghargaan KLA untuk Dompu menurutnya belum layak. Dia juga menyayangkan pernyataan bupati Dompu yang menganggap tidak perlu adanya Rumah Aman bagi korban.
ADVERTISEMENT
Alasannya “Semua rumah aman di Dompu dan dirinya punya strategi untuk mengatasi masalah anak,” ujar Yan menirukan pernyataan Bupati.
-
Ilyas Yasin