Cerita Mahasiswa Asal Dompu Mulai Menggunakan Cadar

Konten Media Partner
20 Desember 2019 7:54 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi mahasiswa bercadar. Foto: Unplash
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi mahasiswa bercadar. Foto: Unplash
ADVERTISEMENT
Info Dompu - Dengan bercadar, penampilan Nur Anisyah (23), terlihat sedikit mencolok di antara seribuan mahasiswa lainnya di kampus STKIP Yapis Dompu. Itu mulai terjadi sejak tahun 2015, saat mahasiswi Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia ini memutuskan bercadar.
ADVERTISEMENT
Di kampusnya saat itu, kata dia, hanya dia dan satu seniornya yang memakai busana khas muslimah tersebut. Dia mengaku makin mantap dengan pilihannya setelah melihat ada temannya yang memakai busana yang sama.
Gadis asal Desa O’o, Kecamatan Dompu Kabupaten Dompu, NTB, ini mengaku keinginan untuk memakai cadar sudah cukup lama. Tumbuh di tengah keluarga relijius, Nisa -sapaan akrabnya- menjelaskan, cita-cita mengenakan busana muslimah tersebut sudah muncul sejak kelas 6 Sekolah Dasar (SD). Itu pula yang membuatnya ingin masuk pondok pesantren.
Nur Anisa, mahasiswa bercadar asal Dompu. Foto: Info Dompu
“Dulu ingin sekali sekolah di pondok (pesantren, red), tapi karena lagi ramai isu terorisme akhirnya orang tua tidak mengizinkan,” ujarnya ketika ditemui di kampusnya, Rabu (18/12).
Yang dimaksudnya adalah peristiwa bom Bali pada 2002. Peristiwa itu merembes hingga munculnya kecurigaan terhadap pesantren di daerahnya yang dicurigai sebagai bagian dari aksi pengeboman tersebut.
ADVERTISEMENT
Namun keinginan Nisa masuk pesantren tetap tak terbendung. Akhirnya, kendati sudah duduk di kelas 1 SMP di kampungnya, ia dikirim orangtuanya ke sebuah pesantren di Waingapu, Nusa Tenggara Timur (NTT). Ternyata itu hanya siasat orang tua agar dirinya melupakan sementara keinginan masuk ke pesantren karena isu terorisme.
Di Waingapu Nisa tinggal dengan salah satu kerabat. Di sana, tidak ada pesantren. Jangankan pesantren, orang yang memakai jilbab biasa saja masih asing. Akhirnya Nisa masuk di sebuah SMP negeri.
Ilustrasi mahasiswa bercadar. Foto: Unplash
Sebagai daerah yang mayoritas penduduknya penganut Katholik, Nisa merasa tambah asing di rantau. Meski begitu, ia tetap memakai jilbab panjang (syar'i) hingga tamat SMA.
Tampil dengan identitas jilbab sendirian di tengah lingkungan yang asing, diakuinya, tidak mudah. Tetapi dirinya mencoba tetap bertahan, bahkan ia menjawab keraguan orang-orang di lingkungannya dengan prestasi yang membanggakan di sekolah.
ADVERTISEMENT
Nisa aktif di beberapa organisasi maupun kegiatan ekstrakurikuler di sekolahnya seperti ‘duta agama’ (semacam kerohanian Islam), ikut berbagai perlombaan baca puisi dan lainnya. Dia bahkan mewakili sekolahnya pada lomba baca puisi di tingkat Kabupaten.
Ia mengakui, ketika di sekolahnya ia kesulitan mencari perwakilan yang akan dikirim mengikuti perlombaan tersebut dan Nisa mengajukan diri. Padahal saat itu ia baru saja pindah di sekolah tersebut. Semula guru-gurunya ragu, apalagi dengan penampilannya yang berbeda.
“Tetapi saya yakinkan bahwa saya mampu. Saya tunjukkan juga sertifikat juara lomba baca puisi waktu SD di Dompu. Setelah itu mereka percaya meski saya satu-satunya siswa muslimah yang pakai jilbab,” terangnya.
Waktu di SMA Nisa juga menunjukkan prestasi yang gemilang. Diakuinya SMA Negeri 2 Waingapu, tempatnya sekolah, tergolong sekolah favorit di sana. Ketika sekolahnya kesulitan mencari kandidat Pemilihan Duta Wisata, terjadi negosiasi antara dirinya dengan pihak sekolah.
Nisa bersama teman-temannya di Kampus. Foto: Info Dompu
Semula sekolah, lagi-lagi memintanya melepas jilbab sebagai syarat Duta Wisata tapi ia bersikeras menolak. “Saya menolak melepas jilbab. Saya persilakan mencari siswa lain. Tetapi kan menjadi Duta Wisata itu salah satunya harus cerdas, sehingga akhirnya ada kompromi. Saya diikutkan meski tetap berjilbab hehehe,” kenangnya.
ADVERTISEMENT
Setelah tamat SMA Nisa kemudian memutuskan pulang kampung ke Dompu dan kuliah di daerahnya. Kini ia merasa senang karena pemakai cadar juga mulai banyak baik siswa sekolah maupun teman sesama mahasiswa. Seiring waktu, katanya, muslimah yang memakai cadar juga kian bertambah. Nisa semakin mantap dengan pilihannya.
Kini mahasiswa semester terakhir ini bahkan berjualan online cadar, selain aktivitas mengajar di dua sekolah Islam di Dompu. Mengajar, katanya selain untuk keperluan dakwah, juga sebagai salah satu sumber penghasilannya.
-
Ilyas Yasin