'Jual Beli' Kawasan Hutan Dompu di NTB, Puluhan Petani Mengadu ke DPRD

Konten Media Partner
13 Desember 2019 10:54 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kawasan di Dompu. Foto: Info Dompu
zoom-in-whitePerbesar
Kawasan di Dompu. Foto: Info Dompu
ADVERTISEMENT
Info Dompu - Puluhan perwakilan petani yang tergabung dalam Kelompok tani So Ncando, Gapoktan La Lembo, Sori Mila dan So Mada Rangga menghadiri Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di Kantor Dewan Perwakilan Daerah (DPRD) Kabupaten Dompu, Rabu (11/12).
ADVERTISEMENT
Rapat ini merupakan rapat gabungan Komisi I dan Komisi II yang dipimpin oleh Ketua Komisi I, Muttakun. Selama rapat berlangsung alot dan menegangkan. Hadir dalam rapat ini sejumlah anggota DPRD Dompu di antaranya, Abdul Fakkah, Yatim, Kurniawan Ahmadi, Fedon, dan Dahlan. Kepala Balai Kesatuan Pengelolaan Hutan (BKPH) Tofo Pajo Madapangaga Rompu Waworada (TPMRW) Syaifullah, Kepala BKPH Ampang Riwo Soromandi (ARS) yang diwakili Kusmarihadi, dan Kades Nowa, Kurais.
Para petani ini mengadukan sejumlah masalah, di antaranya masalah kepemilikan lahan dan tentang status kawasan hutan di berbagai kawasan di Dompu.
Ketua So Sori Mila, Muhammad Nurdin Abdullah mengatakan, dialog itu dilakukan untuk mengklarifikasi lahan Eks Reboisasi tahun 2019. Menurutnya, sejak tahun 2003 lalu, lahan itu merupakan lahan garapan masyarakat setempat. Namun Pemda Dompu waktu itu, kata dia menanam pohon di lahan yang mereka garap. Kemudian kawasan itu dibuatkan aturan agar tidak digarap lagi oleh masyarakat.
Pertemuan Petani Dompu dengan DPRD. Foto: Ardyan/Info Dompu
“Kami dibenturkan dengan UU (undang-undang, red) sehingga kami harus meninggalkan lahan ini dulunya," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Saat itu menurut Nurdin, sebagai warga taat hukum kelompok tani mereka dengan berat hati meninggalkan lahan karena itu dalam hutan tutupan Negara, sehingga tidak boleh diganggu.
Namun kata Nurdin, lahan yang kini telah ditinggalkan kelompoknya, justru telah dikuasai kelompok baru. Menurutnya, atas dasar inilah mereka datang ke DPRD agar bisa mengambil sikap, juga sebagai pertimbangan untuk menghentikan aktifitas perladangan yang berlangsung.
“Apa yang kami lakukan dulunya itu menjaga kelestarian lingkungan Hutan. Tapi kini hancur karena program jagung yang diketahui kelompok lain, yang bukan dari kelompok So Sori Mila,” ungkapnya.
Hal senada pun disampaikan, Kepala Desa Nowa, Kurais. Dia mengatakan, pada periode Bupati Ompu Beko (2000 - 2008) lalu, justru beberapa orang keluarganya masuk penjara hanya karena menguasai lahan Ncando. Kini ia merasa seolah pihaknya ditipu oleh pemerintah. Hal itu dikarenkan lahan yang pernah membenturkan mereka dengan hukum telah dikuasai oleh pihak lain.
Hutan yang menjadi perdebatan oleh petani. Foto: Ardyan/Info Dompu
“Jika aturan membenarkan ada penguasaan lahan, tentunya negara tidak adil pada kami ini. Yang dimana kami dulunya dikerangkeng lantaran menguasai lahan tutupan itu, sementara saat ini kelompok lain sangat leluasa menguasainya,” ucapnya.
ADVERTISEMENT
Akibat kurangnya ketegasan pemerintah itu, kata Kurais, lahan tersebut kini malah sudah dikomersilkan oleh beberapa oknum. Menurutnya, pelaku atas tindakan ini sangat mudah diketahui melalui kwitansi penjualan lahan. Kurais dan rekan-rekannya yang mendatangi DPRD sangat berharap agar aktivitas kelompok 'baru' itu dihentikan.
“Harapan kami semua lahan tutupan terutama lahan Ncando, So Sorimila dan So Mila dihentikan aktivitasnya. Jika masih ada aktivitas silahkan diadili seadil-adilnya,” harapnya.
Tidak hanya itu, Kurais juga membeberkan, ada pengakuan salah seorang anggota kelompok tani yang juga sebagai mitra KPH. Mereka diwajibkan untuk menyetor sebesar 15 persen dari hasil pendapatannya apabila kelompok yang menguasai lahan mitra.
Petani yang hadir di DPRD Dompu. Foto: Ardyan/Info Dompu
“Kemitraan dengan Kelompok tani diwajibkan menyetor 15 persen untuk pemerintah Desa dan 10 persen untuk pemerintah Provinsi dari penghasilan. Selain itu, kami menguasai lahan tersebut bukan cuma-cuma, per anggota mengalami kerugian 10 juta,” ungkap Kurais menirukan anggota kelompok tani di lahan So Ncando.
ADVERTISEMENT
Adapun yang diduga sebagai pelaku penjual lahan dan juga sebagai Kelompok tani adalah Jasman. Namun Jasman membantah. Ia mengaku dirinya bukan dalang dalam persoalan tersebut. Justru ja menyatakan siap untuk dilaporkan apabila dirinya terbukti sebagai aktor yang mengkomersilkan lahan tutupan Negara itu.
“Jangan menuduh hanya saya menjadi biang kerok masalah ini dan jika ada bukti keterlibatan saya silahkan bawa saya ke ranah Hukum," ujarnya dalam pertemuan.
"Sebagai kelompok tani kemitraan, saya diberi wewenang untuk menjaga kelestarian Hutan, setiap ada kegiatan masyarakat di lokasi yang dimaksud saya selalu melapor ke pihak pemerintah terkait,” lanjut Jasman.
Sementara itu, Kasi Pembiayaan Pembangunan Hutan KPH-ARS, Kusmarihadi mengatakan, pertemuan dengan kelompok tani sudah sering kali terjadi, justru sampai saat ini belum ada penyelesaian.
ADVERTISEMENT
“KPH memiliki anggota sangat terbatas, keterbatasan inilah oleh pihak pemerintah bekerja sama dengan kelompok kemitraan agar sama sama menjaga kelestarian hutan. Usulan yang bisa kami harapkan adalah adakan tim verifikasi lapangan yang melibatkan semua unsur agar persoalan tidak berlarut-larut,” harapnya.
Kawasan hutan Dompu. Foto: Ardyan/Info Dompu
Di tempat yang sama, Wakil Ketua Komisi II DPRD, Abdul Faka mengatakan, lahan itu merupakan lahan dalam kawasan pemerintah yang tentunya tidak boleh diganggu. Mengingat masyarakat yang menghendaki, hampir semua lahan hutan di Dompu telah hancur.
“Dari informasi yang kami dengar, ada laporan penyerobotan dan itu adalah permainan yang dilakukan oleh ketua kelompok yang menjual lahan ini kepada orang lain sehingga timbul pemicu konflik antar masyarakat tani itu sendiri,” ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, anggota DPRD Komisi II, Yatim Gatot mengatakan, untuk menjawab semua persoalan tersebut akan sulit bila beberapa orang Ketua Kelompok Tani tidak hadir. Dari informasi yang ia kumpulkan, menurutnya, petani terlalu serakah sehingga terjadi konflik.
“Yang diperebutkan lahan hutan tutupan yang tentunya ini adalah sebuah pelanggaran. Beri kami peluang masalah So Ncando untuk menangani masalah ini dengan pihak KPH dengan satu syarat, berikan kami bukti adanya oknum menjual lahan tutupan ini,” ujarnya.
Pada akhir RDPU, pimpinan rapat Muttakun menyimpulkan, dalam waktu dekat ini pihaknya akan membentuk tim verifikasi kelestarian hutan. Politisi NasDem ini menegaskan petani wajib menggarap lahan itu satu hektar.
Kawasan Hutan Dompu. Foto: Ardyan/Info Dompu
“Saya harap bagi seluruh masyarakat yang mendapatkan bukti terkait penjualan lahan Negara untuk segera dilaporkan ke kami. Adapun pihak yang masuk dalam tim verifikasi, yakni Unsur KPH ARS, KPH Tofopajo, Pemda di Kabag Tatapem dan Kabag Ekonomi, Komisi I dan II,” terangnya.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya, pihaknya akan mendorong melakukan proses hukum terhadap oknum petani atau pihak-pihak yang menjual dan membeli lahan kawasan hutan.
“Kepada oknum yang terlibat baik sebagai penjual maupun pembeli akan dikenakan sanksi tambahan dengan dikeluarkan dari areal kawasan hutan yang dikelolanya,” tegasnya.
“Untuk itu kami minta kepada warga yang mengetahui adanya pihak-pihak yang melakukan jual beli lahan agar melaporkan kepada aparat hukum atau kepada DPRD,” tambahnya.
Selanjutnya, Muttakun sebagai pimpinan pertemuan menegaskan, semua pihak dalam hal ini petani tidak diperkenankan lagi untuk memperluas areal dengan melakukan perambahan dan perladangan liar.
“Jika diketahui ada oknum petani yang terus membuka dan memperluas areal garapan, maka oknum yang bersangkutan akan diambil tindakan tegas dan diproses secara hukum,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
-
Ardyan