Kisah Pandu: Dulu Gagal Dapat Beasiswa, Kini Berhasil Keliling Dunia

Konten Media Partner
29 Januari 2020 7:28 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
I Gede Pandu Wirawan saat berada di Jerman. Foto: Instagram @igedepanduw
zoom-in-whitePerbesar
I Gede Pandu Wirawan saat berada di Jerman. Foto: Instagram @igedepanduw
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Info Dompu - Kisah heroik para pemburu beasiswa memang selalu memberikan sensasi yang mengasyikkan. Ada ketegangan, semangat penuh harap sembari mengerahkan segala daya, pantang menyerah untuk merawat impian, jatuh terpuruk lalu bangkit lagi hingga akhirnya berhasil meraih mimpi.
Seperti kisah I Gede Pandu Wirawan (29), alumnus Universitas Nasional (Unas) Jakarta dalam International Scholarship Workshop and IELTS Simulation Test, di Gedung Dharma Wanita, Kabupaten Dompu, Sabtu (25/1).
Setelah menyelesaikan studinya di Unas, pemuda asal Palopo, Sulawesi Selatan ini, sempat bekerja sebagai Sales sebuah produk teh dan pemain figuran sinetron di Jakarta. Tinggal dan merantau di Ibu Kota tanpa kerabat membuat aktivis LSM ini berpikir keras untuk mengatasi kesulitan ekonomi yang dihadapinya. Dia mengaku sempat melamar beasiswa LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan), sebuah beasiswa bergengsi yang dikelola oleh Kementerian Keuangan, tapi gagal.
I Gede Pandu Wirawan dalam International Scholarship Workshop di Dompu, NTB. Foto: Info Dompu
“Penyebabnya, karena skor TOEFL saya masih rendah, juga saya mengisi apply pilihan program studi yang dilamar seadanya karena saya tidak tahu persis prodi mana yang sebaiknya saya ambil,” ujar alumnus Victoria University, Australia ini. Pandu mengambil bidang public relation, sesuai latar belakang pendidikan sarjananya.
ADVERTISEMENT
Untuk mengatasi kegagalannya di bidang bahasa Inggris ia kemudian mengambil kursus IELTS selama 6 bulan penuh tanpa aktivitas lain. “Biayanya cukup mahal sekitar Rp 7 juta dan saya sampai nyicil hehehe,” ujarnya.
Belakangan, Pandu juga menyukuri ketidaklulusannya tersebut karena setelah melihat sebaran mata kuliah pada jurusan yang dilamarnya ternyata ia kurang tertarik.
Pandu saat di Irlandia. Foto: Instagram @igedepanduw
Pandu kemudian memantapkan diri mengambil jurusan Community Development (Pengembangan Masyarakat), sesuai tempat ia bekerja. Pandu mengingatkan, bidang yang dilamar harus benar-benar sesuai dengan passion.
Dia lantas menceritakan pengalamannya satu kelas dengan beberapa mahasiswa Indonesia non beasiswa yang mengalami kesulitan karena sebelumnya tidak punya pengalaman dalam bidang yang diambilnya.
ADVERTISEMENT
“Mereka adalah anak-anak dari keluarga kaya tapi sebelumnya tidak punya pengalaman turun ke masyarakat desa, bagaimana berhadapan dengan masyarakat desa atau cara berkomunikasi dengan kepala desa,” ujarnya.
Pandu saat berkuliah di Australia. Foto: Istagram @igedepanduw
Pandu menekankan pentingnya memiliki impian untuk meraih beasiswa. Jika hendak studi keluar negeri, kata dia, harus membayangkan tempat yang dituju misalnya ke Universitas Harvard, Universitas Cambridge dan lain-lain.
“Jangan takut bermimpi karena Tuhan akan memeluk mimpi-mimpi itu,” ujarnya mengutip Andrea Hirata. Sebagai lulusan kampus swasta yang tidak terlalu populer, Pandu menyadari benar untuk meningkatkan kemampuannya.
“Kalau kita ingin mencapai sesuatu di atas rata-rata maka kita pun harus melakukan sesuatu di atas rata-rata. Apalagi beasiswa itu bukan di-lot (diundi, red). Pasti ada banyak orang yang berharap dapat beasiswa tapi hanya sedikit yang dapat diterima,” ujarnya.
I Gede Pandu Wirawan saat menerima penghargaan Australia Awards. Foto: Instagram @igedepanduw
Selain mengejar indeks prestasi yang tinggi, kata Pandu, bekal lain yang harus disiapkan para pejuang beasiswa adalah kepemimpinan. “Itulah pentingnya bergabung dalam organisasi selama masa mahasiswa, atau terlibat jadi volunteer (relawan, red),” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Sejak 2011, usai tamat kuliah, Pandu akhirnya untuk kali pertama keluar negeri. Ia mengikuti studi di Universitas Malaya, Malaysia, kemudian ke University of Temple di AS untuk mengikuti short course selama 5 pekan. Setelah itu Pandu kemudian mengunjungi banyak negara di Eropa dan negara lain, baik untuk mengikuti kursus singkat atau konferensi internasional.
Pandu dan Diana Purwanti dalam kegiatan workshop di Dompu berfoto bersama peserta kegiatan. Foto: Info Dompu
Narasumber lain kegiatan lokakarya tersebut adalah Diana Purwati, SPd, M.Ed TESOL, founder dan CEO D’ English Learning Center (D'ELC), Dompu. Diana adalah dosen STKIP Yapis Dompu. Sekaligus alumni The University of South Australia. Selain itu, juga Arif Bulan peraih beasiswa LPDP dan Ketua Prodi Pendidikan Bahasa Inggris STKIP Yapis Dompu.
Kegiatan tersebut diikuti 60 orang peserta dari kalangan pelajar, mahasiswa, dosen dan umum. Selain dari dosen dan mahasiswa dari Dompu lokakarya pertama se-pulau Sumbawa tersebut juga diikuti dosen STKIP Kota Bima, STKIP Taman Siswa Bima dan mahasiswa STIPAR Bima. Selain simulasi tes IELTS dan soal-soal beasiswa, peserta juga diajarkan tips menulis esai dan konsultasi beasiswa.
ADVERTISEMENT
-
Ilyas Yasin