Kisah Pemain Biola Rawa Mbojo di Dompu NTB

Konten Media Partner
27 Maret 2019 23:47 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Abdul Hamid Ibrahim, Pemain Biola Rawa Mbojo di Dompu. Foto: Info Dompu
zoom-in-whitePerbesar
Abdul Hamid Ibrahim, Pemain Biola Rawa Mbojo di Dompu. Foto: Info Dompu
ADVERTISEMENT
Info Dompu - Abdul Hamid Ibrahim (60) adalah pemain biola rawa mbojo yang masih eksis. Ia sudah menjalani profesi sebagai penggesek biola sejak masih remaja dengan berguru pada beberapa seniornya. Setelah mahir ia pun sering diundang ke berbagai tempat untuk menunjukkan kebolehannya. Ayah empat anak ini sudah menjelajah hampir semua wilayah di Kabupaten Dompu, Bima, Sumbawa hingga Mataram yang di diami suku Mbojo. Karena sering diundang itulah hingga akhirnya ia tak menyelesaikan sekolahnya.
ADVERTISEMENT
“Saya hanya duduk hingga di kelas 5 SD,” ujarnya menceritakan perjalanan musiknya.
Hamid sudah menggeluri seni musik tradisional ini sejak 1975. Hingga sekarang ia masih sering mendapat undangan pentas terutama pada musim pernikahan. Dalam setahun, katanya, minimal ia mendapat job 10 kali pentas di di Dompu maupun di Bima. Selain tampil di acara pernikahan warga, kalangan pemerintah juga sering meminta jasanya untuk keperluan acara seremoni atau penyambutan tamu.
“Kadang juga mengiringi kasidahan di acara keagamaan atau tampil saat lomba kesenian daerah,” jelasnya ketika ditemui di rumahnya di Desa Lepadi Kecamatan Pajo, Selasa (26/3).
Pada Festival Pesona Tambora (FPT) tahun lalu Abdul Hamid tampil juga diminta pihak Kecamatan Pajo untuk tampil menunjukkan kebolehannya.
ADVERTISEMENT
Di awal karirnya pada 1980-an, ia pernah diundang pentas ke Desa Sanggopa Sante dan Kecamatan Kore, Kabupaten Bima dengan tarif Rp 25 ribu. Karena belum dilalui kendaraan, ia dan penyanyi wanita terpaksa dijemput ke lokasi dengan kuda oleh pemilik hajatan.
“Di zaman itu, upah tersebut tergolong mahal,” tuturnya.
Kemahirannya menggesek biola terus terkenal hingga ke Kabupaten Bima. Daerah terjauh yang pernah dijelajahinya adalah Kecamatan Wera dan Sape. Waktu diundang ke Wera ia bahkan dibayar lebih tinggi yakni Rp 35 ribu.
“Upah tergantung jauh dekatnya jarak. Semakin jauh biasanya upahnya lebih tinggi,” ujarnya sembari menjelaskan bahwa untuk menjangkau tempat acara ia maupun penyanyi pengiringnya harus berganti kendaraan beberapa kali.
ADVERTISEMENT
Penetapan besaran upah, katanya, tergantung kesepakatan pemesan dengan pemain biola, sedangkan untuk bagian penyanyi mendapat bagian di bawah pemain biola. Misalnya jika upahnya 1,5 juta maka penyanyi mendapat bagian Rp 500 ribu hingga Rp 600 ribu.
Abdul Hamid dengan Biolanya. Foto: Ilyas Yasin/Info Dompu
“Namun sejak zaman hp (ponsel, red.) sudah berubah karena pengundang akan kontak langsung dengan penyanyi sesuai selera,” Abdul Hamid menjelaskan.
Kini, tarif pemain biola maupun penyanyi terpisah. Keadaan tersebut, katanya, kadang dimanfaatkan penyanyi untuk menaikkan tawaran khususnya bagi penyanyi yang sangat digemari. Sekarang tarif penyanyi justeru lebih tinggi dari pemain biola. Abdul Hamid mengaku dibayar minimal satu juta rupiah untuk sekali tampil sedangkan penyanyi bisa dua kali lipat.
“Bahkan untuk penyanyi tertentu dibayar 2,5 juta untuk sekali tampil,” jelasnya sambil menyebutkan beberapa penyanyi pasangannya.
ADVERTISEMENT
Meski dipasangkan dengan penyanyi pengiring yang berbeda tapi Abdul Hamid mengaku tidak pernah kesulitan menyesuaikan musiknya dengan gaya menyanyi pasangannya. Abdul Hamid dan penyanyinya mulai beraksi pukul 21.00 sampai 03.00 Wita. Bagi penonton yang belum puas biasanya mereka akan memberikan biaya tambahan (saweran).
“Untuk satu atau dua jam tambahan mereka memberikan uang saweran hingga Rp 200 ribu,” jelasnya lagi. Ditambahkannya, tidak ada perawatan khusus untuk menjaga stamina jika harus tampil berturut-turut beberapa malam.
“Untuk menjaga kualitas suara paling tidak memakan yang berminyak,” ujar isterinya Rugaya yang ikut menemani saat wawancara.
-
Penulis: Ilyas Yasin