Kisah Sumarni, Sang 'Siwe' Biola yang Rela Dicap 'Wanita Nakal'

Konten Media Partner
30 Maret 2019 11:49 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Biola yang digunakan untuk mengiringi rawa mbojo*. Foto: Info Dompu
zoom-in-whitePerbesar
Biola yang digunakan untuk mengiringi rawa mbojo*. Foto: Info Dompu
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
* Rawa mbojo adalah kesenian tradisional Bima-Dompu berupa nyanyian patu cambe (berbalas pantun) yang diiringi alat musik biola.
ADVERTISEMENT
Info Dompu - Penyanyi rawa mbojo, atau penyanyi wanita pengiring musik biola tradisional Dompu-Bima, adalah salah satu profesi khas kesenian tradisional masyarakat Dompu, Nusa Tenggara Barat (NTB). Kehadirannya diharapkan dapat merawat budaya setempat.
Penyanyi pengiring biola juga biasa disebut siwe biola. Saat pentas, ia menyanyikan patu cambe atau berbalas pantun.
Akan tetapi, profesi siwe biola kerap mendapat stigma negatif dari masyarakat. Mereka sering kali dicap 'wanita nakal' atau 'murahan'. Kesenian tradisional ini pun mulai banyak ditinggalkan oleh generasi muda karena stigma yang berkembang itu.
Tak hanya itu, musik yang dibawakan siwe biola ini dianggap monoton, sehingga kurang dapat dinikmati atau dipahami oleh masyarakat kekinian.
Namun, berbeda dengan masyarakat yang memandang sebelah mata profesi siwe biola, Sumarni (46), salah satu Siwe Rawa Mbojo asal Desa Tembalae, Kecamatan Pajo, mengaku tak pernah malu dengan profesinya tersebut.
ADVERTISEMENT
Ia menyadari risiko di balik profesinya itu, mulai dari berbagai rumor miring menyangkut kehidupan pribadi hingga komentar tentang penampilannya. Namun, dirinya tidak peduli dengan stigma tersebut.
“Terserah kata orang saja kalau menilai saya macam-macam. Biarlah Allah yang tahu,” ujar Sumarni, saat ditemui di rumahnya di Dusun Pelita, Desa Tembalae, Kamis (28/3).
Sumarni mengisahkan, ia mulai belajar patu cambe ketika masih gadis, lalu mulai menekuni profesinya setelah menikah dan memiliki anak. Kenapa ibu tiga anak ini mau menjadi siwe biola? Kemiskinan ekonomi yang didera keluarganya pada masa lalu adalah jawabannya.
Keluarganya sendiri pun senang dengan profesi yang dijalani Sumarni. Pasalnya, keluarga Sumarni menyukai musik tradisional patu cambe ini, terutama almarhum sang ayah.
ADVERTISEMENT
“Pada awal-awal menyanyi saya hanya dibayar Rp 50 ribu,” ujar Sumarni.
Kemampuanya dalam ber-patu cambe saat mengiringi musik biola juga sudah dikenal luas oleh masyarakat Dompu, bahkan masyarakat se-Pulau Sumbawa.
Berkat keahlian menyanyinya tersebut, ia bahkan sudah hampir menjelajah ke seluruh wilayah termasuk sudut-sudut desa di Kabupaten Dompu, Sumbawa, maupun Bima.
Daerah terjauh yang pernah didatanginya adalah Kecamatan Sape, Kabupaten Bima; dan Desa Kolo, Kecamatan Asakota, Kota Bima. Acara yang ia hadiri di dua tempat itu adalah hajatan pernikahan.
Sumarni, salah satu Siwe Rawa Mbojo. Foto: Ilyas Yasin/Info Dompu
Di luar kampung halamannya, Sumarni lebih dikenal “Sumarni Ranggo” untuk membedakannya dengan nama Sumarni yang lain.
Sebutan “Ranggo” di belakang namanya mengacu pada nama Desa Ranggo, tempat tinggalnya dulu, sebelum dimekarkan menjadi Desa Tembalae pada masa sekarang.
ADVERTISEMENT
Tarif menyanyi Sumarni untuk sekali tampil bisa mencapai Rp 1 juta. Namun, untung bersih yang diperolehnya sekitar Rp 600 ribu karena terpotong untuk ongkos, biaya makan, dan lainnya selama di perjalanan.
Bersama pasangan penggesek biola, ia biasa mulai menyanyi pukul 21.00 WITA hingga 03.00 WITA. Di luar itu, ia kadang mendapatkan saweran dari penonton yang menyukai gaya bernyanyi dan aksi panggungnya.
“Jika saya diundang ke Sape (Bima) misalnya, tinggal dihitung saja saya harus ganti mobil hingga lima kali untuk mencapai lokasi. Belum termasuk makan di jalan,” ujar Sumarni, sembari tersenyum.
Kerja kerasnya selama 20 tahun membuahkan hasil. Sumarni bisa mengangkat derajat keluarganya. Dari hasil kerja kerasnya selama berkarier itu, Sumarni kini memiliki tiga rumah serta aset lain seperti tanah.
ADVERTISEMENT
Menurut pantauan Info Dompu, Sumarni tinggal di rumah yang terbilang 'mewah' dibandingankan dengan rumah-rumah lain di sekitarnya. Rumah berukuran sedang dan berubin putih ini terlihat mencolok sendirian.
Bagi Sumarni profesi yang dijalaninya saat ini bukan hanya bentuk perjuangannya demi anak dan keluarganya, tetapi melestarikan budaya Dompu. Ia bertekad akan tetap akan menjadi siwe rawa mbojo selama orang membutuhkan jasanya.
---
Salah satu penampilan rawa mbojo yang pernah diadakan oleh Pemda Dompu.
-
Penulis: Ilyas Yasin