Komunitas Kaki Tambora di NTB, Edukasi Corona Bagi Masyarakat Pedalaman Dompu

Konten Media Partner
5 Juni 2020 10:49 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Seorang warga di pesisi Pantai Hu'u menerima masker dari Komunitas Kaki Tambora. Foto: Dok Kaki Tambora
zoom-in-whitePerbesar
Seorang warga di pesisi Pantai Hu'u menerima masker dari Komunitas Kaki Tambora. Foto: Dok Kaki Tambora
ADVERTISEMENT
Info Dompu - Selalu ada pahlawan dan pengkhianat dalam setiap musibah. Saat banyak orang takut dan nyaris kehilangan harapan menghadapi wabah Virus Corona (COVID-19) ada begitu banyak tangan yang tergerak untuk membantu. Tidak hanya pemerintah tapi juga lembaga swasta, organisasi dan komunitas bergerak menggalang dana untuk menolong warga yang menghadapi kesulitan di tengah pandemi.
ADVERTISEMENT
Tetapi musibah, seperti ungkapan di atas, tidak hanya menghadirkan kisah heroik tapi juga pengkhianatan. Ketika banyak orang kebingungan memburu Alat Pelindung Diri (APD) seperti masker guna menghadapi wabah, ada saja sebagian orang yang memanfaatkan kesempatan mengambil keuntungan pribadi seperti halnya dengan menimbun masker.
Di awal wabah COVID-19 mulai menyebar di Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat (NTB), pada Maret 2020, masyarakat kesulitan mendapatkan APD seperti masker, hand sanitizer, bahkan vitamin C dan sabun cuci tangan mendadak habis dalam sekejap.
Anggota Kaki Tambora saat membagikan masker kepada masyarakat di pesisir Jambu. Foto: Dok Kaki Tambora
Tidak hanya masyarakat biasa melainkan juga petugas medis dan fasilitas kesehatan (faskes) seperti Rumah Sakit dan Puskesmas juga harus menggalang donasi untuk mendapatkan APD dan kebutuhan menghadapi Corona. Di apotik juga tidak tersedia. Padahal petugas sangat memerlukan APD ini karena mereka paling rentan terpapar jika menangani pasien Corona.
ADVERTISEMENT
Sedihnya lagi, diduga sejumlah oknum petugas kesehatan ditengarai mengambil dan menjual masker dari tempat kerjanya demi keuntungan pribadi. Kabar menyakitkan tersebut diakui Intan Putriani (26), salah satu relawan kegiatan sosial dan pegiat pariwisata di Dompu.
Bayangkan, katanya, ketika banyak orang sedang berjibaku melawan Corona, justru ada sebagian orang yang melakukan hal sebaliknya dan ingin memperoleh keuntungan berkali-kali lipat dengan menjadi penimbun APD.
Intan (menggunakan baju hitam) saat memberikan edukasi tentang cara mencuci tangan kepada anak-anak di Desa Jambu. Foto: Kaki Tambora
Hal itu lah yang membuat Intan dan kawan-kawannya dari Komunitas Kaki Tambora tergerak melakukan 'perlawan' terhadap penimbun APD tersebut. Masker dan hand sanitizer bukan hanya mahal melainkan juga sangat langka pada saat itu. Banyak orang memburu kebutuhan ini tapi tidak tersedia di pasar, baik dijual secara online apalagi offline di apotik atau toko obat.
ADVERTISEMENT
“Jangankan masker medis, masker kain saja sulit didapat,” keluh Intan saat ditemui di Desa Tembalae Kecamatan Pajo, Kamis (4/6).
Akibatnya, di tengah kelangkaan tersebut harga masker dan hand sanitizer melambung tinggi. Dijelaskan Intan, jika biasanya satu buah masker medis harganya Rp 2.500 meroket jadi Rp 10 ribu.
“Akibatnya, harga satu masker kotak medis berisi 50 biji semula harganya Rp 50 ribu per kotak jadi Rp 400 ribu,” ujarnya prihatin. Bersama komunitas dan organisasi peduli lainnya, ia segera menggalang donasi sejak Maret hingga April 2020 melalui media sosial pribadi anggota maupun media sosial komunitas.
"Targetnya dana yang terkumpul untuk pengadaan masker dan hand sanitizer. Saat itu terkumpul uang hampir Rp 4 juta dengan rentang waktu donasi lebih dari 2 minggu," ujarnya.
Relawan Kaki Tambora saat memakaikan masker kepada anak-anak pesisir Jambu. Foto: Kaki Tambora
Dengan dana tersebut Intan bersama timnya berhasil membeli 1.000 masker. Membeli masker-masker tersebut juga tidaklah mudah, kelangkaan yang sedang terjadi tidak langsung membuat dana yang terkumpul langsung bisa digunakan. Tegapi berrmodalkan kenalan dan jaringannya sebagai Alumni Fasilitator Forum Anak Nasional (FAN), pegiat media sosial ini juga berhasil mendapatkan masker kain dengan harga Rp 2.500 per biji di sebuah usaha konveksi di Karawang.
ADVERTISEMENT
Pihaknya sengaja membidik masker kain karena dapat dicuci, murah dan dipakai berulang. Butuh waktu hingga 7 hari barang pesanan itu sampai di Dompu lantaran pengiriman terkendala pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di sejumlah daerah. Karena pertimbangan kesehatan, sebelum dibagikan masker-masker itu dicuci dan dikemas.
“Karena ini barang hasil jahitan sebaiknya harus dicuci dulu,” dia memberi alasan. Untuk memastikan bantuannya tepat sasaran, Intan dan timnya sekitar 15 orang terlebih dahulu melakukan survei lokasi. Ini penting, katanya, untuk menghindari jangan sampai ada daerah yang sudah mendapatkan bantuan serupa dari pemerintah maupun lembaga lain.
Intan sedang memberikan edukasi kepada anak-anak di Desa Oi Bura yang berada di kawasan Gunung Tambora tentang Virus Corona. Foto: Dok Kaki Tambora
Mereka pun memutuskan sejumlah daerah pelosok seperti kawasan pesisir sebagai target pembagian maskernya seperti Desa Jala dan Desa Hu’u (di Kecamatan Hu’u), Desa Jambu Kecamatan Pajo, dan Kecamatan Kilo. Sedangkan sisanya secara acak dibagikan di Desa Ranggo, Tembalae dan Lepadi, Kecamatan Pajo.
ADVERTISEMENT
“Desa-desa pesisir memang sengaja kami prioritaskan karena mereka relatif kurang terpapar media dan media sosial mengenai pentingnya pemakaian masker, bahkan mereka tahu nggak ada Virus Corona yang sedang melanda dunia saat ini," ujarnya.
Intan mengklaim aksinya tidak hanya membagikan masker tapi juga melakukan edukasi mengenai pencegahan Corona maupun hal mendasar seperti menjaga kebersihan diri. Karena edukasi maka target pembagian masker tidak menyasar kelompok masyarakat tertentu.
“Kami lakukan secara acak dan situasional saja. Tidak hanya untuk orang dewasa atau warga tidak mampu tapi juga anak-anak maupun warga yang mampu, agar merata,” terangnya.
Anak-anak saat menerima paket kebersihan diri dan masker sambil mendengarkan edukasi tentang Corona dari Tim Kaki Tambora
Dicontohkan, di Desa Jambu misalnya Intan dan kawan-kawan membagikan masker untuk anak-anak, termasuk memberikan tutorial cara memakainya. Pada penggalangan donasi tahap kedua awal Mei 2020, Intan mengaku bersyukur karena mendapatkan donasi dari sebuah yayasan lembaga pendidikan di Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Jumlahnya cukup fantastis yakni Rp 5 juta.
ADVERTISEMENT
Selain untuk pembelian masker dana tersebut juga diperuntukkan membeli paket peralatan kebersihan diri seperti sikat gigi, pasta gigi, sabun mandi dan alat pemotong kuku. Intan mengaku prihatin setelah melihat kondisi kesehatan anak-anak terutama di pesisir.
“Pada part 2 ini kami juga memperluas pembagian masker dan paket kebersihan diri hingga Desa Oi Bura dan Desa Pancasila di Kecamatan Pekat,” ujarnya.
Alumnus Universitas Esa Unggul, Jakarta, ini berharap komunitasnya akan melakukan banyak hal lagi ke depannya untuk kemajuan daerahnya terutama menggelorakan kegiatan pariwisata, budaya, dan sejarah.
Pembagian masker untuk anak-anak di Dusun Pancasila di kawasan Gunung Tambora. Foto: Dok Kaki Tambora
“Kami juga punya mimpi untuk membuat katalog wisata, sejarah dan budaya Dompu berbasis web maupun dicetak untuk kemudian bisa dijadikan panduan bagi masyarakat maupun wisatawan yang datang ke Dompu,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Diakuinya impian itu mungkin terlihat terlalu besar untuk dicapai, tetapi dia optimis dengan semangat kolaborasi yang diusung komunitasnya, hal itu akan mampu diwujudkan, meski membutuhkan waktu lama. Jika ada yang turut bergabung menggarap proyek ini tentu lebih baik. Pihaknya juga tidak akan mempersoalkan jika ada komunitas lain, termasuk pemerintah, yang turut menggarap proyek ini.
“Misalnya jika Dinas Pariwisata Dompu bisa menyediakan data pariwisata, menggarap dan memiliki website atau booklet wisata tentu kami sangat senang dan akan mendukungnya,” terang Intan.
Dicanangkanya “Samota" (Teluk Saleh, Moyo dan Tambora) sebagai salah satu kawasan Biosfer Dunia saat ini membuatnya makin tertantang menggarap proyek tersebut di masa mendatang.
Dok Kaki Tambora
“Intinya, dengan katalog wisata dan budaya itu orang bisa mengetahui misalnya, di Teluk Saleh itu ada apa saja sih, apa potensinya, bagaimana kondisinya dan seterusnya sehingga orang tertarik datang ke sana,” ujarnya menyontohkan.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, kata Intan, Komunitas Kaki Tambora telah menggelar diskusi buku, Festival Kopi Tambora pertama kalinya, bersih-bersih pantai. Komunitas Kaki Tambora sendiri, lanjutnya, adalah gabungan dari beberapa kelompok komunitas seperti komunitas media, fotografi, pecinta alam dan lain-lain. Mereka disatukan oleh komitmen yang sama untuk memajukan pariwisata dan budaya Dompu.
Komunitas Kaki Tambora ini tergolong unik. Mereka, kata Intan, sengaja tidak terikat secara struktural sebagai organisasi sehingga lebih memudahkan saat menggelar berbagai event. Ke depan, kata Intan, komunitasnya akan lebih meningkatkan kualitas kegiatannya termasuk memperbanyak diskusi budaya.
“Kami hendak tetap menjaga ritme kegiatan. Beberapa event akan kami bikin tapi kami mulai fokus pada kualitasnya sih. Misalnya diskusi buku dan budaya, tidak perlu banyak yang hadir yang penting mereka punya kesadaran yang sama untuk bergerak, melakukan sesuatu untuk memajukan pariwisata dan budaya di Dompu. Hasilnya pun akan lebih cepat terlihat,” ujarnya optimis.
ADVERTISEMENT
-
Ilyas Yasin