news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Ngaha Kawiri: Ritual Tolak Bala Masyarakat Dompu

Konten Media Partner
27 Februari 2019 11:51 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ngaha Kawiri oleh Anak Sekolah di Desa Tembalae, Kecamatan Pajo Foto: Ilyas Yasin/Info Dompu
zoom-in-whitePerbesar
Ngaha Kawiri oleh Anak Sekolah di Desa Tembalae, Kecamatan Pajo Foto: Ilyas Yasin/Info Dompu
ADVERTISEMENT
Bupati Dompu Haji Bambang M Yasin, saat memperingati tiga tahun kepemimpinannya di Pendopo Bupati pada 19 Februari lalu, meminta seluruh masyarakat maupun jajarannya untuk menggelar acara ngaha kawiri.
ADVERTISEMENT
Acara ini akan dilaksanakan tiga pekan berturut-turut pada tiap Jumat pagi, baik yang diadakan di lingkungan pendopo, seluruh kecamatan hingga desa-desa. Tempat pelaksanakan ngaha kawiri berada di halaman mesjid, sekolah, lapangan dan tempat terbuka lainnya. Pekan ini adalah ketiga kalinya ngaha kawiri akan dilakukan. Masyarakat maupun sekolah-sekolah secara swadaya melaksanakan acara ini.
Ngaha kawiri artinya makan bubur yakni bubur beras putih yang telah diberi santan, gula dan sedikit garam. Menurut Ketua Dewan Adat Desa Tembalae Umar Mansyur (67), dulu bubur ini hanya diberi garam sehingga nyaris tanpa rasa.
“Ya, karena filosofinya bubur ini sebagai media pengobatan dan pertobatan,” ujarnya saat ditemui di rumahnya, Senin (18/2).
Maksudnya, jika di satu kampung dilanda wabah penyakit tertentu, misalnya campak, maka pemerintah desa dan para tetua adat akan menggelar ngaha kawiri yang bertempat di ujung desa. Ritual ini dipimpin seorang tetua adat dan dihadiri oleh ratusan anak-anak maupun orang dewasa. Anak-anak duduk mengelilingi bubur yang telah dibagikan di atas daun pisang. Mereka membentuk barisan-barisan cukup panjang. Kemudian tetua akan berjalan mengelilingi sembari membacakan doa serta memercikkan air dalam kendi yang dibawanya.
ADVERTISEMENT
Ritual lama ini dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat Dompu karena saat ini seluruh wilayah Kabupaten Dompu sedang mengalami musibah mewabahnya virus Rabies dan Demam Berdarah.
Data investigasi Dinas Kesehatan NTB pada 18 Februari 2019 menunjukkan bahwa di Kabupaten Dompu terdapat 685 kasus gigitan anjing. Hingga saat ini Dompu ditetapkan sebagai wilayah di NTB yang paling banyak mengalami Kasus Luar Biasa (KLB) terinfeksi virus anjing gila (rabies).
Pada Jumat dua pekan lalu ngaha kawiri dilakukan secara serentak. Di Kecamatan Pajo misalnya, dipusatkan di halaman mesjid Raudatul Jannah Desa Ranggo. Saat jalan raya sedang ramai oleh anak-anak sekolah, sebuah mobil Dinas Kominfo terlihat berjalan pelan. Melalui pengeras suara seorang petugas mengajak masyarakat untuk menghadiri acara ngaha kawiri pagi itu.
ADVERTISEMENT
Maira samena ndai ta ngaha kawiri sama-sama karena mboto musibah ma wara ara dana ra rasa ndai ake, ede du Kejadian Luar Biasa virus anjing gila maupun musibah demam berdarah,” seru petugas dalam bahasa lokal (mari kita bersama-sama ngaha kawiri sehubungan dengan banyaknya musibah di daerah kita seperti KLB anjing gila maupun demam berdarah).
Selain dihadiri perangkat desa dan masyarakat desa, acara di halaman mesjid tersebut dikoordinir langsung oleh Dinas Kominfo Dompu. Sejak pagi, anak-anak terlihat berkumpul di halaman mesjid, lalu kemudian mendapatkan satu piring kawiri yang dibagikan kaum ibu. Tak sampai satu jam acara ngaha kawiri selesai. Para peserta pun bubar dan pulang.
Sayangnya, acara ini kurang terkoordinasi secara baik. Sekretaris Desa Ranggo Dedi Purwanto mengaku pihaknya baru dihubungi pagi itu oleh pihak Pemda. “Iya. Saya tahunya acara ini baru tadi pagi,” katanya di tempat acara. Akibatnya, tidak banyak warga yang mengetahui acara tersebut apalagi dilaksanakan pada hari aktif sekolah sehingga hanya bisa dihadiri sedikit anak-anak.
ADVERTISEMENT
Ketua Dewan Adat Desa Tembalae, Umar Mansyur menjelaskan pihaknya juga tidak mendapatkan surat resmi perihal pelaksanaan acara ngaha kawiri kecuali informasi lisan melalui mesjid yang tak jauh dari rumahnya. “Makanya kemarin saya juga tidak bisa hadir,” sesalnya. Dia menambahkan, ada kesalahanan informasi terkait acara tersebut. Dia menyangka yang diundang hanya anak-anak saja. Semestinya menurut dia pemerintah di atas mengeluarkan perintah secara berjenjang seperti biasanya sehingga acara itu diketahui oleh seluruh lembaga maupun masyarakat di bawah.
Warga dari anak-anak sampai orang tua melakukan ngaha kawiri di area terbuka Foto: Info Dompu
Meski secara logis sulit membuktikan hubungan antara penyembuhan penyakit dengan ritual ngaha kawiri tapi faktanya, kata Sekretaris Adat Desa Ranggo, Kecamatan Pajo, H. Abdurrahman (78), wabah penyakit berangsur hilang setelah ritual ngaha kawiri. Ditambahkannya, selain diinisiasi oleh pemerintah maupun para tokoh ritual ngaha kawiri juga dilakukan oleh warga pada momen tertentu.
ADVERTISEMENT
“Tidak hanya saat ada wabah penyakit, jika ada anak yang ujian sekolah atau nikah biasanya keluarga akan menggelar ngaha kawiri di halaman depan rumahnya,” ujarnya di rumahnya Senin (25/2). Kebiasaan dan budaya masyarakat seperti itu, menurutnya, adalah bagian dari harapan dan doa khususnya sebagai penolak bala.
Ahmad (48) warga Desa Tembalae meyakini bahwa ritual tersebut dapat menolak bala. “Iya benar. Di Bara gigitan anjing berkurang sejak dilakukan ngaha kawiri,” klaimnya dengan menyebutkan nama sebuah desa di Kecamatan Woja.