Panen Jagung Serentak, Petani Pakai Jasa Anak Sekolah

Konten Media Partner
19 Mei 2019 14:18 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Salah satu sekolah di Dompu yang letaknya dekat dengan perkebunan jagung warga. Foto: Ilyas Yasin/Info Dompu
zoom-in-whitePerbesar
Salah satu sekolah di Dompu yang letaknya dekat dengan perkebunan jagung warga. Foto: Ilyas Yasin/Info Dompu
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Info Dompu - Meluasnya areal ladang jagung maupun masa panen yang hampir bersamaan menyebabkan para petani kesulitan mendapatkan pasokan buruh harian. Akibatnya, petani di Desa Woko Kecamatan Pajo terpaksa menggunakan jasa anak-anak sekolah untuk membantu memanen jagung-jagung mereka. Hal itu dibenarkan Nasruddin (32) warga setempat.
ADVERTISEMENT
“Iya. Tiap pagi saya lihat 5-6 anak-anak menuju HTI (areal ladang jagung yang dulu menjadi lahan Hutan Tanaman Industri, red),” ujarnya ketika dicegat hendak menjemur jagungnya Jum’at (17/5).
Dijelaskannya, karena kesulitan tenaga kerja upah anak-anak itu bahkan sama dengan orang dewasa yakni Rp 70 ribu hingga Rp 80 ribu per hari. Nasruddin sendiri terpaksa mencari dan mendatangkan pekerja dari desa tetangga untuk membantu memanen jagungnya di kawasan Woko.
Keterangan Nasruddin dibenarkan beberapa guru dan siswa di SDN 14 Pajo yang sekaligus menjadi SMPN 3 Satap Pajo. Siti Maryam, salah satu guru mengaku bingung karena sejak dimulainya masa panen jagung siswanya jarang masuk sekolah.
“Paling ke sekolah sekadar untuk ngisi absen saja,” katanya ketika hendak ke sekolah Kamis pagi (16/5).
Ilustrasi anak sekolah panen jagung. Foto: Info Dompu
Ia sendiri berdomisili di Desa Tembalae, sekitar 6 kilometer dari sekolah tempat tugasnya. Ketika media ini mengunjungi sekolah tersebut Jum’at pagi ternyata sekolah masih sepi bahkan pintu gerbangnya belum dibuka. Padahal waktu sudah menunjukkan pukul 08.24 Wita. Hanya terdapat tiga siswa laki-laki berseragam pramuka sedang berbincang dengan dua orang guru di pinggir jalan depan sekolah.
ADVERTISEMENT
Salah satu guru Ruslan menjelaskan aktivitas di sekolahnya praktis lumpuh selama musim panen jagung karena siswanya pasti mengambil pilihan menjadi buruh harian.
“Bagi anak-anak upah Rp 70 ribu sampai Rp 80 ribu perhari jelas menggiurkan,” ujarnya prihatin.
Ditambahkannya, selain masa panen pada musim menikah juga berimbas terhadap tingkat kehadiran siswa di sekolah karena warga akan membawa serta anak-anak mereka, terutama jika tempat resepsinya di luar desa.
I Made Surya, siswa kelas VII SMPN Satap 3 Pajo mengaku tidak ikut menjadi buruh harian karena sepulang sekolah harus membantu bapaknya menyiram tanaman tembakau di lahannya. Surya dan dua temannya hanya bermain dadu di deker depan sekolah sambil menunggu siswa lainnya datang. Tapi hingga Pukul 09.00 WITA tak satu pun yang datang hingga ia dan dua temannya memilih pulang. Demikian juga dengan Ruslan dan rekannya seorang guru perempuan.
Pada hari Kamis dan hari-hari sebelumnya, sekolah tampak sepi karena jarang ada siswa yang masuk sekolah, sehingga tidak ada aktivitas belajar mengajar. Foto: Ilyas yasin/Info Dompu
Dengan kondisi tersebut, Ruslan menjelaskan pihak sekolah kadang terpaksa menunggu selesai masa panen baru dapat melakukan aktivitas pembelajaran. Jumlah siswa SDN 14 Pajo berjumlah sekitar 70 orang sedangkan siswa SMPN 3 Satap Pajo hanya 30 orang. Meski aktivitas pembelajaran lumpuh, tapi Ruslan memastikan bahwa pekan depan siswanya akan ramai kembali karena mulai ulangan semester.
ADVERTISEMENT
“Kalau semester mereka pasti datang,” tukasnya.
Aktivitas panen jagung warga telah dimulai sejak menjelang puasa dan masih berlangsung hingga sekarang. Selain warga Desa Woko ladang jagung juga dimiliki warga desa tetangga seperti Ranggo dan Tembalae. Lokasi ladang jagung ini cukup dekat dengan perkampungan warga. Desa Woko sendiri adalah desa transmigrasi yang dibuka sejak 1993. Ada beragam suku di sini. Selain berasal dari suku Mbojo (Bima dan Dompu) juga terdapat suku Bali, Jawa dan Sasak.
-
Penulis: Ilyas Yasin