Pasir Hasil Letusan Tambora, Sudah Jadi Incaran Penambang Ilegal

Konten Media Partner
13 Mei 2019 13:16 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Truk penyekop pasir di Padang Savana Doroncanga. Foto: Syatriadin Yosan/Info Dompu
zoom-in-whitePerbesar
Truk penyekop pasir di Padang Savana Doroncanga. Foto: Syatriadin Yosan/Info Dompu
ADVERTISEMENT
Info Dompu - Pasir hasil letusan gunung kini menjadi incaran masyarakat untuk dijadikan bahan membuat bangunan megah. Seperti halnya pasir hasil letusan Gunung Tamboran tahun 1815 di Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat (NTB).
ADVERTISEMENT
Pasir hasil letusan Gunung Tambora merupakan pasir yang memiliki kualitas terbaik dibandingkan dengan pasir sungai biasa. Selain dari memiliki biji yang hitam pekat dan besar, pasir ini juga mengandung pasir besi yang kuat untuk dijadikan bahan bangunan.
Bagi para penambang pasir ini sangat memiliki harga jual yang tinggi. Pasir pun langsung diambil secara gratis dari padang savana Doroncanga. Harga jual pasir di wilayah seputaran Dompu sekitar Rp 800 ribu hingga Rp 900 ribu per truknya. Jika dibawa keluar Kabupaten Dompu misalnya ke Kabupaten Bima, harga jual akan lebih tinggi, sekitar Rp 1 juta hingga Rp 1,5 juta per truknya.
Pantauan Info Dompu, pada setiap hari Sabtu dan Minggu (11-12/5/2019) di area Savana Doroncanga, meski sudah terpasang tanda larangan pengambilan pasir, belasan truk masih terlihat di sepanjang jalan padang savana. Truk-truk yang melintasi jalur tersebut tidak pergi membawa atau mengantar barang ke Kecamatan Pekat, melainkan sedang mencari lokasi pengambilan pasir.
Papan pelarangan mengambil pasir di areal Padang Savana Doroncanga. Foto: Syatriadin Yosan/Info Dompu
Kebanyakan dari truk-truk tersebut mengambil pasir dari aliran sungai kering di area Savana Doroncanga. Pada saat terjadinya hujan, sungai-sungai akan terisi air yang membawa sejumlah pasir dari arah gunung, lalu mengendap di tempat tertentu.
ADVERTISEMENT
“Dari harga pengisian pasir jika dibagi empat orang hanya dapat sedikit,” keluh Dirman (36) buruh pasir asal Kabupaten Bima. Ia, berharap ada penambahan ongkos dari para truk, sebab selain dari rasa lelah bekerja juga terancam pidana karena mengeruk dan mengambil pasir tanpa ijin.
Tidak hanya pada aliran sungai saja para penambang pasir ilegal ini menambang dengan alat seadanya di beberapa bantaran sungai kering tersebut.
Penambangan ilegal ini dilakukan menggunakan truk penyekop dan juga ada yang menggunakan sekop biasa. Biasanya yang menyekop pasir secara langsung ke truk adalah buruh yang langsung dibawa oleh truk-truk tersebut. Untuk mengisi penuh truk biasanya butuh sekitar 2 hingga 4 orang, para buruh diberi upah Rp 100 hingga Rp 200 ribu per truk.
ADVERTISEMENT
Meski akan terancam pidana karena menambang pasir tanpa izin, Dirman menyadari bahwa jika ditangkap oleh apparat. “Saya sudah baca di plang yang dipasang pemerintah Dompu,” urainya.
Truk penambang pasir ilegal bahkan sempat diusir oleh kelompok ternak di padang savana Doroncanga. Sebab menurut mereka penambangan pasir akan merusak tanaman rumput makanan ternak. Selain dari itu lubang hasil galian tidak ditutup kembali.
Ternak yang sedang menikmati rumput di kawasan Savana Doroncanga. Foto: Info Dompu
“Itu sebabnya kita usir truk pengambil pasir. Mereka ambil seperti membuat lubang sehingga anak sapi, kuda dan kerbau jika masuk lubang tidak bisa keluar dan lama kelamaan akan mati,” ucap Amirudin (40) salah satu anggota kelompok ternak di Doroncanga.
Taufik (44) sopir truk asal Kabupaten Bima, saat berbincang dengan Info Dompu, menyadari jika penambangan yang dilakukan ilegal. Sebab sudah ada beberapa tanda larangan. Ia pun mengaku pasir yang diambil merupakan pasir pada bantaran sungai kering yang bawa banjir dan tidak mengambil pada areal larangan.
ADVERTISEMENT
"Saya pernah diusir oleh beberapa peternak karena katanya merusak ekosistim peternakan. Kata orang sih begitu,” ujar Taufik.
Menurut Taufik, pasir hasil letusan Gunung Tambora ini merupakan pasir nomor satu untuk bangunan. Sebab memiliki biji yang sangat bagus dan kuat jika dicampu dengan semen.
“Tukang batu mengatakan seperti itu pak,” pungkasnya.
Seperti yang sudah banyak diketahui masyarakat Dompu bahkan Indonesia, kawasan Savana Doroncanga adalah bagian dari wilayah Taman Nasional Tambora dan Geopark Tambora, kawasan yang juga menjadi tempat hidup jutaan ternak dan hewan liar. Dengan adanya penambang pasir ilegal tentu sangat merusak ekosistem sekitar. Terutama, Geopark Tambora sedang mempersiapkan data-data untuk diajukan menjadi UNESCO Global Geopark tahun 2021. Apakah dengan tidak ditindaknya penambang pasir ilegal ini akan menjamin Tambora dapat dipilih sebagai Global Geopark?
ADVERTISEMENT
-
Penulis: Syatriadin Yosan