Penanggulangan Kekerasan Terhadap Anak di Dompu, NTB

Konten Media Partner
29 Juni 2020 20:11 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kegiatan reses DPRD Dompu, NTB. Foto: Ilyas Yasin/Info Dompu
zoom-in-whitePerbesar
Kegiatan reses DPRD Dompu, NTB. Foto: Ilyas Yasin/Info Dompu
ADVERTISEMENT
Info Dompu - Banyaknya kasus kekerasan yang menimpa anak-anak di Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat (NTB) mendapat perhatian dan sorotan baik dari kalangan pemerintah maupun lembaga swadaya masyarakat. Di antaranya adalah Lembaga Perlindungan Anak (LPA) NTB dan Ketua Komisi 1 sekaligus anggota DPRD Kabupaten Dompu dari Partai Nasdem, Muttakun.
ADVERTISEMENT
Pada 13 Juni 2020 LPA NTB menggelar “Ngobrol Asyik Perlindungan Anak di Dana Dompu” di Kedai Disruput, Simpasai Dompu. Diskusi yang dihadiri 20 peserta dan berlangsung pada malam Minggu itu menghadirkan 4 pembicara yakni Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak) Kabupaten Dompu Darwati Kustilawati, Ketua Komisi 1 DPRD Muttakun, pengacara anak LPA NTB Yan Mangandar Putra, Dosen STKIP Yapis Dompu Ilyas Yasin, praktisi anak NTB Joko Jumadi dan Psikolog Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Mataram Pujiorahman.
Kedua pembicara yang berada di luar Dompu yakni Joko Jumadi dan Pujiorahman menggunakan aplikasi Zoom. Joko Jumadi mengkritisi beberapa kebijakan pemerintah daerah di NTB yang dinilainya belum berpihak kepada anak. Salah satunya pengadaan 1 juta masker oleh Pemerintah Kabupaten Lombok Tengah.
Diskusi tentang penanggulangan kekerasan terhadap anak. Foto: Ilyas Yasin/Info Dompu
“Bayangkan pengadaan 1 juta masker tidak ada satu pun ada masker buat anak, semuanya masker untuk orang dewasa. Apa iya masker orang dewasa dipakaikan ke anak ya jelas akan menutupi wajahnya dan ini jelas membahayakan keselamatan anak,” kritiknya memberikan contoh.
ADVERTISEMENT
Bagi dia kebijakan tersebut adalah contoh nyata betapa kebijakan yang dibuat pemerintah sering melupakan kepentingan anak. Begitu pula masyarakat kurang sensitif terhadap anak.
“Ini sebetulnya cukup mengherankan, padahal semua kita pernah menjadi anak,” ujarnya prihatin.
Jumadi juga berharap agar upaya pemerintah daerah menuju Kabupaten Layak Anak (KLA) tidak dilakukan secara rekayasa. Dia pun menyebutkan, sebuah kabupaten di Jawa Timur yang ‘menyulap’ semua dokumen dan syarat KLA dalam sekejap hanya karena hendak mengikuti penilaian daerah layak anak oleh sebuah kementerian.
“Hampir semua dokumen dimanipulasi dan diambil dari kabupaten lain hanya karena ingin menjadi kabupaten layak anak,” ujarnya kecewa.
Demikian pula dengan beberapa fasilitas dan lembaga mendadak ditetapkan jadi pilot ramah anak seperti taman ramah anak, sanggar anak atau sekolah ramah anak. Padahal, kata dia, penetapan sebuah daerah sebagai layak anak terdiri atas beberapa jenjang seperti pratama, madya dan utama. Sedangkan Pujiorahman mengingatkan agar penanganan masalah anak harus dilakukan secara terpadu.
ADVERTISEMENT
“Selama ini penanganan masalah anak ini seperti pemadam kebakaran. Padahal seharusnya dilakukan secara terpadu baik secara preventif, kuratif maupun rehabilitatif,” ujarnya.
Kegiatan diskusi. Foto: Ilyas Yasin/Info Dompu
Sementara itu, dalam masa reses kedua yang digelar di Gedung Dharma Wanita Dompu, Selasa (16/6), anggota DPRD Dompu Muttakun menegaskan bahwa kekerasan terhadap perempuan dan anak menjadi perhatian khususnya. Legislator ini juga menyampaikan komitmennya untuk terus mengawal dan mendukung penuntasan masalah tersebut, termasuk memperjuangkan alokasi anggaran di dewan.
Pada sesi terakhir resesnya Muttakun menyampaikan beberapa simpulan yakni, pertama, penanggulangan kekerasan perempuan dan anak harus dilakukan secara terpadu dan di semua tahapan baik secara preventif, kuratif dan rehabilitatif.
Kedua, mengefektifkan penggunaan Dana Desa untuk meningkatkan kualitas SDM anak di desa.
ADVERTISEMENT
Ketiga, memfasilitasi dan menghidupkan kembali sanggar anak dan taman baca anak. Keempat, melakukan pendampingan terhadap para korban oleh semua pemangku kepentingan baik DP3A, Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, Dikpora dan lainnya. Kelima, pembentukan Satgas desa untuk menangani kekerasan perempuan dan anak, termasuk memperkuat berbagai komunitas yang ada.
Keenam, memperkuat ketahanan keluarga. Ketujuh, mendorong lahirnya kebijakan dan regulasi yang dapat mengurangi kekerasan perempuan dan anak. Kedelapan, melakukan pelatihan pelopor dan pelapor anak terkait dengan pencegahan kekerasan perempuan dan anak.
Kesembilan, melakukan intervensi program terhadap desa/kelurahan yang tertinggi kasus kekerasan. Sepuluh, melakukan pendidikan pranikah dan sosialisasi pencegahan kekerasan. Sebelas, melakukan pemberdayaan terhadap perempuan kepala keluarga (janda). Duabelas, pengadaan rumah aman bagi para korban oleh dinas terkait.
ADVERTISEMENT
Reses yang dihadiri 25 peserta tersebut menghadirkan para pemangku kepentingan seperti Dinas DP3A (Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak) Kabupaten Dompu, LPA (Lembaga Perlindungan Anak) Dompu, LBH Solidaritas Untuk Guru Tani, GANN (Gerakan Anti Narkoba Nasional), perempuan korban, akademisi, media dan FAD (Forum Anak Dompu).
-
Ilyas Yasin