news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Perjuangan Perawat di Dompu, NTB, Hadapi Pasien COVID-19 di Tengah Keterbatasan

Konten Media Partner
5 Juni 2020 20:15 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Perawar di Dompu NTB saat bertugas tangani pasien Corona. Foto: Infocorona Dompu
zoom-in-whitePerbesar
Perawar di Dompu NTB saat bertugas tangani pasien Corona. Foto: Infocorona Dompu
ADVERTISEMENT
Info Dompu - Daerah Kabupaten Dompu di Nusa Tenggara Barat (NTB) kini telah kembali ditetapkan sebagai zona biru usai 39 pasien positif Virus Corona (COVID-19) berhasil disembuhkan. Ke-39 pasien tersebut dinyatakan negatif setelah 2 kali dilakukan uji swab.
ADVERTISEMENT
Dalam rilis pers yang dikeluarkan Sekretariat Daerah Provinsi NTB, Kamis (4/6) pukul 17.00 WITA hasil uji swab di Laboratorium PCR Genetik Sumbawa Technopark bahwa 8 pasien yang dikarantina di Rumah Sakit Pratama Manggelewa, Dompu, telah dinyatakan sembuh dan dapat dipulangkan ke rumah masing-masing.
Ke-8 pasien tersebut merupakan bagian dari 39 warga Dompu yang dinyatakan positif COVID-19, satu orang di antaranya yakni H Umar (83), warga Kelurahan Kandai Satu, Dompu yang telah meninggal dunia. Atas berbagai kemajuan tersebut, Pemerintah Provinsi NTB pun mulai memberlakukan New Normal terutama untuk 3 daerah Kota Bima, Kabupaten Bima dan Kabupaten Dompu.
Tenaga medis saat persiapan uji swab bagi pasien Corona di Dompu. Foto: Infocorona Dompu
Tenaga medis seperti dokter dan perawat adalah pihak yang paling berjibaku dalam menangani pasien yang terinfeksi virus mematikan ini. Tetapi pengalaman pahit mereka selama bertugas menangani pasien seolah bertolak belakang dengan kabar gembira tersebut, terutama di masa awal virus ini menyerang Dompu.
ADVERTISEMENT
Seperti diceritakan Irzunan Mulyo (26), atau akrab dipanggil Yunan, salah satu perawat COVID-19 di RS Pratama Manggelewa. Warga Kelurahan Karijawa, Dompu, ini menjelaskan, pada masa awal penanganan pasien COVID-19 ini dia dan timnya menghadapi kendala ruangan maupun Alat Pelindung Diri (APD) yang serba terbatas.
“Saya kebetulan termasuk yang menangani pasien JT (Jemaah Tabligh, red) Klaster Gowa pada bulan lalu,” aku sulung dari 2 bersaudara ini.
Yunan dalam seragam tim COVID-19. Foto: Dok Yunan
Pada masa awal, katanya, APD harus benar-benar dipakai secara irit seperti masker dan baju hazmat. “Kadang harus tunggu ada emergency dulu baru pake APD karena terbatas. Ruangannya juga sama, belum memenuhi standar karena biliknya disekat menggunakan tripleks,” ujarnya prihatin.
Kondisi ruangan tersebut menurutnya jelas tidak memenuhi standar karena idealnya harus memakai kaca transparan sehingga petugas dapat memantau pasien di dalam ruangan.
ADVERTISEMENT
“Syukurnya sekarang sudah memakai kaca transparan,” ujarnya lagi.
Yunan juga menceritakan pengalaman pahit pernah dibentak pasien dan mendobrak pintu ruangan. Pasiennya, kata dia, marah dan protes karena dikarantina terlalu lama.
“Mereka protes. Kami sudah sebulan di Dompu kenapa dikarantian lagi, sedangkan di Gowa juga sudah dikarantina,” kata Yunan menirukan protes tersebut.
Yunan (paling kanan) bersama kawan-kawannya, perawat di RS Pratama Manggelewa. Foto: Dok Yunan
Pasiennya juga minta dikeluarkan dan mengancam mengadukan ke Bupati. Yunan menambahkan beberapa orang juga mengeluhkan kecilnya insentif yang diterima oleh perawat.
“Beberapa teman saya yang bertugas di Gedung Sanggilo (Gedung yang digunakan untuk karantina pasien positif COVID-19) pernah protes bahkan mengancam mogok soal insentif ini,” terangnya.
Dia mengklaim, berdasarkan Surat Edaran dari Kementerian Keuangan bahwa insentif untuk tim medis COVID-19 sebesar 7,5 juta perbulan.
ADVERTISEMENT
“Tapi memang di pasal berikutnya besarannya disesuaikan dengan APBD masing-masing,” ungkapnya.
Dok: Yunan
Karena itu, katanya, penetapan besaran insentif tersebut pasti ada hubungannya dengan kemampuan daerah. Sayangnya, kata dia, tidak ada penjelasan resmi dari pemerintah daerah Dompu terkait besaran dan hitungan insentif dimaksud sehingga menimbulkan tanda tanya dari rekan-rekannya.
Saat ini, kata Yunan lagi, insentif tenaga medis seperti dirinya hanya sebesar Rp 1.250.000 per bulan. Dia juga tidak tahu kapan ada penjelasan resmi mengenai hal tersebut.
Yunan sudah hampir 2 tahun bekerja sebagai tenaga kontrak di RS Pratama Manggelewa. Sebelumnya alumni Poltekkes Mataram Cabang Bima ini bekerja sebagai honorer di Puskesmas Kota Dompu. Sejak ayahnya meninggal dunia, pemuda ini menjadi tulang punggung keluarga membantu ibunya yang bekerja sebagai guru honorer di Dompu.
ADVERTISEMENT
-
Ilyas Yasin